Gangguan pendengaran berdampak kepada banyak aspek kehidupan. Strategi yang efektif untuk mengatasinya dengan imunisasi, pengasuhan anak yang baik, konseling genetik, identifikasi dan pengelolaan kondisi telinga.
Oleh
FX WIKAN INDRARTO
·5 menit baca
Hari Pendengaran Sedunia (World Hearing Day) dirayakan pada Kamis (12/1/2023) bertema ”Peduli Telinga dan Pendengaran untuk Semua”. Kita diingatkan akan pentingnya mengintegrasikan perawatan telinga dan pendengaran di fasilitas kesehatan primer, sebagai komponen penting dari cakupan kesehatan semesta atau UHC (universal health coverage). Apa yang menarik?
Pada tahun 2050, hampir 2,5 miliar orang diproyeksikan mengalami gangguan pendengaran pada tingkat tertentu dan setidaknya 700 juta akan membutuhkan rehabilitasi fungsi pendengaran. Lebih dari 1 miliar orang dewasa muda berisiko mengalami gangguan pendengaran permanen yang sebenarnya dapat dihindari, karena praktik kebiasaan mendengarkan yang tidak aman.
Investasi tambahan tahunan sekitar 1,40 dollar AS per orang diperlukan untuk meningkatkan layanan perawatan telinga dan pendengaran secara global. Selama periode 10 tahun investasi, program ini menjanjikan pengembalian hampir 16 dollar AS untuk setiap dollar AS yang diinvestasikan.
Penyebab gangguan pendengaran adalah multi faktorial pada periode yang berbeda sepanjang rentang hidup. Pada periode prenatal, terdapat faktor genetik, yaitu gangguan pendengaran herediter dan non-herediter dan infeksi intrauterin dari ibu masuk ke janin, seperti virus rubella dan CMV (sitomegalovirus). Pada periode perinatal adalah asfiksia lahir (kekurangan oksigen pada saat lahir), hiperbilirubinemia (ikterus parah pada periode neonatal), berat badan lahir rendah (BBLR), morbiditas perinatal lainnya, dan komplikasi penatalaksanaannya.
Pada masa anak dan remaja adalah infeksi telinga kronis (otitis media supuratif kronis), pengumpulan cairan di telinga (otitis media nonsupuratif kronis), meningitis, dan infeksi lainnya. Sementara pada usia dewasa dan lanjut berupa penyakit kronis, merokok, otosklerosis, degenerasi sensorineural terkait usia, dan gangguan pendengaran sensorineural mendadak.
Faktor yang terdapat sepanjang rentang hidup seperti impaksi serumen (kotoran telinga yang menetap), trauma atau benturan pada telinga atau kepala, suara atau bunyi keras, obat ototoksik, bahan kimia ototoksik terkait pekerjaan, kekurangan gizi, infeksi virus dan kondisi telinga lainnya, onset tertunda atau gangguan pendengaran genetik progresif, dan dampak gangguan pendengaran yang tidak tertangani.
Dampak
Jika tidak ditangani, gangguan pendengaran berdampak pada banyak aspek kehidupan. Di negara berkembang, banyak anak dengan gangguan pendengaran seringkali tidak dapat mengenyam pendidikan formal. Orang dewasa dengan gangguan pendengaran juga memiliki tingkat pengangguran yang jauh lebih tinggi. Di antara mereka yang bekerja, persentase yang lebih tinggi dari orang dengan gangguan pendengaran berada di tingkat pekerjaan dengan gaji yang lebih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja umum.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa gangguan pendengaran yang tidak tertangani menimbulkan biaya global tahunan sebesar 980 miliar dollar AS. Ini termasuk biaya yang dihabiskan dalam sektor layanan kesehatan (tidak termasuk biaya alat bantu dengar), biaya dukungan pendidikan, hilangnya produktivitas, dan biaya sosial. Padahal 57 persen dari beban biaya ini harus ditanggung oleh negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Di antara mereka yang bekerja, persentase yang lebih tinggi dari orang dengan gangguan pendengaran berada di tingkat pekerjaan dengan gaji yang lebih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja umum.
