Tuntutan jaksa dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat tetap dihormati meski timbulkan kontroversi karena ”njomplang”. Publik menilai tuntutan itu tak adil dan melukai rasa keadilan publik.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Tim kuasa hukum menenangkan Richard Eliezer setelah pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023). Richard dituntut pidana penjara 12 tahun dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Kejaksaan Agung telah menuntut hukuman pidana terhadap semua terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana pada Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Tuntutan jaksa tetap dihormati meski menimbulkan kontroversi karena njomplang. Publik menilai tuntutan jaksa itu tidak adil dan melukai rasa keadilan publik. Jaksa menuntut Ferdy Sambo dengan tuntutan seumur hidup, Putri Candrawathi dengan tuntutan 8 tahun penjara, sama seperti Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal. Bharada Richard Eliezer yang diyakini publik sebagai penguak fakta dan bercerita jujur justru dituntut hukuman 12 tahun penjara.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana bertahan atas kritik publik. Ia mengatakan, tuntutan 12 tahun untuk Richard sudah pas. Bagi jaksa, Richard adalah eksekutor yang mengakibatkan Yosua tewas. Status justice collaborator dianggap belum sah sebab belum ada penetapan pengadilan. Fadil berargumen, tuntutan 12 tahun itu sudah lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan terhadap Sambo. Mengapa tidak dari awal diungkapkan bahwa penetapan justice collaborator belum sah sebab belum ada penetapan pengadilan?
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, seperti dikutip media, menyebutkan, Richard bukan penguak fakta. Penguak fakta adalah keluarga Yosua. Logika yang dibangun jaksa sejalan dengan strategi pembelaan kuasa hukum Sambo. Dalam beberapa kali persidangan, kuasa hukum Sambo berupaya mendelegitimasi status justice collaborator Richard. Ini menyakitkan publik dan Richard.
Pendekatan legal-formal dari jaksa sah-sah saja. Namun, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengingatkan, ada gerakan bawah tanah yang berusaha membebaskan atau memperingan hukuman Sambo. Publik tak hanya melihat panggung depan peradilan, tetapi juga harus mampu mencium panggung belakang. Video viral ketua majelis hakim bisa dipandang sebagai ”operasi” tertentu dengan tujuan tertentu.
Ada gerakan bawah tanah yang berusaha membebaskan atau memperingan hukuman Sambo.
Keadilan publik pun bisa terkoyak. Belum lepas dari ingatan publik bahwa Richard yang membuat pengakuan bahwa yang terjadi di Duren Tiga bukan tembak-menembak seperti skenario Sambo. Itu perintah Sambo untuk menembak Yosua dan dilaksanakan Richard. Pengakuan Richard di depan Kepala Polri ikut membuyarkan skenario Sambo. Jika Richard mengikuti skenario Sambo, bisa saja ia mendapatkan imbalan dan kejahatan Sambo tak terungkap. Persidangan yang digelar kini tak bisa dilepaskan dari pengakuan Richard. Ia pun dalam pelindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Fakta yang diketahui publik demikian telanjang. Richard mengakui sebagai penembak. Namun, penembakan itu atas perintah Sambo. Sambo juga memerintahkan anak buahnya merusak barang bukti dan menyusun skenario tembak-menembak. Keluarga Yosua juga sudah memaafkan Richard.
Tuntutan jaksa bukan akhir segalanya. Namun, peran jaksa yang mewakili kepentingan umum mulai diragukan. Hal ini disayangkan. Masih ada pembelaan dari kuasa hukum Richard, lalu replik dan duplik. Biar hakim yang memutuskan.