Huruf ”x” memang berstatus sebagai huruf asing dalam banyak bahasa. Lalu, apakah kehadiran huruf ”x” penting dalam bahasa Indonesia?
Oleh
Asep Rahmat Hidayat
·2 menit baca
Kehadiran huruf x di Nusantara telah melewati masa lebih dari 400 tahun. Huruf x turut dalam pengembaraan bangsa asing untuk mencari sumber rempah. Huruf x hadir dalam dua fase, yaitu penggunaan huruf x oleh bangsa asing untuk kosakata Nusantara dan untuk kosakata asing yang digunakan di Nusantara.
Ketika turut dalam ekspedisi Magellan (1519-1522), Pigafetta menuliskan beberapa kosakata dengan huruf x, yaitu bughax (beras), xiritoles (juru tulis), calix (keris), amax (emas), dan pixao (pisau). Penjelajah lainnya, Frederick de Houtman (Spraeck ende Woord-boeck in de Maleysche, 1603), mencatat kata saxsi (saksi), bersaxsi (bersaksi), salaxsa (salaksa), dan sepoelolaxsa (sepuluh laksa).
Lalu, dalam Spieghel van de Maleysche Tale (1612) tercatat kata bersaxzy, bersaxsij, saxsi, saxsijhan, berxebot, dan dalam Dictionarium Malaico Latinum (1631) tercatat kata saxi, bersaxzy, bersaxsij, prixa, sixa.
Sebagaimana keberterimaan x dalam bahasa lain, x dalam bahasa Indonesia penting dalam konteks penghelaan ilmu pengetahuan.
Selain itu, tercatat juga kata manxi (tinta) dalam Vocabularium oste Woorden Boeck (1650) dan laxamana dalam Vocabulaer oste Woorden Boeck (1677). Kosakata tersebut dicatat dengan x tentu berdasarkan bunyi yang didengar dan mirip dalam bahasa penulis.
Huruf x memang berstatus sebagai huruf asing dalam banyak bahasa. Samuel Johnson, penyusun A Dictionary of the English Language (1755), menyatakan X is a letter, which, though found in Saxon words, begins no word in the English language. Pekamus lain, Roorda, dalam Algemeen Nederduitsch Maleisch Woordenboek (1855), menginformasikan hal serupa: huruf x digunakan untuk vreemde woorden ’kata asing’.
Demikianlah dalam kamus-kamus selanjutnya, huruf x digunakan untuk mencatat kosakata asing. Iken dan Harahap dalam Kitab Arti Logat Melajoe (1929, cetakan kelima) sudah mencatat lema dengan huruf x, yaitu xantippe, xenocratie, xenograaf, X-mas, X-stralen, dan xylolatrie.
Kamus Harian Kata-kata Sulit Bahasa Indonesia (1950) memuat dua lema x, yaitu x-benen ’pengkar keluar’ dan x-mas ’Christmas, kersmis’. Kamus Populer (1983) mencatat lema xantippe, x-mas, x-stralen, dan xylologie,
Apakah kehadiran huruf x penting dalam bahasa Indonesia? Sebagai lambang bunyi, bunyi x terwakili oleh bunyi s jika berada di awal kata, seperti senon untuk xenon, dan bunyi ks jika berada di tengah atau di akhir, seperti ekspresi dan kompleks.
Sebagaimana keberterimaan x dalam bahasa lain, x dalam bahasa Indonesia penting dalam konteks penghelaan ilmu pengetahuan. Huruf x sudah diperkenalkan dalam buku pelajaran, seperti Ini Kitab Menjataken Deripada Permoelaan Beladjar Mengedja dan Membatja Soerat-Soerat Malajoe (1869) dan Kitab Peládjâran Bahâsa Mâlajoe (1863).
Huruf x digunakan untuk menuliskan nama dan konsep asing, seperti boekoe Exodus (Adjaran Gampang deri Agama Serani, 1855), exekusie (Atoeran Raad Agama di Tanah Djawa dan Madura, 1885), Xerxes (Hikajat deri pada Perdjandjian jang Lama, 1869), Calixtina, orthodox (Hikajat Gredja, 1885, 1879), extrak (Boekoe Masak Masakan Roepa-Roepa, 1879), extract (Daftar dan Beja Masoek dan Beja Kloear, 1888), exekusi, execusi (Atoeran Hoekoem Atas Anak Negri dan Bangsa Arab, Cina, 1889), aer borax (Boekoe Nasehat, 1920), x-stralen (Kitab Vortaro Segala Perkatahan-Perkatahan Asing Jang Soeda Oemoem Di Goenaken Di Dalem Soerat-Soerat Kabar Melayoe, 1923), xerophiet (Ilmoe Toemboehan, 1928), examen, extra (Berniaga, 1930), Mexico (Boedak Kapal, 1938), export (Poesaka Doenia, tt), dan latex (Poelau-Poelau Hindia Timoer, 1930).
Meskipun belum diterima, pelafalan huruf x dengan eks sudah diatur Edjaan Pembaharuan (1957). Huruf x berterima sebagai abjad Indonesia dalam Edjaan Baru Bahasa Indonesia (1966) karena ”mengingat adanja abdjad Latin Romawi jang menurut tradisi sudah sangat lazim”.
Huruf x memang sulit dilafalkan secara penuh. Dengan menafikan kesulitan lafal itu juga, ejaan anyar kita sudah menerima huruf eu. Apakah ini akan membuka peluang keberterimaan huruf khas lain yang belum ada dalam bahasa Indonesia? Kita tunggu saja.