Betapa besar tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat, khususnya para pelaku politik, dalam memberikan pendidikan politik yang sehat dan mencerdaskan, sekaligus mendewasakan masyarakat.
Oleh
Hadisudjono Sastrosatomo
·2 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Gunungan yang berisi hasil bumi di Jalan Pemuda saat Tasyakuran Kebangsaan Pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Surabaya, Minggu (20/10/2019). Kegiatan yang diisi dengan pentas seni, doa bersama lintas agama dan rebutan gunungan mengharapkan Presidein Joko Widodo untuk tetap amanah dalam menjalankan jabatannya di periode yang baru.Kompas/Bahana Patria Gupta (BAH)
Sidang pembaca saya ajak menelaah artikel Yanuar Nugroho (Kompas, 7/12/2022) berjudul ”2023 Menjaga Nalar, Merawat Harapan”. Artikel ini memberi wawasan dalam menghadapi berbagai persoalan di Indonesia.
Betapa besar tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat, khususnya para pelaku politik, dalam memberikan pendidikan politik yang sehat dan mencerdaskan, sekaligus mendewasakan masyarakat. Khususnya dalam masa transisi 2023 menghadapi 2024 pelaksanaan pemilu.
Mari kita baca artikel yang menurut pandangan saya luas dan menyeluruh, bermanfaat untuk disebarluaskan sebagai bagian dari masyarakat yang mencintai bangsa Indonesia ini. Oligarki, masalah hukum, benturan kepentingan, misalnya, digambarkan dengan jelas.
Yanuar menggambarkan bahwa 18 menteri di kabinet adalah anggota partai politik. Apakah mereka memiliki falsafah seperti yang dipegang Manuel L Quezon, Presiden Persemakmuran Filipina (1935-1944)? Falsafah itu disitir Presiden John F Kennedy (1961-1963): ”My loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins”.
Hal yang patut kita pertanyakan dan amati pada para menteri ini adalah derajat kenegarawanan mereka. Kemauan politik yang kuat disertai ketulusan negarawan pengelola negara sangat diperlukan oleh bangsa ini.
Semoga bangsa Indonesia benar-benar menjadi dewasa, bernalar, dan cerdas saat Pemilu 2024. Semoga cita-cita luhur para pendiri bangsa terwujud dengan damai.
Hadisudjono SastrosatomoAnggota Tim Pengarah Pusat Etika Bisnis dan Organisasi SS-PEBOSS-STM PPM, Menteng Raya, Jakarta
Jembatan
Ilustrasi
Bergerak dalam senyap, individu dari pelbagai komunitas di seluruh negeri berupaya menyelamatkan lingkungan dari kerusakan (Kompas, 28/11/2022).
Upaya tersebut menumbuhkan rasa optimistis karena masih banyak orang yang cinta Tanah Air meskipun banyak pula perusak lingkungan.
Penyelamat dan perusak lingkungan sudah sering diungkap Kompas. Namun, dampak liputan selanjutnya tidak pernah diberitakan. Seyogianya jangan berhenti pada laporan investigasi, tetapi bisa berfungsi sebagai jembatan penghubung penyelamat lingkungan dengan donatur.
Tentunya bantuan jangan sampai merusak modal sosial seperti ditulis Siwi Nugraheni (Kompas, 29/11/2022).
Demikian juga dengan masalah perusakan lingkungan, donatur bisa dihubungkan dengan pendidik yang mengedukasi masyarakat untuk melawan perusak. Juga dengan para aktivis yang bertindak sebagai watchdog lingkungan.
Beroperasinya jembatan ditandai dengan laporan keuangan seperti laporan Dana Kemanusiaan Kompas dan hasil yang dicapai. Dengan demikian, diharapkan lebih banyak lagi pihak yang menyelamatkan Bumi Pertiwi.