Analisis Romo kuat nilai humanis. Dalam artikel "Bila Messi Bermain untuk Anaknya" Romo menulis tentang kewibawaan dan otoritas kepemimpinan sang bintang ketika memimpin rekan-rekannya di tengah lapangan.
Oleh
Hock Ferdy Windah
·3 menit baca
Salah satu yang dinanti ketika berlangsung turnamen besar seperti Piala Dunia 2022 di Qatar adalah ulasan Romo Sindhunata. Saya memang mengikuti artikelnya sejak 1988, ketika Piala Eropa berlangsung.
Saya bersyukur sempat mengoleksi buku Bola-Bola Nasib: Catatan Sepak Bola Sindhunata (Jakarta, Penerbit Buku Kompas 2002). Hingga sekarang saya masih berulang-ulang membaca buku ini.
Dalam Piala Dunia kali ini, Romo kembali mengentak saya dengan artikel yang berjudul Menggempur Egoisme Diri (Kompas, 25/11/2022) yang mengulas Meneer Louis van Gaal. Saya juga sangat terkesan ketika Romo menulis tentang keajaiban Doha dengan judul Bertarung dengan Spirit Bushido (Kompas, 5/12/2022).
Analisis-analisis Romo kuat akan nilai humanis. Artikel Bila Messi Bermain untuk Anaknya (Kompas, 9/12/2022), Romo menulis tentang kewibawaan dan otoritas kepemimpinan sang bintang ketika memimpin rekan-rekannya di tengah lapangan.
Juga dalam artikel berjudul Berjuang dengan Hati (Kompas, 14/12/2022) yang bercerita tentang keajaiban timnas Maroko saat mengalahkan Ronaldo dkk di babak perempat final. Romo menyoroti Walid Regragui, pelatih tim nasional Maroko, yang menyelinap pergi menjumpai Fatima, ibunya, untuk merayakan kemenangan yang dramatis itu.
Sebagai bentuk apresiasi, maka saya mengkliping semua artikel yang ditulis Romo Sindhunata sepanjang Piala Dunia Qatar berlangsung. Terima kasih Romo.
Kompas (19/12/2022) memberitakan penutupan Bogor Mini Zoo akibat kematian dua monyet ekor panjang dan pelanggaran izin konservasi.
Penutupan ini atas perintah Pemerintah Kota Bogor. Di fasilitas itu juga ditemukan hewan dilindungi tanpa izin. Istilah kebun binatang juga tanpa izin konservasi.
Kematian ini diduga karena pengelolaan monyet yang kurang baik. Ukuran kandang sekitar 5 m kubik dan diisi belasan ekor monyet.
Sayang sekali monyet yang mati tidak diotopsi. Padahal, di Bogor ada Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Pusat Studi Primata IPB, dan juga Balai Besar Penelitian Veteriner.
Tidak diberitakan adakah dokter hewan yang bertugas mengawasi kesehatan hewan di Bogor Mini Zoo. Andaikan segera setelah monyet mati dibawa ke salah satu lembaga di atas, besar kemungkinan bisa mengungkap apa penyebab kematian.
Pengungkapan dini penyebab kematian monyet sangat diperlukan. Terlebih apabila penyebab kematian adalah penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang bisa menular dari hewan ke manusia.
Pengembalian monyet ke Pasar Pramuka di Jakarta seharusnya tidak dilakukan agar kelak tidak mengalami perlakuan yang sama.
Langkah terbaik adalah memeriksa kesehatan semua monyet yang tersisa, lalu menjalani pelatihan hidup di alam, sebelum dilepasliarkan.
Menurut pengamatan Animal Defender Indonesia, monyet ekor panjang dikhawatirkan lenyap. Banyak yang belum paham bahwa pemeliharaan satwa liar yang tidak semestinya merupakan pelanggaran kesejahteraan hewan.
Soeharsono, drh, DTVS, PhDMantan Penyidik Penyakit Hewan, Tinggal di Denpasar
Juru Kunci
Prof Dr Dwikorita Karnawati pernah jadi rektor UGM. Sekarang Kepala BMKG.
Dia ditertawakan seorang pejabat ketika masuk ke kolong meja saat terjadi gempa. Padahal, tindakan itu sebagai langkah kehati-hatian.
Kamis (22/12/2022), bertepatan dengan Hari Ibu, di televisi dia dijuluki ”Juru Kunci Gempa dan Cuaca”. Juru kunci lazimnya penjaga makam.
Namun, juru kunci juga sebutan bagi tim yang mendapat peringkat paling bawah. Misalnya, dalam pertandingan pilih mana: sepak bola, atau bola basket, misalnya.
Julukan metaforis ”juru kunci” bagi Ka BMKG itu tidak ”pas”. Istilah ”bahu reksa” lebih baik, berarti ’penjaga tempat (pohon atau sendang, dsb) gawat keliwat-liwat, wingit kepati-pati, yang sakral’. Bumi—satu-satunya rumah kita ini—dengan gempanya, badainya, erupsi gunungnya, dsb juga sakral (setidak-tidaknya dalam monisme).