Wajah Industri Tekfin 2023
Sepanjang 2022, perusahaan tekfin kian terlihat perannya mengakselerasi inklusi keuangan, mempercepat proses, serta meningkatkan kenyamanan pelanggan. Namun, para pemain di ekosistem tekfin harus menguatkan kepercayaan.
Ramalan suram ekonomi dunia 2023 tak menyurutkan optimisme masa depan ekonomi digital Indonesia. Optimisme ini ditopang oleh keyakinan masih bagusnya pertumbuhan ekonomi RI dan prediksi ekonomi digital yang masih terus tumbuh tinggi.
Tahun depan, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, sedangkan OECD, IMF, dan Bank Dunia masing-masing memprediksi pertumbuhan sebesar 4,7 persen, 5 persen, dan 4,8 persen.
Dalam laporan ”e-Conomy SEA 2022”, Google, Temasek, dan Bain & Co memproyeksikan ekonomi digital Indonesia akan mencapai gross merchandise value (GMV, akumulasi nilai pembelian dari pengguna melalui situs atau aplikasi dalam periode tertentu) senilai 77 miliar dollar AS pada 2022. Hingga 2025, ekonomi digital diproyeksikan mencapai 130 miliar dollar AS.
Teknologi finansial (tekfin) yang merupakan bagian dari ekonomi digital, semakin menunjukkan perannya.
Teknologi finansial (tekfin) yang merupakan bagian dari ekonomi digital, semakin menunjukkan perannya. Keseriusan pemerintah dan DPR terhadap industri tekfin dapat dilihat dari UU No 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). UU P2SK yang diundangkan pada 12 Januari 2023 menciptakan dukungan yang sangat signifikan untuk masa depan industri tekfin.
Terus tumbuh tinggi
Ada banyak prediksi bagaimana industri tekfin ke depan. Dalam artikel Forbes, ada empat tren yang paling menonjol, yakni embedded finance , pendanaan alternatif, inisiatif pada lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance/ESG), dan teknologi blokchain (Hung, 2022).
Kita menyaksikan pengintegrasian layanan keuangan ke dalam infrastruktur bisnis nonkeuangan (embedded finance) terus berkembang sangat cepat. Embedded finance ini bisa dijumpai di layanan kredit, pembayaran, investasi, atau investasi di lembaga nonkeuangan yang bisa meningkatkan pengalaman dan loyalitas pengguna.
Produk buy now pay later (BNPL) adalah salah satu contoh perkembangan embedded finance yang marak di Indonesia. Sekitar lima tahun lalu, kehadiran BNPL diinisiasi industri peer-to-peer (P2P) lending. Di 2022, produk ini berkembang pesat pada industri perusahaan pembiayaan yang melekat di banyak platform ¬e-dagang.
Menurut International Data Corporation dalam laporan bertajuk ”How Southeast Asia Buys and Pays: Driving New Business Value for Merchants”, transaksi BNPL dalam ¬e-commerce di Indonesia pada 2020 sebesar 530 juta dollar AS. Pada 2025, nilainya diprediksi melonjak hingga 5,15 miliar dollar AS.
Sementara, di industri pendanaan alternatif, yakni P2P lending juga masih terlihat tren pertumbuhan yang tinggi. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan posisi (outstanding) pendanaan November 2022 sebesar Rp 50,30 triliun atau naik 72,68 persen year on year (yoy). Pertumbuhan relatif tinggi juga terjadi pada transaksi pembayaran digital dan tekfin securities crowdfunding.
Baca juga : Sinergi Bank dan Tekfin Untungkan UMKM
Sepanjang 2022, perusahaan tekfin kian terlihat perannya dalam mengakselerasi inklusi keuangan, mempercepat proses, serta meningkatkan kenyamanan pelanggan. Meski demikian, para pemain di ekosistem tekfin harus menguatkan kepercayaan dalam transaksinya. Tekfin akan semakin inklusif dan tepercaya dengan peran-peran penyelenggara inovasi keuangan digital, seperti agregator, credit scoring, insurtech, atau E-KYC, sesuai dengan kualifikasinya masing-masing.
Dari sisi pertumbuhan, industri tekfin akan terus tumbuh tinggi tahun ini, meskipun harus realistis sebagian akan banyak terpengaruh kondisi perlambatan ekonomi dunia. Produk BNPL kemungkinan akan membesar porsinya di industri pembiayaan, dan di industri P2P lending semakin matang dengan pertumbuhan yang tetap tinggi, tetapi lebih melandai.
