Pemanasan global nyata membuat Bumi makin ”repot” untuk didiami. Manusia harus menebus sikap leletnya dengan ”ongkos” yang sangat mahal.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Mimpi akan Natal putih penuh salju, yang menjadi baris pembuka lagu ”White Christmas”, mungkin bernapas nostalgia. Irving Berlin menulis lagu ini tahun 1942.
Lagu itu diciptakan untuk film musik Holiday Inn serta memenangi Academy Award untuk Best Original Song pada Academy Awards ke-15. ”I am dreaming of a White Christmas. Just like the one I used to know….”
Kini salju juga mewarnai Natal, tetapi dalam skala ekstra fenomenal. Dalam berita di harian ini, juga di Kompas.id, Senin (26/12/2022), disinggung jatuhnya 18 korban jiwa akibat badai salju, kecelakaan lalu lintas, yang dipicu oleh jalan yang licin tertutup es. Ambulans terlambat menolong warga yang sakit.
Menurut Badan Cuaca Nasional Amerika Serikat, Minggu (25/12), suhu rata-rata di AS minus 11 derajat celsius. Prakiraan lain menyatakan, dalam dua-tiga minggu mendatang turun salju dengan ketinggian mencapai 2 meter.
Menurut lirik Irving Berlin, saat Natal Putih, puncak pepohonan berkilau gemerisik, dan anak-anak mendengarkannya, seperti ia mendengar lonceng kereta salju berisik, dan anak-anak pun menikmatinya. Sungguh penuh nostalgia.
Bayangan Natal Putih kini boleh jadi hanya bisa diimpikan. Cuaca dingin berubah menjadi ”monster” yang mencekam, mengerikan, ditandai badai salju ”siklon bom” yang mencekam. Berbagai laporan melukiskan upaya warga melawan suhu dingin ekstrem. Ada remaja yang membakar bajunya untuk mendapat kehangatan. Suku asli Amerika di South Dakota berupaya keras mendapatkan bantuan dari pihak berwenang untuk mengirim bahan makanan yang makin menipis.
Cuaca dingin berubah menjadi ”monster” yang mencekam, mengerikan, ditandai badai salju ”siklon bom” yang mencekam.
Pendinginan ekstrem dan badai salju hebat kini menggantikan berita tentang gelombang panas, yang menjadi topik pemberitaan pertengahan tahun ini. Jika melihat waktunya, terasa tak berubah, bahwa panas datang di pertengahan tahun dan suhu dingin datang di akhir tahun di belahan bumi Utara. Namun, di sana-sini terjadi kekacauan musim. Bisa saja cuaca dingin mengamuk di tengah musim panas dan sebaliknya.
Lebih mengerikan lagi, sesungguhnya adalah ekstremitasnya. Jika semula ramalan salju di AS mencapai 2 meter, perkiraan terbaru, Senin (26/12) pagi, menyebutkan salju akan mencapai ketinggian lebih dari 3 meter. Bisa kita bayangkan dinginnya dan kekacauan yang bakal ditimbulkannya. Badai salju membuat banyak penerbangan juga dibatalkan.
Dalam dunia meteorologi dikenal fenomena anomali cuaca. Mungkin sekali-sekali ada penyimpangan yang tidak seperti lazimnya. Namun, di tengah menguatnya wacana pemanasan global yang makin akut, mau tak mau orang harus makin mengambil aksi drastis untuk mengerem fenomena ini meski sering disebut ”waktu hampir habis”.
Oleh sebab terlalu banyak ”cingcong” pembuat keputusan dan tak sinkronnya antara komitmen dan realisasi, pemanasan global nyata membuat Bumi makin ”repot” untuk didiami. Manusia harus menebus sikap leletnya dengan ”ongkos” yang sangat mahal. Badai salju di AS semestinya kian menguatkan tekad manusia untuk menyelamatkan Bumi dan diri sendiri.