Hingga kini belum dirumuskan tata laksana stunting. Penanganan anak yang sudah telanjur stunting harus menggunakan food-based approach dengan bantuan makanan bergizi terus-menerus minimal 90 hari.
Oleh
Prof Ali Khomsan
·5 menit baca
ARSIP BKKBN
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengukur tinggi badan seorang anak di Soe,Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, pada Selasa (22/3/2022). Sebanyak 48 dari 100 balita di sana mengalami stunting.
Upaya pemerintah mencegah dan menangani stunting melalui intervensi spesifik dan sensitif akan diuji hasilnya tahun 2024. Target prevalensi stunting 14 persen pada 2024 bukan pekerjaan rumah yang ringan.
Konvergensi program stunting atau tengkes hendaknya tidak hanya pada level wilayah (kabupaten, kecamatan, dan desa), tetapi harus menukik pada tingkat rumah tangga. Artinya, rumah tangga yang memiliki anak stunting harus memperoleh berbagai program intervensi, seperti jamban sehat, Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan pengembangan pekarangan, dan pemberian makanan tambahan. Kader Pembangunan Masyarakat (KPM) harus memastikan bahwa rumah tangga dengan anak stunting sudah mendapatkan semua program.
Tenaga gizi puskesmas telah memahami tata laksana gizi buruk, yaitu anak balita penderita gizi buruk akan memperoleh makanan tambahan selama 90 hari dari puskesmas hingga berat badan naik menuju normal.
Namun, hingga kini belum dirumuskan tata laksana stunting. Penanganan anak yang sudah telanjur stunting harus menggunakan food-based approach dengan bantuan makanan bergizi terus-menerus minimal 90 hari.
Bersumber dari dana desa kepada anak stunting dapat dialokasikan pemberian makanan tambahan (meals) senilai Rp 15.000 per hari per anak atau program sehari sebutir telur selama enam bulan untuk atasi stunting.
Bantuan makanan untuk anak stunting juga bisa bersumber dari dana corporate social responsibility (CSR), dana zakat, dan sebagainya. Problem stunting bukan melulu tanggung jawab pemerintah, tetapi juga unsur swasta, media, perguruan tinggi, dan LSM, untuk bersama-sama berkiprah membebaskan anak Indonesia dari keterpurukan akibat stunting.
Prof Ali KhomsanBTN Tanah Baru, Bogor 16154
Nabung Emas
Ilustrasi
Sebagai pengguna e-commerce Tokopedia, kami sekeluarga tergoda tawaran investasi ”Nabung Emas”.
Bila membeli produk di Tokopedia, ketika mengeksekusi pembayaran, akan muncul pilihan tambahan: ”Nabung emas dengan bulatkan tagihan. Tambah Tokopedia emas Rp 2.100 (misalnya)”.
Pilihan atau opsi ini membuat kita secara sadar berpikir: ”Baik juga mengumpulkan emas dari uang receh untuk pembulatan dari setiap transaksi di Tokopedia.”
Tanpa disadari, saya sudah menabung emas 0,99 gr atau Rp 826.000. Belum istri dan anak saya. Transaksinya sangat mudah, tidak ada syarat dan ketentuan. Tinggal beri tanda centang, transaksi jadi.
Namun, kemudian muncul pihak ketiga: ”Tambah Tokopedia emas by Pegadaian”.
Artinya, Tokopedia bekerja sama dengan pegadaian untuk mengelola emas pengguna Tokopedia. Namun, kerja sama tersebut memunculkan permasalahan administrasi.
Pihak Pegadaian mengharuskan penabung Tokopedia Emas mendaftarkan diri secara offline ke kantor pegadaian terdekat. Sebelumnya di akun Tokopedia kami sudah mendaftar secara online.
Saat mendaftar di kantor pegadaian terdekat, petugas yang menerima kami, Pak Eko, seperti kebingungan dan akan mengabari via WA. Kenyataannya, tabungan emas kami tidak bisa dicetak di Pegadaian karena dibuka via Tokopedia.
