Ruang Demokrasi: dari Global Hingga Lokal
Kekuatan dan kelemahan masyarakat sipil tergantung pada perilaku negara melalui kebijakannya. Demokrasi adalah sistem di mana ada pengakuan tentang selalu diperlukannya organisasi masyarakat sipil dalam bernegara.
Rangkaian acara terkait Bali Democracy Forum dengan tema ”Solidaritas dan Kepemimpinan” yang baru berlalu menegaskan banyaknya tantangan sosial ekonomi yang dihadapi secara global.
Tantangan-tantangan sosial ekonomi tersebut muncul bersamaan dengan kuatnya fakta tentang melemahnya peran masyarakat sipil dalam penyelesaian persoalan bangsa-bangsa.
Ini terjadi di tengah semakin tingginya ketimpangan ekonomi secara global, krisis lingkungan dan kesehatan, tantangan institusi otoritatif, dan kebingungan mengendalikan aspek negatif digitalisasi.
Peran organisasi masyarakat sipil
Organisasi masyarakat sipil adalah berbagai organisasi nonpemerintah dan bisnis yang hadir untuk menciptakan upaya kesejahteraan di masyarakat.
Dalam konsep negara demokratis, organisasi masyarakat sipil adalah sumber dihasilkannya nilai-nilai solidaritas. Karena itu, sering organisasi masyarakat sipil dikatakan menjadi pengontrol kecenderungan kekuasaan dan keuntungan ekonomi untuk tak menjadi bertentangan dengan kepentingan luas di masyarakat.
Organisasi masyarakat sipil bukan hanya berperan semata memperbarui nilai dan norma solidaritas sesuai dengan perkembangan zaman.
Baca juga : Pesan Penting dari Bali Democracy Forum: Pulihkan Demokrasi Myanmar
Untuk menjadi berperan, organisasi masyarakat sipil juga harus menguasai teknologi dan teknokrasi pengelolaan masyarakat sesuai dengan bidangnya. Jika ia bergerak di bidang media massa, maka teknologi, tata kelola, dan pola keterlibatan masyarakatnya juga harus terus- menerus diperbarui.
Selain itu, organisasi masyarakat sipil juga harus mampu mengembangkan basis material. Ini membuatnya tidak tergantung pada kekuatan lain.
Kelemahan memudahkan terjadinya kooptasi, baik gagasan, kedudukan, identitas, maupun status. Karena itu, ketimpangan sumber daya ekonomi mematikan kesempatan tumbuhnya keberagaman kreativitas ekonomi, lebih buruk lagi, menciptakan sistem ekonomi dengan pekerja prekariat.
Sistem dengan kontrak mengurangi secara serius tempat kerja sebagai basis pengembangan kemampuan tindakan kolektif. Jika kondisi ini diikuti dengan lemahnya kegiatan-kegiatan kolektif secara sosial, maka tercipta anggota masyarakat yang susah membangun tujuan kolektif.
Namun, kekuatan dan kelemahan masyarakat sipil tergantung pada perilaku negara melalui kebijakannya. Demokrasi adalah sistem di mana ada pengakuan tentang selalu diperlukannya organisasi masyarakat sipil dalam bernegara.
Bagaimanapun kuatnya suatu negara, atau kayanya suatu kelompok bisnis, tanpa masyarakat sipil, kekuatan bangsa akan ditarik pada sifat kekuasaan yang ada pada negara, atau keinginan penguasaan ekonomi pada bisnis.
Tentu penulis menyadari bahwa dalam kondisi nyata ada keberagaman percampuran sifat dari tiap-tiap wilayah ini. Namun, pembahasan yang kompleks bukan di sini.
Intinya adalah semua bangsa membutuhkan masyarakat sipil yang sehat untuk energi terus-menerus memasukkan nilai solidaritas (keadilan, kesamaan, saling penguatan) sosial dalam pembangunan suatu bangsa.
Wilayah masyarakat sipil selama ini ada pada beberapa tingkatan. Di banyak negara, organisasi masyarakat sipil bekerja pada tingkat kewilayahan yang berbeda-beda. ”Masyarakat sipil” juga berada pada tingkat internasional, yang berinteraksi dan bekerja pada forum-forum antarbangsa.
Demokrasi adalah sistem di mana ada pengakuan tentang selalu diperlukannya organisasi masyarakat sipil dalam bernegara.
Mereka ada di unit-unit di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa, Bank Dunia, bahkan ASEAN. Mereka sedianya berperan menghasilkan standar, prinsip, konvensi yang akan dijadikan acuan universal.
Di tingkat lebih rendah, ada organisasi-organisasi pembangunan yang berada di bawah suatu negara dan organisasi pembangunan yang bekerja di banyak negara. Mereka mungkin akan membawakan prinsip-prinsip yang dihasilkan di tingkat antarbangsa pada saat menjalankan program-program di banyak negara.
Kegagalan lembaga internasional
Persoalannya adalah organisasi antarbangsa sejauh ini tampak tertinggal dalam menangani isu-isu struktural. Terbukti kegagalan ini mempertahankan dan mengembangkan bentuk ketimpangan ekstrem di seluruh dunia.
Beberapa hal penting yang tidak ditangani secara sistematis (seharusnya sejak puluhan tahun lalu) adalah prinsip dan model-model pemajakan bagi organisasi dan individu yang memiliki model pengelolaan aset beragam, termasuk sistem pewarisan.
Mereka juga gagal mengontrol status ”kelegalan bebas pajak” dari perusahaan-perusahaan cangkang yang bagaimanapun mengaitkan juga organisasi keuangan besar dalam mengelola aset secara tertutup.