Pencegahan gangguan pendengaran sangat penting sepanjang hidup, dari periode prenatal dan perinatal hingga usia yang lebih tua. Pada anak hampir 60 persen gangguan pendengaran disebabkan oleh penyebab yang dapat dihindari, yang dapat dicegah melalui penerapan langkah intervensi kesehatan masyarakat. Demikian pula pada orang dewasa, penyebab gangguan pendengaran yang paling umum, seperti paparan suara keras dan obat ototoksik, sebenarnya dapat dicegah.
Strategi yang efektif untuk mengurangi gangguan pendengaran pada berbagai tahap kehidupan meliputi imunisasi, praktik pengasuhan anak yang baik, konseling genetik, identifikasi dan pengelolaan kondisi telinga yang umum. Selain itu, juga program konservasi fungsi pendengaran di tempat kerja untuk paparan kebisingan dan bahan kimia, strategi mendengarkan yang aman untuk mengurangi paparan suara keras di tempat rekreasi, dan penggunaan obat yang rasional untuk mencegah gangguan pendengaran ototoksik.
Identifikasi dini gangguan pendengaran dan penyakit telinga adalah kunci penatalaksanaan yang efektif. Program ini membutuhkan skrining sistematis untuk mendeteksi gangguan pendengaran dan penyakit telinga. Program ini sebaiknya dilakukan pada bayi baru lahir, bayi, anak usia prasekolah, dan usia sekolah. Selain itu, juga kepada orang yang terpapar kebisingan atau bahan kimia di tempat kerja, pasien yang menerima obat ototoksik, dan kelompok usia lanjut.
Penilaian pendengaran dan pemeriksaan telinga dapat dilakukan di fasilitas kesehatan primer, rumah sakit, dan layanan komunitas. Alat seperti aplikasi hearWHO dan solusi berbasis teknologi lainnya memungkinkan untuk uji saring penyakit telinga dan gangguan pendengaran.
Aplikasi hearWHO yang saat ini hanya tersedia dalam bahasa Inggris, Spanyol, dan Mandarin memiliki kompatibilitas pada perangkat iOS dan Android, serta didasarkan kepada teknologi digit-in-noise yang tervalidasi. Aplikasi ini memberi masyarakat umum akses ke uji saring pendengaran untuk memeriksa status pendengaran dan memantaunya dari waktu ke waktu.
Aplikasi ini mudah digunakan, dapat menampilkan hasil pemeriksaan, dan menyimpan status pendengaran dari waktu ke waktu. Aplikasi ini sangat direkomendasikan bagi mereka yang sering mendengarkan musik keras melalui perangkat audio pribadi, dan dapat digunakan oleh tenaga kesehatan untuk menyaring orang di komunitas untuk gangguan pendengaran dan merujuk mereka untuk tes diagnostik di RS jika mereka gagal dalam skrining.
Momentum Hari Pendengaran Sedunia 2023 mengingatkan kita bahwa masalah telinga dan fungsi pendengaran merupakan salah satu masalah yang paling sering ditemui di masyarakat. Sebenarnya lebih dari 60 persen dari masalah ini dapat didiagnosis dan ditangani di fasilitas kesehatan primer.
Untuk itu, integrasi perawatan telinga dan fungsi pendengaran ke dalam layanan kesehatan primer dimungkinkan melalui pelatihan tenaga kesehatan dan pembangunan infrastruktur kesehatan. Integrasi semacam itu akan bermanfaat bagi masyarakat dan membantu negara bergerak menuju tujuan UHC.
Apakah kita sudah melakukannya?
FX Wikan Indrarto, Dokter Spesialis Anak di RS Panti Rapih Yogyakarta; Lektor FK UKDW; Alumnus S-3 UGM