Pada 10 Oktober 2022, saya juga menerima SMS dari Pegadaian yang berbunyi: ”Pegadaian 10-10-2022 Pada No. Rek 1354XXXXXX ada transaksi biaya Titip Emas per tahun Rp 30.000 (0,0353 gram)”. Padahal, di awal tidak ada ketentuan untuk biaya titip emas.
Lalu, di Tokopedia muncul lagi tawaran baru menabung emas Tokopedia. Sekarang dengan pihak ketiga ”by Pluang” yang meminta kami mendaftarkan diri secara online.
Di mana kantor pihak ketiga ini? Kalau ada permasalahan, kami harus bagaimana? Semoga Tokopedia tidak melihat kami hanya sebagai target peluang bisnisnya tanpa memberikan perlindungan.
Djoko Madurianto SunartoJalan Pugeran Barat, Yogyakarta 55141
Token Ditolak
Rencana Penambahan Pembangkit PLN pada RUPTL 2021-2030 Infografik
Saya pelanggan PLN dengan dua meter token atau isi ulang, yang ketika digunakan tidak diterima di meteran.
Setelah lapor ke 123 dan berkomunikasi via WA dengan petugas di nomor 0813 8697 06xx, saya dipandu untuk memasukkan 20 digit angka dua kali (18 November 2022), tetapi tidak berhasil. Akhirnya petugas datang dan selesailah masalah pertama.
Kemudian, saya isi ulang untuk meter kedua. Masalah sama, token ditolak. Kembali berkomunikasi via WA dan dipandu lagi, hasil nihil. Kali ini petugas yang ditunggu tidak hadir (4 Desember 2022).
PLN sebagai penyedia setrum satu satunya di negeri ini mohon agar lebih baik lagi dalam melayani pelanggan.
Saran saya, bila meter token sudah harus diganti, sebaiknya segera dilakukan bertahap dengan didahului sosialisasi. Petugas datang dengan surat tugas dan didampingi RT/RW setempat sehingga warga mau apabila ini petugas resmi.
Berkomunikasi dengan petugas via WA kurang efektif, cenderung menyalahkan pelanggan. Misal, memberi tahu token sudah kedaluwarsa.
GuntoroKelapa Gading Permai, Jakarta Utara
Ancaman Korosi
Pekerja dalam pembangunan jembatan penyeberangan orang (JPO) dengan anjungan kapal pinisi di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Jumat (12/11/2021). Pemprov DKI Jakarta merevitalisasi JPO Karet Sudirman dengan tema kapal pinisi dengan anjungan pandang Jakarta yang didedikasikan untuk mengenang perjuangan tenaga kesehatan selama pandemi Covid-19. JPO yang terintegrasi dengan halte bus transjakarta ini juga mempunyai jembatan penyeberangan sepeda dan lift berkapasitas 3.000 kilogram yang dapat mengangkat delapan sepeda sekaligus pengendaranya. KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS) 12-11-2021
Sebagian jembatan penyeberangan orang (JPO) di Jakarta dibangun dengan konstruksi besi/baja. Pada musim hujan tentunya bentangan pelat baja tempat orang lewat tetap basah walau ada atap penutupnya. Atap tidak sepenuhnya bisa menahan tempias, apalagi bila disertai angin.
Akibatnya, pada lantai baja tempat kaki berpijak para pengguna, seperti terlihat di JPO akses Halte Bus Transjakarta Pasar Baru Timur, Jakarta Pusat, menjadi tidak rata di beberapa tempat. Bahkan, setelah kering masih tampak genangan air di legokan lantai baja.
Air tersebut, walaupun tidak terlalu mengganggu, mengundang tanya mengapa kok dibiarkan. Apakah tidak ada petugas pemelihara yang mengeringkan sisa air hujan untuk meminimalkan ancaman korosi?
Tentunya ada instansi terkait di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bertanggung jawab membangun dan memelihara JPO. Petugas perlu lebih sering mengontrol kondisi sarana dan prasarana yang dibangun dengan biaya tidak murah.