Dana Abadi Daerah sebagai Katalisator Perekonomian Daerah
Salah satu inovasi untuk menghadapi tantangan desentralisasi fiskal adalah dengan membentuk dana abadi daerah. Dengan ini, pemda dapat membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik tanpa bergantung kepada pusat.
Oleh
MUHAMMAD RAFI BAKRI
·5 menit baca
HERYUNANTO
Ilustrasi
Selama 20 tahun terakhir, desentralisasi fiskal telah menunjukkan berbagai kinerja yang positif dan berkontribusi terhadap pencapaian target nasional. Hal ini tecermin dari Indeks Theil yang menunjukkan tren menurun dari 0,332 (2016) menjadi 0,230 (2020). Selain itu, penerimaan pajak daerah terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) pada 2016-2019 juga meningkat signifikan. Pelayanan administrasi publik, pendidikan, kesehatan, infrastruktur daerah, dan kesejahteraan masyarakat berdampak positif terhadap tren ini.
Meskipun menunjukkan kinerja yang positif, desentralisasi masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Pertama, pemanfaatan dana alokasi umum (DAU) belum optimal. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah, hampir 64,8 persen DAU digunakan untuk belanja pegawai, bukan untuk pelayanan publik.
Kedua, rasio pajak daerah tertekan sebesar 1,2 persen pada 2020 akibat pandemi. Ketiga, dana bagi hasil (DBH) juga berpotensi menurun di masa mendatang mengingat banyak daerah yang sangat bergantung pada sumber daya alam yang tak terbarukan. Sumber daya alam ini menipis sehingga pada akhirnya akan habis.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Peraturan ini menggantikan UU No 32/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. UU HKPD melahirkan berbagai inovasi kebijakan bagi pemerintah daerah menghadapi tantangan desentralisasi.
Salah satu inovasi dari peraturan tersebut adalah membentuk dana abadi daerah. Pasal 164 menyatakan bahwa daerah dengan kemampuan fiskal yang sangat tinggi dan pemenuhan pelayanan publik yang relatif baik dapat membentuk dana abadi daerah.
Hasil pengelolaan dana abadi daerah dapat ditujukan untuk memperoleh manfaat ekonomi dan sosial serta memberikan tambahan dana bagi pemerintah daerah di luar transfer dari pemerintah pusat. Pemerintah pusat mengizinkan pemerintah daerah untuk mengelola dana abadi daerah melalui bendahara umum daerah atau badan layanan umum.
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
Grafis penyaluran transfer ke daerah (TKD) hingga 31 Juli 2022
Kapasitas fiskal
Menurut Peraturan Menteri Keuangan, kapasitas fiskal adalah pendapatan bersih yang dikurangi dari pengeluaran tertentu. Semakin tinggi kapasitas fiskal menunjukkan semakin baik dalam menghasilkan pendapatan.
Kapasitas fiskal suatu daerah bisa menjadi sangat tinggi ketika nilai indeksnya melebihi 1,745. Berdasarkan data Ditjen Perimbangan Keuangan, 55 kabupaten/kota memiliki indeks kapasitas fiskal yang sangat tinggi. Natuna memiliki indeks tertinggi 23,03, Padang Panjang 8,63, Sukamara 7,55, Berau 5,93, dan Tarakan 5,79.
Faktanya, lima kabupaten/kota dengan indeks kapasitas fiskal terbesar di Indonesia adalah daerah di luar Jawa. Namun, kenyataannya kondisi daerah-daerah tersebut masih tertinggal dengan daerah-daerah di Jawa. Dengan kapasitas fiskal yang sangat tinggi, daerah dapat menciptakan dana abadi daerah.
Praktik dana abadi memiliki dampak yang signifikan di Indonesia. Namun, pengelolaan dana abadi masih terbatas pada pemerintah pusat.
Dengan dana abadi daerah, pemerintah daerah dapat membangun lebih banyak infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik tanpa bergantung pada transfer dari pemerintah pusat. Hal ini memungkinkan daerah-daerah di Indonesia dapat mengakselerasi pembangunan ekonominya secara mandiri sehingga pembangunan tidak hanya terpusat di Pulau Jawa.
Farouk Sou Farouk Soussa (2019) menyatakan bahwa Negara Teluk juga menghadapi masalah yang sama dengan Indonesia 40 tahun lalu. Daerah-daerah tersebut sangat bergantung pada sumber daya alam sebagai sumber pendapatan. Kondisi tersebut diperparah dengan penurunan harga minyak dan gas pada 2014 yang juga menjadi momentum mereka untuk melakukan reformasi fiskal. Reformasi yang mereka lakukan adalah pembentukan dana abadi atau yang sering disebut Sovereign Wealth Fund (SWF).
Karen E Young (2020) mengungkapkan bahwa praktik dana abadi ini memiliki dampak positif sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi Negara Teluk. Mereka memiliki banyak pendapatan dari minyak bumi. Kelebihan pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya tertentu kemudian diinvestasikan. Hasil dari investasi ini digunakan untuk meningkatkan infrastruktur dan pelayanan publik agar generasi penerus dapat menikmati manfaat dari dana abadi tersebut.
Kebijakan ini dapat menjadi pilihan bagi kesejahteraan antargenerasi dan percepatan ekonomi daerah. Karena hasil positif tersebut, negara-negara GCC sangat masif menempatkan dananya di SWF. Pada 2022, Uni Emirat Arab memiliki dana abadi sebesar 790 triliun dollar AS, Kuwait memiliki 750 triliun dollar AS, dan Qatar memiliki 461 triliun dollar AS.
Praktik dana abadi memiliki dampak yang signifikan di Indonesia. Namun, pengelolaan dana abadi masih terbatas pada pemerintah pusat. Salah satu lembaga yang diberi kewenangan untuk mengelola dana abadi adalah Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang fokus pada pengelolaan dana pendidikan.
Pada 2022, LPDP diproyeksikan mengelola Rp 20 triliun yang dapat digunakan untuk kebutuhan penelitian, pendidikan tinggi, dan pengembangan bagi masyarakat Indonesia. LPDP telah memberikan beasiswa pendidikan kepada 27.995 orang dari tahun 2013 hingga 2020 dan membiayai 1.668 proyek penelitian dengan total nilai Rp 1,4 triliun.
Kinerja positif LPDP membuka pintu bagi pemerintah daerah untuk meniru pengelolaan dana abadi daerah untuk pendidikan. Dengan pelaksanaan yang tepat, dimungkinkan ada versi LPDP lain dari setiap pemerintah daerah sehingga semua masyarakat lokal yang membutuhkan bantuan dalam melanjutkan pendidikan dapat dijangkau.
Akuntabilitas dan transparansi diperlukan dari pengelolaan dana itu sendiri. Pemerintah daerah dapat berkonsultasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai penguatan sistem untuk memastikan akuntabilitas pengelolaan dana abadi daerah.
Pemerintah daerah harus transparan kepada publik terkait dengan pengelolaan dana abadi. Pemda bisa membuat portal terintegrasi, seperti SWF Scoreboard melalui Kemendagri. Melalui portal ini, masyarakat dapat mengetahui keadaan dana abadi di setiap daerah. Terakhir, untuk memastikan akuntabilitas pengelolaan dana abadi, BPK dapat melakukan pemeriksaan mendalam terkait dengan laporan keuangan pemerintah daerah dan audit kinerja dana abadi daerah.
Muhammad Rafi Bakri, Pengelola Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan