Sebagai negara di wilayah "ring of fire", Indonesia memiliki kesempatan memberikan layanan informasi yang berhubungan dengan meteorologi penerbangan. Sudah saatnya Indonesia mengambil alih layanan VAAC Darwin.
Oleh
EDVIN ALDRIAN
·5 menit baca
Pada awal Desember ini Gunung Semeru di Pulau Jawa kembali meletus dan memuntahkan debu vulkanik. Dua hal yang menjadi perhatian pemerintah adalah mewaspadai masyarakat yang tinggal di lokasi terdampak dan rute penerbangan yang terpengaruh oleh letusan tersebut.
Menyangkut masalah jalur penerbangan, AirNav bertanggung jawab melakukan koordinasi wilayah penerbangan Flight Information Region (FIR) di Jakarta dan Makassar mengenai rute yang sebaiknya tidak digunakan untuk sementara waktu. Selain itu juga koordinasi dengan bandara-bandara kecil dan perintis. Selanjutnya kita akan mendapatkan data sebaran debu vulkanik letusan Gunung Semeru dari Volcanic Ash Advisory Center (VAAC) Australia.
Beberapa bulan lalu Indonesia menyetujui pengesahan FIR dalam sebuah Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2022. Perpres ini menunjukkan kemajuan atas pengakuan internasional terhadap ruang udara Indonesia. Pengelolaan ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna saat ini menjadi kewenangan Indonesia, sebelumnya dikelola Singapura. Dengan demikian terjadi peningkatan kewajiban secara internasional jangkauan FIR dari kewajiban sebelumnya setelah ditetapkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organisation) yang berkantor pusat di Montreal Kanada.
Selain kewajiban untuk melayani FIR yang cukup luas tersebut, sebenarnya Indonesia juga memiliki kesempatan untuk memberikan layanan mengenai berbagai informasi yang berhubungan dengan penerbangan. Salah satu layanan penting tersebut adalah informasi yang berkaitan dengan meteorologi penerbangan. Arah angin, kondisi awan, dan tekanan udara di lokasi penerbangan merupakan contoh layanan informasi yang berkaitan dengan meteorologi penerbangan.
Sebagai negara dengan kondisi geografis yang terletak di ring of fire, Indonesia memiliki banyak gunung api selain Gunung Semeru. Sehingga, diperlukan juga layanan informasi yang menjadi perlintasan penerbangan karena aktivitas gunung berapi terkadang dapat mengganggu jalur penerbangan, mulai dari ukuran debu yang dikeluarkan, sebaran, dan arah debu vulkanik menjadi informasi yang penting.
Saat ini informasi penerbangan yang berkaitan dengan aktivitas gunung berapi di wilayah Indonesia dikelola oleh sebuah kantor VAAC di Darwin Australia. Kebijakan pelayanan aktivitas kegunungapian tersebut dilayani oleh kantor VAAC di Darwin berdasarkan keputusan dari kantor pusat ICAO di Montreal Kanada.
Saat ini informasi penerbangan yang berkaitan dengan aktivitas gunung berapi di wilayah Indonesia dikelola oleh sebuah kantor VAAC di Darwin Australia.
Dengan menyadari bahwa Indonesia sebagai sebuah negara maritim tropis dan berada di daerah ring of fire, maka risiko akan terjadinya gangguan di atmosfer karena sebaran debu dan akibat letusan gunung berapi yang berintensitas tinggi akan sering dan terus terjadi di wilayah Indonesia. Dengan jumlah gunung api aktif sebanyak 127, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah gunung api aktif terbanyak di seluruh dunia. Dengan jumlah sebanyak itu maka wajar apabila Indonesia dianugerahi tanah yang sedemikian subur dan status ring of fire menjadikan Indonesia negara yang mendapat manfaat geothermal energi dari gunung api nomor dua terbesar di dunia saat ini.
Dengan kapasitas geothermal tersebut maka Indonesia akan sangat wajar menerima mandat dari ICAO untuk menjadi salah satu pusat pemberi peringatan (warning) terbesar di dunia. Tentu saja kemampuan tersebut tidak dapat diberikan kepada negara tetangga kita yang tidak memiliki gunung api aktif saat ini, seperti Australia.
Dengan keberadaan jumlah gunung api yang sedemikian besar dan manfaat bagi penerbangan selama ini maka sudah selayaknya Indonesia mendapat manfaat dari jenis layanan kegunungapian/vulkanik tersebut. Sehingga, rute penerbangan dapat ditempatkan ke jalur yang lebih aman dan dapat menghindarkan kecelakaan penerbangan karena informasi yang salah di dunia penerbangan akibat dari informasi volcanic ash tersebut.
Secara garis besarnya layanan VAAC akan berisi dari layanan pemodelan sebaran asap debu vulkanik, berapa ketinggian dan perubahan jalur yang mungkin terjadi kedepannya akibat adanya letusan gunung api yang terjadi selama di jalur penerbangan. Pemodelan dapat dilakukan dengan memakai model 3D sebaran debu vulkanik dan hasilnya dapat membantu pengambil keputusan apakah kita akan merubah jalur penerbangan atau ada perubahan jalur yang mungkin terjadi di waktu mendatang.
Tidak jarang dalam pengoperasian VAAC bahwa sebuah bandara dengan terpaksa harus ditutup karena kebutuhan teknis. Atau dalam kata lain bukan harus menutup bandara, tetapi harus mengubah jalur penerbangan akibat perubahan arah sebaran debu.
Dalam dunia penerbangan, layanan VAAC bukanlah sesuatu yang gratis. Dengan melihat berbagai faktor penting dari informasi layanan ini, sudah selayaknya Indonesia mendapat keuntungan finansial atas layanan yang sudah diberikan. Seperti juga FIR yang dapat meningkatkan Penerimaan Negara bukan Pajak (PNBP), layanan VAAC ini juga akan memberikan tambahan untuk PNBP.
Dalam beberapa kasus, terjadi kerusakan mesin pesawat karena ketidakmampuan memprediksi bagaimana arah dan ketinggian sebaran debu yang terjadi. Inilah sebenarnya yang menjadi pelajaran bahwa informasi layanan VAAC ini tidak hanya berguna untuk penentuan kebijakan penerbangan saja, tetapi juga pada kondisi pesawat.
Awalnya pelayanan informasi VAAC tidak dilakukan Indonesia karena keterbatasan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia dan penguasaan teknik modeling yang mumpuni. Tetapi dengan perkembangan kemampuan SDM dan peralatan serta jumlah letusan gunung api sebagai laboratorium pembelajaran yang jumlahnya cukup memadai, maka sudah saatnya sekarang ini untuk Indonesia mengambil alih VAAC Darwin dan menguasai secara teknologinya.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) khususnya bagian Meteorologi Penerbangan dan bagian Kualitas Udara, berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan AirNav, seyogyanya mampu menyediakan layanan ini. Bukankah seharusnya VAAC berada di negara di mana terdapat gunung api terbanyak, bukan pada negara tanpa guung berapi. Hal ini juga menunjukkan independensi Indonesia sebagai negara yang berdaulat.
Edvin Aldrian, Professor Meteorologi dan Klimatologi BRIN; Inter Governmental Panel on Climate Change Working Group I Vice Chair