Redefinisi Deforestasi
Uni Eropa (UE) mendefinisikan deforestasi berdasarkan komoditas pertanian, perkebunan, dan peternakan yang berasal dan dari kawasan hutan, tak terkecuali itu hutan produksi, lindung, atau konservasi.

Undang-Undang Uni Eropa (UU UE) tentang enam komoditas bebas deforestasi disahkan pada 6/12/2022. Enam produk itu adalah kayu, minyak sawit, kopi, cokelat, kedelai, dan daging. Aturan baru ini akan berdampak pada produk-produk hasil hutan Indonesia.
Sawit Indonesia dianggap sebagai penyebab deforestasi karena mengubah hutan menjadi kebun, juga kayu, kopi, dan peternakan. Larangan itu juga termasuk produk turunannya, seperti kulit, cokelat, dan mebel.
Parlemen Eropa juga ingin memasukkan daging babi, domba, kambing, dan unggas, serta jagung, karet, arang, dan kertas. Apabila Indonesia menerima regulasi tersebut, pemerintah harus mematuhi aturan dengan sistem verifikasi dan sertifikasi yang ditetapkan Eropa.
Produk kehutanan bebas deforestasi adalah produk yang berasal dari hutan, tetapi bukan dari pembalakan liar, bukan dari kawasan hutan konservasi ataupun hutan lindung. Asal-usul produknya dapat ditelusuri rekam jejaknya dari hulu sampai hilir.
Dengan regulasi baru ini, Indonesia harus mengkaji ulang pengertian deforestasi sebagai menghilangnya wilayah hutan dan tutupan hutan untuk kepentingan tertentu sehingga hutan kehilangan fungsi utamanya. Secara hukum (de jure), hilangnya vegetasi kayu-kayuan dalam kawasan hutan menjadi indikator kegiatan deforestasi, tanpa memperhatikan komoditas pertanian, perkebunan, dan peternakan selain kayu dari kawasan hutan itu.
Standar deforestasi UE lebih detail dan rinci. UE mendefinisikan deforestasi berdasarkan komoditas pertanian, perkebunan, dan peternakan yang berasal dan dari kawasan hutan, tak terkecuali itu hutan produksi, lindung, atau konservasi. Pertanian, perkebunan, dan peternakan di kawasan hutan dianggap sebagai deforestasi.
Dalam hutan konservasi dan hutan lindung sebagai kawasan lindung, menurut UU No 26/2007 tentang Tata Ruang, harus dibebaskan dari praktik-praktik penebangan kayu dan budi daya tanaman pertanian, perkebunan, dan peternakan tanpa kecuali.
Karena komoditas sawit, kopi, cokelat sering ditemukan dalam kawasan hutan, perlu dikaji definisi dan keberadaannya. Apalagi sawit telanjur masuk kawasan hutan 3,2-3,4 juta ha, ini harus segera dituntaskan.
Pramono Dwi SusetyoPensiunan KLHK, Villa Bogor Indah, Bogor
Terbuai Jargon
Kata-kata indah berdampak baik. Orang yang mendengar kalimat indah akan berpikir, berkata, dan berbuat baik. Maka, hindari kalimat buruk.
Sejak dulu kita mengenal banyak kalimat indah, seperti Indonesia adalah negara subur, kaya sumber daya alam. Orang Indonesia ramah tamah, berbudi pekerti tinggi, berbudaya luhur. Indonesia bangsa religius dan toleran karena berjiwa Pancasila.
Sayang, semua itu dogma penguasa, rakyat terbuai, tetapi sesungguhnya tidak paham esensinya. Kalimat indah sekadar slogan tanpa makna.
Kalimat indah awalnya konstruksi elite politik, diindoktrinasi kepada rakyat melalui berbagai cara, termasuk dengan pemaksaan. Agar dogma berubah, ada beberapa faktor yang menentukan. Di antaranya pemenuhan kebutuhan dasar dan lanjutan. Ketika lapar, orang sulit berpikir.
Selanjutnya setiap orang harus cerdas. Di antaranya mendapat akses pendidikan formal berkualitas dan adil, tetapi biaya terjangkau. Pendidikan berkualitas merupakan tanggung jawab negara.
Berbagai tindak kriminal, terorisme, korupsi, kebohongan, manipulasi data, perusakan lingkungan, intoleransi, dan perundungan jelas bertentangan dengan kalimat indah.
Perilaku tidak indah ini karena pelaku tidak paham makna di balik kalimat indah. Masyarakat membutuhkan contoh nyata dan konsisten dari tokoh masyarakat dan elite politik. Selama mereka sekadar berwacana, tapi mengatasnamakan rakyat, kalimat indah hanya jadi pengantar tidur dan menguap bersama mimpi.
Yes SugimoJl Melati Raya, Melatiwangi, Bandung 40616
Soal Bahasa
Sudah lima bulan berlalu, peristiwa terbunuhnya Brigadir Joshua masih jadi topik utama pemberitaan. Namun, motif utama pembunuhan itu belum juga terungkap.
