Hanya karena kelangkaan vaksin sesaat, kesehatan masyarakat dinafikan. Yang harus diperbaiki adalah manajemen pengadaan barang dan jasa di Kemenkes, bukan mencari dalih untuk pembenaran tanpa vaksinasi jemaah umrah.
Oleh
dr Stefanus Lawuyan MPH
·3 menit baca
Surat Edaran HK.02.02/C.I/9325/2022 tentang pelaksanaan vaksinasi meningitis bagi jemaah haji dan umrah, dengan pembebasan vaksinasi meningitis bagi jemaah umrah, menimbulkan keprihatinan mendalam.
Apalagi, saat ini, WHO sedang berupaya menghilangkan penyakit meningitis dari muka bumi melalui program Defeating Meningitis by 2030.
Meningitis adalah infeksi serius pada selaput otak dan sumsum tulang belakang, ditularkan melalui droplet. Meningitis merupakan penyakit mematikan dan menimbulkan kecacatan serius, terutama pada anak.
Bakteri meningitis dapat menimbulkan epidemi yang disertai kematian dalam waktu 24 jam dan menimbulkan kecacatan permanen pada satu dari lima pasien yang bertahan hidup. Semua dapat dicegah dengan vaksinasi.
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/PER/X/2010 Pasal 4 Ayat 1 Huruf o jelas menyebutkan bahwa meningitis merupakan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah.
Bahkan, dalam UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dicantumkan ketentuan pidana sebagaimana termaktub dalam Bab VII Pasal 14 Ayat 1. Ini merujuk pada Pasal 5 Ayat 1 Huruf c: bagi siapa yang menghalangi penanggulangan wabah dalam kerangka pencegahan dan pengebalan diancam pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi- tingginya Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).
Hanya karena kelangkaan vaksin sesaat, semua fakta medis dan kesehatan masyarakat dinafikan. Seharusnya yang diperbaiki adalah manajemen pengadaan barang dan jasa di Kemenkes, bukan mencari dalih untuk pembenaran membebaskan vaksinasi jemaah umrah.
Pernyataan Menteri Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi (KSA) Tawfiq al-Rabiah, bahwa vaksinasi meningitis bukan syarat wajib bagi jemaah umrah, bertentangan dengan Kementerian Kesehatan Pemerintah KSA yang mewajibkan vaksinasi meningitis quadrivalent (ACYW) bagi semua pendatang haji dan umrah.
Seharusnya Kementerian Kesehatan RI menjadi benteng penjaga keselamatan rakyat terhadap semua penyakit baik akut maupun kronis, yang bisa dicegah ataupun diobati akibat dari kesalahan ataupun kesengajaan.
dr Stefanus Lawuyan, MPHSidosermo Indah, Surabaya 60239
Pemilu Terbuka atau Tertutup
Saya heran melihat perdebatan sistem pemilu yang berkembang akhir-akhir ini. Masalah menjadi ruwet. Segala argumentasi dituangkan. Padahal, sistem apa pun yang diberlakukan akan selalu memiliki dampak positif ataupun negatif. Kajian atas dampak negatif dan positif ini mestinya sebelum dirumuskan dirujuk pada konstitusi atau hukum dasar tertulis, yang tidak lain adalah UUD 1945.
Ada yang membawa ke persoalan kedaulatan rakyat. Padahal, UUD 1945 merumuskan di Pasal 1 Ayat (2) bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.
Sementara UUD45 mengatur Pemilihan Umum melalui Bab VIIB. Isinya antara lain:
Menurut Pasal 22E Ayat (2), Pemilihan Umum memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Ayat (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
Ayat 3 menegaskan peserta adalah partai politik. Parpol sebagai pembawa aspirasi politik rakyat menjadi peserta pemilihan anggota DPR dan DPRD. Silakan parpol yang menentukan wakilnya di DPR dan DPRD. Parpol-lah yang menentukan.
Berbeda dengan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah pesertanya adalah perseorangan. Semoga penjelasan ini menjawab atas sistem pemilu yang diatur UUD 1945.
Baharuddin AritonangAnggota PAH I BP MPR (1999-2004)