Jangan-jangan semua itu hanya akal-akalan untuk mengingkari hak publik untuk tahu segala-segalanya di tengah dunia yang sangat terbuka sekarang. Betapa repot kalau orang, apalagi rakyat tahu semua hal.
Oleh
Bre Redana
·4 menit baca
DIDIE SW
.
Di penghujung tahun seperti ini saya berpikir, apa yang telah diterima rakyat Indonesia sebagai kado akhir tahun. Pesta besar dengan beberapa tamu naik jet pribadi yang bikin rakyat miskin melongo? Ah, lebih menarik sarungan nonton bola.
Sepertinya yang lebih tepat disebut kado akhir tahun: pengesahan RKUHP yang antara lain melarang penyebaran ajaran komunisme/marxisme-leninisme dan pasal-pasal lain yang bikin sesak napas dan membuat orang luar ciut nyali untuk piknik ke Indonesia.
Komunisme di sini masih dianggap hot item melebihi state sponsored capitalism yang melahirkan wajah buruk oligarki. Di tempat lain, diobral pun dagangan tadi tidak akan laku kecuali sebagai kaus bergambar Che Guevara yang memang wajahnya tak kalah ganteng dibanding Jim Morrison dari The Doors.
Jangan-jangan semua itu hanya akal-akalan untuk mengingkari hak publik untuk tahu segala-segalanya di tengah dunia yang sangat terbuka sekarang. Betapa repot kalau orang, apalagi rakyat, tahu semua hal. Dengan menguasai informasi, satu pihak dimungkinkan untuk mengangkangi kekuasaan.
Sejatinya apa yang tidak bisa diakses publik pada zaman ini. Dunia telah menjadi transparan. Tentang transparansi dan implikasinya, George Orwell pada abad lalu membikin ramalan melalui novelnya yang dikenal banyak orang, 1984. Sekarang ada novel distopia serupa yang menurut saya wajib dibaca umat manusia masa kini, karya Dave Eggers, The Circle (Penguin Books, 2014).
Vokabularinya jelas bakal lebih diakrabi manusia sekarang: markas besar The Circle di California yang dalam imajinasi penulisnya dilukiskan lebih hebat dibanding Silicon Valley. Kampusnya (mereka menyebut kampus, bukan kantor) berada di daerah yang dulu tempat galangan kapal, lalu jadi drive-in theatre, pasar loak, sebelum kemudian semata-mata jadi kawasan terlantar.
Oleh semangat inovasi abad ini, kawasan yang bak karang hantu tersebut disulap jadi markas high-tech paling berkuasa sedunia. Tempat kerja ribuan anak muda itu tak ubahnya dreamland dengan supermarket, sekolah, tempat olahraga, restoran, kafe, gedung pertunjukan, tempat pesta, klinik kesehatan mutakhir yang lebih menyerupai studio designer pakaian, pokoknya imajinasi tanpa batas. Apalagi ada cerita cinta pula.
The Circle mengembangkan berbagai inovasi termasuk kamera sebesar permen lolipop yang sanggup menyiarkan gambar hidup tiga dimensi dengan resolusi supertinggi. Kita serasa di tempat tersebut real time. Kamera itu anti air, anti panas, anti rayap, pokoknya anti segala-galanya yang bikin rusak, bisa disembunyikan di mana-mana, bagi yang gemar bikin perhiasan bisa dibikin kalung, anting, dan segala macam.
Dengan kamera tersebut beserta sifat multiplying-nya kita bisa melihat apa saja yang terjadi di dunia: Rodeo Beach, Tahrir Square, Tiananmen, Pyongyang, jalanan Jakarta pun tak ketinggalan disebut di novel ini. Tentu saja kalau iseng kita juga bisa mengintip kamar tidur pembantu.
Ia disiapkan sebagai produk murah meriah agar semua manusia bisa memilikinya. Hemm, andaikata tidak sebatas ilusi novel pasti saya akan beli satu sebagai hadiah Natal buat Mbak Maria.
Saya kutipkan utopia novel ini: all that happens must be known.
Penemu alat yang diberi nama SeeChange dalam novel ini berkomentar: tiran tidak akan lagi punya tempat sembunyi.
Begitukah?
Kira-kira, selain kabar baik bahwa para tiran akan gulung tikar dan kriminalitas turun 90 persen karena semua tempat diawasi, pasti ada implikasi lain. Karena kehidupan pribadi mudah jadi sorotan, kontestasi politik bakal cuma diisi urusan pribadi. Dunia politik kehilangan gagasan, kehilangan kecerdasan, cuma jadi arena pergunjingan. Samar-samar situasi semacam itu telah kita lihat bentuknya sekarang, antara lain dari sepak terjang para buzzer politik.
Yang beruntung kehidupan pribadinya beres bisa menunjukkan kesolehannya, keluarganya yang ideal makmur tanpa cela, dan lain-lain yang membuat orang yang gumunan terpesona bak melihat karnaval keluarga raja.
Tiga mantra transparansi: rahasia adalah kebohongan; saling berbagi apa saja dinilai sebagai bentuk perhatian; privacy dianggap maling. Apakah dengan demikian kehidupan akan lebih baik? Seperti novel The Circle, utopia transparansi berubah menjadi distopia.
Kehidupan tidak menjadi lebih baik ketika privacy tidak ada.
Dengan demikian harus saya katakan: RKUHP adalah kado buruk akhir tahun 2022.***