Upaya ekstensifikasi pajak—demi mengejar target penerimaan perpajakan Rp 2.021,2 triliun pada tahun ini—hendaknya tidak berdampak meruntuhkan atau menekan kinerja sektor lain.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Ekstensifikasi pajak hendaknya mempertimbangkan banyak hal. Jangan sampai mendung perekonomian menjadi semakin gelap bagi sektor tertentu.
Mendung kelabu menyaput perekonomian dunia 2022. Deraan berbagai persoalan, mulai dari pandemi hingga geopolitik, membuat banyak negara mesti menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Penyesuaian juga diperlukan untuk menjalani tahun ini atau menyiapkan payung guna menerjang hujan jika mendung semakin pekat.
Indonesia, di bawah gelayut mendung yang sama, juga merasakan dan mengalami, antara lain, kenaikan harga pangan serta harga minyak bumi dan alokasi belanja negara untuk kebutuhan di luar kebiasaan dalam rangka menghadapi pandemi. Namun, Indonesia mendapatkan pula berbagai hal baik, antara lain harga komoditas yang meningkat serta transformasi digital di berbagai sektor.
Hal baik berupa kenaikan harga komoditas, misalnya, turut menopang pendapatan negara. Realisasi pendapatan negara tahun 2022 sebesar Rp 2.626,4 triliun atau 115,9 persen terhadap Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 tentang Perubahan Perpres No 104/2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022. Sebagian besar pendapatan negara berupa penerimaan perpajakan Rp 2.034,5 triliun. Adapun selebihnya berupa penerimaan negara bukan pajak dan hibah.
Realisasi penerimaan perpajakan itu sebesar 114 persen dari Perpres No 98/2022 atau tumbuh 31,4 persen dari realisasi tahun 2021 yang sebesar Rp 1.547,8 triliun. Penerimaan perpajakan didorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta permintaan yang terus membaik, peningkatan harga komoditas, dan peningkatan permintaan barang impor.
Perihal perpajakan, pemerintah mengupayakan peningkatan penerimaan, melalui ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi pajak adalah usaha untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dengan meningkatkan faktor dari luar, berupa memperluas atau menambah jumlah wajib pajak.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mempunyai bekal untuk ekstensifikasi pajak, di antaranya dari data pengintegrasian nomor induk kependudukan dengan nomor pokok wajib pajak. Bekal lain yang sedang disiapkan ialah mengoptimalkan pungutan pajak digital, dengan melibatkan lokapasar di dalam negeri sebagai pemungut pajak.
Keterlibatan platform perdagangan elektronik di dalam negeri sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi barang dan jasa digital ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022. PP No 44/2022 itu adalah peraturan turunan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Upaya ekstensifikasi pajak—demi mengejar target penerimaan perpajakan Rp 2.021,2 triliun pada tahun ini—hendaknya tidak berdampak meruntuhkan atau menekan kinerja sektor lain. Apalagi, ekstensifikasi itu dilakukan di bawah mendung perekonomian yang masih kelabu.