Banyak ekonom mengingatkan, kita harus membiasakan diri dengan suku bunga tinggi karena inflasi tinggi global saat ini diperkirakan permanen.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Seperti diprediksi, Bank Indonesia kembali menaikkan bunga acuan 25 basis poin, ke 5,75 persen. Langkah ini mampu meredakan inflasi yang meningkat akibat kenaikan harga BBM dan barang impor.
BI mengungkapkan, kenaikan bunga acuan ini dimaksudkan untuk mengembalikan inflasi inti ke target 2-4 persen pada semester I-2023 (Kompas, 20/1/2023).
Dengan inflasi inti dan inflasi umum per Desember 2022 tercatat 3,36 persen serta 5,51 persen (yoy)—di atas sasaran 2-4 persen—para pengamat sebelumnya sudah memprediksi, BI masih akan agresif menaikkan bunga acuan, 3-4 kali tahun ini, dengan suku bunga pada akhir 2023 diprediksi 6,0-6,5 persen.
Sejak Agustus 2022, BI tercatat sudah enam kali menaikkan suku bunga, dengan total kenaikan 225 bps.
Hanya sedikit pengamat yang meyakini, BI untuk sementara akan menahan suku bunga kali ini. Alasan mereka, meskipun masih dihadapkan pada inflasi global yang tinggi dan tren kenaikan suku bunga acuan yang agresif di negara-negara maju; tekanan inflasi di dalam negeri relatif terkendali beberapa bulan terakhir. Demikian pula, tekanan terhadap rupiah, dengan nilai tukar rupiah sempat terkoreksi.
Dengan ekonomi dunia memasuki masa suram dan penuh ketidakpastian pada 2023, kebijakan moneter dan fiskal memainkan peran sangat krusial dalam stabilisasi serta navigasi perekonomian domestik menghadapi turbulensi. Tren kebijakan suku bunga akan mengikuti pula tren global dan dalam negeri.
Dari sisi eksternal, tekanan inflasi yang bisa mendorong suku bunga untuk naik lagi diperkirakan belum akan pergi.
Kenaikan suku bunga agresif di negara maju—dalam rangka menekan inflasi dalam negeri mereka—diperkirakan akan berlanjut pada 2023. Inflasi AS yang sempat 9,1 persen pada Juni 2022 (tertinggi dalam 40 tahun terakhir), memang sudah turun ke 6,5 persen pada Desember 2022, tetapi angka ini masih sangat jauh dari target 2 persen yang ditetapkan.
The Fed juga sudah mensinyalkan masih akan naiknya bunga acuan secara agresif beberapa waktu ke depan. Kondisi sama terjadi di Uni Eropa (UE), yang inflasinya sempat 10,6 persen pada Oktober 2022, dan China. Banyak ekonom mengingatkan, kita harus membiasakan diri dengan suku bunga tinggi karena inflasi tinggi global saat ini diperkirakan permanen.
Pada proyeksi Januari, Bank Dunia merevisi perkiraan pertumbuhan global 2023 menjadi 1,7 persen dari sebelumnya 3 persen. Negara maju diproyeksi hanya tumbuh 0,5 persen, AS 0,5 persen, UE nol persen, dan China 4,3 persen.
Indonesia masih akan tumbuh positif, tetapi tak steril dari perlambatan ekonomi global. Ekspor dan neraca dagang akan terdampak oleh menurunnya permintaan global. Kenaikan suku bunga global juga memunculkan risiko pelarian modal, tekanan nilai tukar, serta naiknya biaya pendanaan.
Di satu sisi, kenaikan suku bunga BI bisa menahan inflasi, tetapi pada saat yang sama, peningkatan suku bunga dapat berdampak pada pertumbuhan sektor riil, konsumsi dalam negeri, dan pertumbuhan ekonomi. Keseimbangan serta ramuan bauran kebijakan yang tepat menjadi penting.