Belanda membonceng pasukan Inggris untuk kembali menguasai Indonesia. Namun, Inggris mendapat perlawanan rakyat Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, termasuk di Surabaya.
Oleh
MUSTAKIM
·2 menit baca
Saya melengkapi tulisan Widagdo dalam Surat Kepada Redaksi, ”Perang 1945 di Surabaya” (Kompas, 12/1/2023). Bahwa tentara Sekutu yang dipimpin Inggris mendarat di Surabaya dan berbagai tempat di Indonesia setelah Jepang kalah perang.
Dalam Perang Dunia II saat itu, Jepang kalah melawan Sekutu setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom Amerika Serikat pada 6 dan 9 Agustus 1945.
Belanda membonceng pasukan Inggris untuk kembali menguasai Indonesia. Namun, Inggris mendapat perlawanan rakyat Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, termasuk di Surabaya. Salah satu korban adalah komandan pasukan Inggris, Brigjen Mallaby, pada 30 Oktober 1945.
Rakyat Surabaya begitu semangat melawan Inggris karena ada Resolusi Jihad 22 Oktober 1945. Resolusi itu hasil rapat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan para konsul NU seluruh Jawa dan Madura di Surabaya. Hadir seluruh anggota Syuriah-Tanfidziyah.
Setelah Hadiratusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari menyampaikan amanat dan dimusyawarahkan, dirumuskan lima butir Resolusi Jihad. Intinya kemerdekaan Indonesia wajib dipertahankan.
Pemerintah RI sebagai satu-satunya pemerintah yang sah wajib dibela dan dipertahankan. Umat Islam, terutama Nahdlatul Ulama, wajib mengangkat senjata melawan Sekutu dan Belanda yang hendak kembali menjajah Indonesia (KH Saifuddin Zuhri dalam buku Berangkat dari Pesantren, PT Gunung Agung, 1987, halaman 254).
Berdasarkan SK Presiden RI Nomor 294 Tahun 1964, KH Hasyim Asy’ari diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Komando Jihad inilah yang menambah semangat Bung Tomo memimpin rakyat Surabaya. Setiap pidatonya di radio ia awali dengan pekik takbir. Puncaknya adalah pertempuran 10 November 1945.
Ternyata pasukan Inggris juga merekut orang-orang India Muslim. Saat itu India masih dikuasai Inggris dan Pakistan belum lahir. Begitu mendarat di Indonesia dan tahu orang Indonesia beragama Islam, mereka memilih desersi, tidak mau melawan sesama Islam.
Banyak yang gugur ditembaki tentara Inggris, tetapi ada juga yang selamat dan kembali ke bagian yang menjadi Pakistan. Untuk menghargai jasa mereka, Pemerintah Indonesia memberikan surat tanda penghargaan dan Satyalencana Peristiwa Aksi Militer Kesatu”.
Saya sempat bertemu mereka tahun 1980-an di Islamabad. Di antara mereka ada yang mempersunting gadis Indonesia dan diajak ke Pakistan.