Konsumen harus dengan cermat menjalani langkah-langkah pembelian rumah. Pembelian hunian yang belum terbangun sebisa mungkin harus dihindari atau dibeli dengan sangat berhati-hati.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS)
Hunian warga di Kecamatan Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (26/12/2021).
Rumah adalah kebutuhan primer. Di ujung hari, kemana lagi manusia akan berlabuh selain ke rumah masing-masing. Sayangnya, tak semua orang punya tempat bernaung.
Di negeri ini, masih terlalu banyak orang yang belum punya rumah. Berdasarkan data tahun 2021, terdapat 12,7 juta rumah tangga yang belum punya rumah. Persoalannya, tiap tahun ada tambahan 680.000 keluarga baru yang tentunya berharap punya rumah sendiri.
Dimanakah selama ini mereka tinggal? Bagi mereka yang masih mempunyai orang tua di satu kota, tentu dapat menumpang hidup di rumah orang tua. Dua sampai tiga generasi di satu atap kini makin lazim. Tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara maju sebagai imbas dari pelambatan ekonomi global.
Bila harus merantau, tidak ada cara lain kecuali mengontrak di rumah petak, rumah tapak hingga apartemen. Tiap bulan atau tahun, mereka harus menyisihkan pendapatan untuk menyewa di properti yang tidak menjadi milik mereka. Bagi sebagian keluarga, tidak mudah pula mencicil rumah atau apartemen oleh karena sulitnya mengumpulkan uang muka.
Dengan begitu, sungguh menyedihkan membaca reportase Kompas dari Selasa (24/1/2023) hingga Kamis (26/1/2023) terkait hunian mangkrak. Dapat kita bayangkan, perjuangan dan impian untuk dapat bermukim di rumah atau apartemen sendiri ternyata kandas akibat wanprestasinya pengembang.
AGUS SUSANTO
Anak-anak bermain di sekitar rumah subsidi dengan pembiayaan KPR syariah yang tengah dibangun di Desa Sarimukti, Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (5/11/2020).
Terlebih lagi, mangkraknya proyek hunian dialami oleh konsumen yang membeli properti dengan rentang harga Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar. Artinya, mereka yang tertipu pada umumnya adalah konsumen akhir bukan investor. Rumah yang dibeli kebanyakan adalah rumah pertama mereka.
Jumlahnya juga tidak sedikit. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyatakan, aduan konsumen terkait masalah perumahan termasuk salah satu aduan tertinggi. Dari 2017 sampai awal Januari 2023, aduan perumahan mencapai 3.034 kasus. Catatan YLKI pada 2021 menyatakan, aduan konsumen perumahan didominasi mangkraknya pembangunan perumahan (sekitar 37 persen). Konsumen perumahan yang mengalami nasib malang tentu berlipat ganda dari pelapor ke dua lembaga itu.
Bicara soal regulasi, di atas kertas kiranya sudah cukup banyak aturan yang berniat melindungi konsumen. Tahun lalu, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Namun terlepas dari makin lengkapnya regulasi untuk melindungi konsumen, ingat pula bahwa ada 1001 celah yang dapat merugikan konsumen. Kepada Kompas, salah seorang pengacara yang brilian pun pernah menjelaskan tentang sebuah akrobat hukum yang berujung pada makin sulitnya inventor untuk mendapatkan unit apartemen yang telah dilunasinya. Bila seorang pengacara pun angkat tangan bagaimana dengan warga yang ibaratnya buta hukum?
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Mural sejumlah tokoh kartun menghiasi pagar seng dengan latar belakang bangunan apartemen yang menjulang di Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten, Minggu (10/6/2022).
Dengan contoh kasus tadi, konsumen akhirnya dituntut untuk benar-benar jeli. Konsumen harus dengan cermat menjalani langkah-langkah pembelian rumah. Pembelian hunian yang belum terbangun sebisa mungkin harus dihindari atau dibeli dengan sangat berhati-hati.
Membeli properti yang telah terbangun atau telah memiliki legalitas yang lengkap, boleh jadi lebih mahal 10-20 persen. Upaya untuk mengecek sertifikat atau memastikan reputasi pengembang mungkin juga menguras waktu, tenaga, dan uang yang tidak sedikit. Namun, mengeluarkan uang lebih mahal 10-20 persen, jauh lebih baik daripada kehilangan uang 100 persen akibat hunian yang mangkrak.