Perusahaan rintisan
Untuk industri berbasis teknologi informasi di Indonesia, terekam beberapa catatan negatif di publik dan media di sepanjang 2022. Pemberitaan media terkait kegagalan beberapa perusahaan rintisan (start up), pemutusan hubungan kerja (PHK), strategi bakar uang, atau harga saham yang jauh dari ekspektasi, berpengaruh pada pandangan publik dan investor.
Perusahaan tekfin banyak yang perusahaan rintisan. Dalam riset Tom Eisenmann (2021), lebih dari dua pertiga perusahaan rintisan tak pernah memberikan pengembalian positif kepada investor. Dalam buku Why Startups Fail, Eisenmann menyoroti enam pola berbeda yang umumnya menjadi penyebab kegagalan perusahaan rintisan, antara lain adalah false starts dan speed traps.
Adapun tiga penyebab utama perusahaan rintisan gagal, menurut CB Insights (2021), adalah kekurangan dana (38 persen), tak adanya kebutuhan pasar (35 persen), dan kalah dalam kompetisi (20 persen). Perusahaan rintisan tekfin banyak yang bermodal relatif kecil. Di sisi lain, sebagai perusahaan baru, butuh biaya besar untuk akuisisi pelanggan, infrastruktur teknologi informasi, dan membangun jaringan dan ekosistem.
OJK telah berusaha mengantisipasi problem ini. Dalam beleid yang mengatur industri P2P lending (Peraturan OJK No 10/ 2022), beberapa ketentuan diarahkan untuk mengurai problem industri, khususnya terkait permodalan, tata kelola, manajemen risiko, dan rencana bisnis.
Literasi, regulasi, dan evaluasi strategi
Potensi ekonomi digital yang sangat besar masih akan menarik banyak pihak untuk masuk ke industri tekfin. Namun, banyak hal yang harus dilakukan agar industri tekfin tak terdampak signifikan oleh ramalan suramnya prediksi perekonomian dunia. Setidaknya ada empat catatan penting agar industri tekfin dapat terus tumbuh tinggi dan berkontribusi optimal.
Pertama, terus menggenjot literasi keuangan dan literasi digital. Beberapa problem muncul di industri tekfin, salah satunya akibat rendahnya literasi masyarakat. Berdasarkan survei OJK (2022), indeks literasi keuangan memang sudah naik menjadi 49,68 persen, tetapi indeks literasi tekfin hanya 10,90 persen. Sementara menurut Kominfo (2022), literasi digital masyarakat di 2021 masih 3,49 (kategori sedang).
Para pelaku kejahatan di dunia digital makin mahir dalam memunculkan modus baru yang lebih canggih.
Para pelaku kejahatan di dunia digital makin mahir dalam memunculkan modus baru yang lebih canggih. Mereka memanfaatkan kekurangpahaman masyarakat pada dunia digital. Pemain tekfin, selain turut aktif melakukan edukasi, juga harus meningkatkan digital trust.
Kedua, kebutuhan regulasi dan pengawasan yang menyeimbangkan antara kebutuhan mengembangkan ekosistem digital, inovasi, tata kelola yang baik, dan pelindungan konsumen.
Dalam Fintech and the Future of Finance Overview Paper, Bank Dunia (2022) mengingatkan adanya pergeseran paradigma dalam transformasi keuangan. Ada kebutuhan pendekatan baru dalam regulasi dan pengawasan, serta peningkatan kolaborasi dengan otoritas lainnya. Menurut Bank Dunia, salah satu implikasi kebijakan adalah bagaimana menumbuhkan inovasi dan persaingan yang menguntungkan sambil mengelola risiko.
Ketiga, para pelaku tekfin harus mengevaluasi secara menyeluruh model dan strategi bisnis, serta bagaimana bisa mengarah ke profit. Banyak pelajaran berharga dari kisah kegagalan bisnis perusahaan rintisan yang pernah ada.
Sisi tata kelola (governance) dan manajemen risiko tak boleh diabaikan. Ke depan, investor akan lebih selektif melakukan pendanaan dan melirik perusahaan rintisan yang mengarah ke profitabilitas.
Keempat, memperluas jaringan dan kolaborasi dalam ekosistem. Kolaborasi ini perlu dilakukan, termasuk dengan industri yang memiliki irisan kesamaan bisnis. Contoh model coopetition (persaingan kerja sama) ini telah berjalan pada industri perbankan dan P2P lending. Pada kedua industri yang semula dianggap bersaing ini, kolaborasi ke depan akan semakin menguat.
Munawar Kasan Deputi Direktur di Otoritas Jasa Keuangan