Evaluasi berkala dan berkelanjutan harus dijalankan paska kesepakatan tersebut. Bila tanpa pertumbuhan, apa artinya terjadi kesepakatan?
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Relasi Indonesia dan Vietnam, tetangganya dalam satu kawasan, sungguh unik. Indonesia-Vietnam kerap berselisih di laut meski damai-damai saja di darat.
Kini, dua negara ini bersepakat di laut. Kesepakatan penentuan batas zona ekonomi ekslusif (ZEE) diumumkan Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc, Kamis (22/12/2022) di Istana Bogor, Jawa Barat. ”Setelah perundingan intensif selama 12 tahun, Indonesia dan Vietnam akhirnya dapat menyelesaikan perundingan garis batas zona ekonomi eksklusif,” kata Presiden Jokowi.
Selama masa perundingan, banyak hal terjadi. Nelayan Vietnam diduga berulangkali mencuri ikan di wilayah Indonesia. Nelayan tradisional Indonesia berteriak. Akhirnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membalasnya dengan menenggelamkan kapal Vietnam. Sabtu (4/5/2019) misalnya, Menteri Susi menenggelamkan 13 kapal Vietnam di perairan Pulau Datu, Kalimantan Barat.
Di sisi lain, Indonesia “bersahabat” dengan Vietnam di sisi “darat”. Indonesia boleh dikata pada beberapa kesempatan, bergantung pada beras Vietnam. Sebanyak 4.900 ton beras asal Vietnam ambil contoh, telah berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (16/12/2022). Kedatangan beras Vietnam itu menjadi bagian dari impor 200.000 ton beras hingga akhir Desember 2022.
Walau pada awal tahun 1990-an, Indonesia justru “meminjamkan” beras kepada Vietnam. Meski pada akhir tahun 1991, pemerintah Indonesia meminta pengembalian piutang beras sebanyak 78.000 ton dari Vietnam untuk mengantisipasi paceklik tahun 1992. (Kompas, 21 November 1991).
Dengan kesepakatan di laut ini, kita berharap tidak ada lagi perselisihan soal penangkapan ikan. Kita berharap, nelayan dari dua negara, sama-sama disiplin di wilayah masing-masing.
Secara legal dan geopolitik, kesepakatan tersebut besar artinya bagi Indonesia. Kesepakatan perbatasan ZEE dengan Vietnam juga memperkuat posisi Indonesia di Laut China Selatan. Kita juga punya pengalaman berharga saat kelak berunding masalah perbatasan dengan negara lain.
Namun, yang lebih penting adalah, kesepakatan ini harus dapat berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar. Ketika hak berdaulat telah dapat kita tegakkan, apakah warga kita lebih sejahtera? Bagaimana kemudian kita memaknai kesepakatan itu?
Evaluasi berkala dan berkelanjutan harus dijalankan paska kesepakatan tersebut. Bila tanpa pertumbuhan, apa artinya terjadi kesepakatan? Upaya intervensinya, kemudian dapat dengan mengenjot investasi di sektor perikanan, misalnya, berupa pendirian industri pengalengan ikan.
Ada banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan paska kesepakatan tersebut. Namun jangan pernah lelah untuk bekerja membangun perbatasan oleh karena wajah perbatasan adalah juga wajah negeri kita.