Presiden Jokowi, termasuk putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Surakarta, melibatkan warga untuk bersama bergembira. Pengemudi becak dan andong/dokar pun terlibat sebagai ”penerima” tamu.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pemimpin menjadi hebat bukan karena kekuatannya, melainkan karena kemampuannya memberdayakan orang lain. Begitulah pesan John C Maxwell.
Maxwell (75) adalah seorang ahli manajemen dan penulis buku laris. Teori kepemimpinan yang diajarkannya tidak hanya cocok untuk kepemimpinan dalam perusahaan, tetapi juga di bidang lain, termasuk kepemimpinan politik dan pemerintahan. Banyak pemimpin top dunia mengikuti ajarannya.
Seorang pemimpin, dalam berbagai cara dan kegiatan yang dilakukannya, harus mampu memberdayakan orang lain, terutama mereka yang dipimpinnya. Dalam filosofi Jawa, seorang pemimpin seharusnya mampu mencerminkan paling tidak tiga watak utama, yaitu hamangku, hamengku, dan hamengkoni. Hamangku diartikan sebagai seorang pemimpin harus bisa mengangkat martabat orang yang dipimpinnya. Jika ia seorang pemimpin negara, tentu saja harus bisa mengangkat harkat dan martabat rakyat yang dipimpinnya. Banyak memberi.
Hamengku lebih diartikan sebagai pemimpin yang mengayomi siapa pun orang yang dipimpinnya, tanpa membedakan latar belakang apa pun dari orang itu. Pemimpin seharusnya adil dan mengutamakan kepentingan banyak orang. Hamengkoni diartikan sebagai dalam situasi sulit, seorang pemimpin berani tampil ke depan, memberikan teladan, dan bertanggung jawab atas segala risiko dari tindakannya atau perbuatan dari orang yang dipimpinnya.
Dalam dua hari ini, seperti diberitakan harian ini, penduduk Indonesia dan mancanegara disuguhi perhelatan pernikahan Kaesang Pengarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, yang menyunting Erina Gudono, Sabtu (10/12/2022), di Yogyakarta (Kompas, 11/12/2022). Hari Minggu (11/12/2022), keluarga Presiden Jokowi menggelar acara ngunduh mantu di Surakarta, Jawa Tengah, yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. Berbeda dengan acara di Yogyakarta yang lebih bersifat kekeluargaan dan digelar oleh keluarga Erina, acara di Surakarta, sesuai tradisi Jawa, menjadi tanggung jawab keluarga Kaesang. Perayaan itu pun menjadi sebuah pesta rakyat karena melibatkan lebih banyak lagi warga, khususnya warga Surakarta.
Di Yogyakarta, keluarga Presiden Jokowi adalah ”tamu” dari besan (keluarga Erina). Di Surakarta, keluarganya lebih berperan. Bisa saja keluarga Presiden Jokowi menjadikan tradisi ngunduh mantu (memetik menantu) menjadi acara keluarga dan lebih tertutup. Namun, pemimpin seharusnya memberdayakan, mengayomi, mengangkat harkat dan martabat warga, serta memberikan teladan. Keluarga Presiden Jokowi, termasuk putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Surakarta, melibatkan warga untuk bersama bergembira. Pengemudi becak dan andong/dokar pun terlibat sebagai ”penerima” tamu. Pesta rakyat digelar.
Sebelumnya, di Yogyakarta, keluarga Presiden Jokowi memakai busana gaya Yogyakarta. Budayawan Butet Kartaredjasa memuji pilihan itu, yang tak membenturkan perbedaan gaya Surakarta dan Yogyakarta, serta pelibatan warga untuk bisa bergembira bersama. Tentu saja seorang pemimpin memiliki kekurangan. Bangsa ini juga memiliki banyak persoalan. Namun, mari sesaat kita bergembira bersama dengan rakyat.