Belajar dari China, berbagai program perlu dipersiapkan dunia dan Indonesia. Dari peningkatan cakupan vaksinasi—terutama yang rentan dan lanjut usia—hingga menerapkan protokol kesehatan.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Beratnya dampak berkepanjangan pandemi membuat banyak negara melonggarkan aturan, termasuk China. Mau tidak mau, kita memang hidup bersama Covid-19.
Meski demikian, sungguh tidak mudah menyeimbangkan tarikan dua kepentingan ini: menjaga kesehatan masyarakat sekaligus memulihkan ekonomi. China menjadi contoh ekstrem: merelaksasi aturan superketat menjadi superlonggar.
Aturan superketat itu berawal dari kebijakan toleransi nol Covid-19 (zero tolerance Covid-19 policy) yang diterapkan sejak akhir Juni 2022. Ini adalah bentuk lain lockdown yang diterapkan China pada awal-awal pandemi: mengunci kawasan dan melarang orang keluar masuk.
Ketika hal ini diterapkan Wuhan, kota asal muasal virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19, dunia sempat mengagumi kebijakan ini. Saat itu, pengetahuan tentang Covid-19 belum banyak dan China harus mencegah penularan dengan segala cara. Namun, ketika pola yang sama diterapkan dua tahun kemudian, tidak hanya masyarakat China yang protes keras. Bahkan, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pun mengingatkan bahwa cara itu tidak akan berkelanjutan.
Dalam kebijakan toleransi nol itu, 74 kota dengan total populasi 313 juta jiwa ditutup. Sejak 20 Agustus 2022, penduduk dilarang keluar rumah dan mendapat bantuan bahan pokok untuk tiga hari. Muncul ketakutan dan chaos.
Di media sosial, salah satu dari 26 juta warga Shanghai bercerita, jika ada tetangga yang tertular, maka yang sehat yang dipindahkan ke hotel atau fasilitas karantina. Guru besar bidang hukum dari Universitas China Timur, Tong Zhiwei, mempertanyakan legalitas praktik ini.
Dibandingkan Indonesia, yang memilih pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dan pelaksanaan protokol kesehatan ketat, kebijakan di China memang terasa berlebihan. Hasilnya pun tidak signifikan.
Namun, ketika kebijakan toleransi nol dilonggarkan sejak awal Desember 2022, kasus positif Covid-19 kembali naik. Kantor berita AFP mengabarkan, hanya dalam beberapa hari, lebih dari 22.000 pasien datang ke rumah sakit di Beijing. Jumlah ini naik 16 kali lipat dari seminggu sebelumnya.
Di sisi lain, aktivitas masyarakat kembali bergerak dan perekonomian diharapkan segera pulih. Memang untuk mengakselerasi, banyak hal harus dibenahi. Belajar dari China, berbagai program perlu dipersiapkan dunia dan Indonesia. Dari peningkatan cakupan vaksinasi—terutama yang rentan dan lanjut usia—hingga menerapkan protokol kesehatan. Jaga jarak, pakai masker, terbukti efektif cegah penularan.
Dalam Konferensi G20 di Bali, Indonesia membagikan pengalaman menangani pandemi Covid-19. Dari relaksasi PPKM hingga pengalihan stimulus ekonomi. Semua pelan-pelan dan serba terukur. Perlu disadari, virus ternyata tidak sepenuhnya bisa kita kendalikan. Maka yang terbaik adalah hidup bersamanya dengan penuh kewaspadaan.