Sekarang ini organisasi internasional terlihat sangat ketinggalan dalam menangani persoalan dominasi beberapa perusahaan digital. Dalam menggerakkan demokrasi di seluruh dunia, lembaga-lembaga antarbangsa gagal mengembangkan skema pelibatan para aktor politik yang bekerja di negara masing-masing.
Mekanisme pelibatan terlalu bersifat bergantung pada posisi jabatan di pemerintahan (portofolio) daripada mengembangkan mekanisme yang dapat bergulir di negara-negara anggota.
Tiga kelemahan
Terdapat tiga kelemahan dasar dari bekerjanya organisasi pembangunan internasional dan lembaga kerja sama pembangunan resmi negara.
Kelemahan pertama, kurang dapat reflektif dengan konteks lokal. Mereka cenderung menjalankan beberapa skema yang sedang populer (bertahan bisa sampai satu dekade!).
Kelemahan kedua adalah tidak mampu bersinergi secara lebih baik dalam menghadapi tantangan demokratisasi di banyak negara.
Kelemahan ketiga adalah ketergantungan pada beberapa mitra lokal yang dianggap mampu dalam skema dan administrasi pembangunan yang mereka tawarkan.
Di pihak lain, terdapat bahaya ”penyatuan kenyamanan”, di mana kedua belah pihak dalam prosesnya kurang kritis pada skema kerja awal.
Sekarang ini organisasi internasional terlihat sangat ketinggalan dalam menangani persoalan dominasi beberapa perusahaan digital.
Masyarakat sipil, baik pada tingkat internasional maupun lokal, juga lambat dalam membuat sinergi dengan kelompok-kelompok masyarakat baru yang piawai menggunakan komunikasi digital. Kelompok-kelompok baru ini bergerak baik sebagai individu maupun kelompok independen, yang sebagian masuk dalam kategori social entrepreneur.
Mungkin mereka tak membuat klaim identitas tentang demokratisasi, tetapi kerja mereka mengandung gagasan ”perbaikan masyarakat/komunitas”. Mereka ”masyarakat sipil” masa kini dengan potensi pengelolaan sumber daya sendiri.
Jika mereka ”dijangkau” oleh organisasi masyarakat sipil konvensional dengan klaim identitas masyarakat sipil yang lebih jelas, kelompok-kelompok baru ini menjadi kekuatan masyarakat sipil secara umum.
Digitalisasi yang diadopsi banyak pemerintahan di klaim telah meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Mungkin benar terutama soal transparansi. Namun, masalah akuntabilitas adalah soal lain. Digitalisasi tidak menjamin aspek ini.
Baca juga Mempersoalkan Imparsialitas Platform Digital
Akuntabilitas adalah upaya mendapat legitimasi bahwa suatu program, atau keberadaan institusi publik, sesuai dengan kerangka tujuan dan cara-cara pencapaian yang diterima masyarakat.
Digitalisasi kebanyakan dibuat tanpa melibatkan organisasi-organisasi nonpemerintah, termasuk perguruan tinggi, dalam hal substantif, misalnya bagaimana data ditarik, diolah, dan dimanfaatkan. Digitalisasi jauh melampaui hanya masalah desain sistem. Ada banyak isu inklusi-eksklusi dan hak warga negara dalam digitalisasi.
Menyelamatkan ruang publik
Civil Society and Media Forum yang merupakan bagian dari Bali Democracy Forum mengangkat isu menyelamatkan ruang publik sebagai bagian dari skema untuk menjaga pembangunan yang akuntabel dengan tujuan-tujuan kesejahteraan umum.
Untuk mewujudkan ini, baik pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil memiliki tanggung jawab masing-masing.
Pemerintah Indonesia, antara lain melalui Bali Democracy Forum, harus mengangkat isu-isu yang dihasilkan pada tingkat internasional.
Pemerintah harus memfasilitasi bagaimana instrumen dan mekanisme yang ada pada tingkat internasional, misalnya indeks-indeks demokrasi dan antikorupsi, dijalankan oleh organisasi masyarakat sipil.
Pemerintah wajib memberi ruang bagi organisasi masyarakat sipil untuk menerapkan, memperluas, dan memperbarui indeks-indeks tersebut agar lebih menjadi kontekstual dan menggerakkan.
Peran pemerintah lainnya adalah menghentikan wilayah publik dicemari oleh hoaks dan buzzer. Itu adalah bentuk tanggung jawab negara sesuai zaman, yaitu era digital.
Penerapan e-digital juga melibatkan organisasi masyarakat sipil yang kompeten dalam pembuatan kerangka pengembangannya.
Ilustrasi
Pemerintah daerah harus memfasilitasi berkembangnya kewiraswastaan sosial. Kewiraswastaan sosial adalah arena sosial bagi masyarakat sipil dalam mengembangkan kemampuan mengelola sumber daya, selain juga arena untuk mengembangkan gagasan tentang kewarganegaraan.
Pemerintah daerah harus memfasilitasi bukan hanya dari peraturan, melainkan juga mobilisasi sumber daya, termasuk memfasilitasi kerja sama multipihak dalam upaya ini.
Organisasi masyarakat sipil sendiri harus mengembangkan kerangka kerja samanya. Kompetensi masuk dalam e-governance harus dikembangkan.
Termasuk di dalamnya merangkul kelompok-kelompok masyarakat dengan format baru yang muncul di era digitalisasi.
Meuthia Ganie-Rochman Sosiolog Organisasi, Mengajar di Universitas Indonesia