Begitu banyak lembaga dan pengacara yang terlibat. Semua orang merasa terlibat karena ada tayangan langsung di layar televisi. Saya tidak mau ikut-ikutan membahas kasus tersebut. Saya cuma mau membahas ketidaktepatan istilah yang digunakan. Tidak saja oleh polisi atau para kuasa hukum yang terlibat, tetapi juga oleh media massa.
Di awal kasus ini disebutkan bahwa Putri Candrawathi mengalami ”pelecehan seksual”. Lalu sang suami, Irjen Ferdy Sambo, beralasan tersulut emosinya.
Selang berapa waktu, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Putri mengaku mengalami ”kekerasan seksual” oleh Joshua (Kompas, 7/9/2022).
Buat saya, istilah pelecehan dan kekerasan itu sama membingungkan. Apa maksud dari eufemisme ini?
Saya pernah mengangkat istilah ini di Kompas (Surat kepada Redaksi, 21 Agustus 2020). Saya berharap media atau lembaga paling berwenang, dalam hal ini Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, ikut memikirkan.
Dulu kita mengenal istilah pelanggaran susila, yaitu pelanggaran atas norma-norma susila yang berlaku umum. Kata ini antara lain menggantikan kata perkosaan yang kasusnya banyak mencuat di masa lalu. Perkosaan berarti tindakan pemaksaan seksual terhadap korban. Istilah pelanggaran susila jelas membuat rancu karena tidak jelas tindakan yang dilakukan dan tidak membedakan apakah dalam tindakan itu ada unsur paksaan atau tidak.
Kemudian muncul istilah pelecehan seks. Kata leceh menurut KBBI II berarti ’kelakuan buruk’. Kemudian ada penjelasan ’menghinakan, memandang rendah’ atau ’mengabaikan’. Menurut pengertian saya, pelecehan lebih bersifat pelanggaran sopan santun dan nonfisik.
Dalam perkembangannya, semua pihak bisa menerima istilah baru tersebut sehingga pelecehan seksual atau pelecehan seks menjadi populer dan umum digunakan. Padahal, istilah pelecehan yang tidak menyangkut tindakan fisik itu sangat berbeda makna dengan perkosaan yang jelas-jelas mengandung tindak paksa atau kekerasan.
Ada lagi istilah eksploitasi seksual. Istilah ini juga tidak membedakan kekerasan, paksaan, dengan non-kekerasan.
Meskipun telah diberitakan dan disidang berbulan-bulan, penyebab tetap sumir, antara lain karena penggunaan istilah yang tidak jelas itu.
Apakah pengakuan kekerasan seksual oleh Putri itu bisa disamakan dengan (sekadar contoh) kekerasan yang dialami 20 santriwati yang digagahi gurunya di pondok pesantren di Bandung beberapa bulan lalu?
Jika dari awal istilah yang digunakan cukup jelas, misalnya perkosaan, di Magelang atau di Duren Tiga, mungkin sidang pengadilan tidak perlu bertele-tele seperti sekarang.
Kita perlu kembali bersikap lugas, termasuk penggunaan istilah dalam media umum. Mari kita meluruskan istilah yang terus diperhalus sampai kehilangan arti yang sesungguhnya. Ayo, kita luruskan apa yang bengkok. Jangan cuma memperhalus supaya kedengaran sopan, tetapi mengaburkan mana salah benar.
Renville AlmatsierJl KH Dewantara, Ciputat, Tangerang Selatan 15411
Bus ”Ngetem”

Bus metrotrans dari Transjakarta berhenti di halte di Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (8/9/2020). Papan di halte tersebut berisi informasi tujuan dan kode QR untuk rute yang lebih detail melalui aplikasi. Sistem Jak Lingko dari Transjakarta mengintegrasikan semua moda, baik angkutan berbasis jalan maupun angkutan rel. Jika semua angkutan terintegrasi, layanan akan menjadi efektif, efisien, ekonomis, dan berkelanjutan.KOMPAS/AGUS SUSANTO8-9-2020
Bus Metrotrans F-4 jurusan Pulogadung-Pinangranti cukup menolong para calon penumpang, khususnya di wilayah Jakarta Timur dan Pondokgede, Bekasi.
Sebagai sarana angkutan umum, Metrotrans F-4 cukup bagus dan nyaman. Sayang, kepastian keberangkatan bus dari Terminal Keberangkatan Pinangranti tidak akurat.
Pada Selasa, 6 November 2022, sore, jarak waktu pemberangkatan lebih dari 25 menit. Artinya, bus TJ 0773 saat itu terlalu lama ngetem.
Jam keberangkatan kendaraan yang tak menentu ini mengurangi minat para calon penumpang untuk naik. Banyak tempat duduk kosong dari Terminal Pinangranti.
Sebaiknya pengelola memastikan hideaway setiap bus diumumkan. Manajemen operasi kendaraan umum yang akurat bisa menjadi patokan calon penumpang, kapan harus menunggu di tempat pemberhentian bus.
A RistantoJatimakmur, Pondokgede, Kota Bekasi