Menurut Bivitri, pilar-pilar hukum sedang goyah belakangan ini. DPR mengganti Hakim Konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah, Begitu ada hakim yang dicopot karena putusannya tidak disukai, pilar negara hukum runtuh.
Oleh
Hadisudjono Sastrosatomo
·2 menit baca
KOMPAS/SUSANA RITA KUMALASANTI
DPR menyetujui Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah untuk menjadi hakim konstitusi dari DPR menggantikan Wakil Ketua MK saat ini, Aswanto, dalam rapat paripurna DPR, Kamis (29/9/2022)
Upaya memisahkan tiga kekuasaan bertujuan untuk menghilangkan terbentuknya kekuasaan mutlak dan merugikan demokrasi. Disebut Trias Politica, upaya ini diajarkan untuk murid SMA seangkatan saya.
Tulisan Bivitri Susanti ”Runtuhnya Pilar-pilar Negara Hukum” (Kompas, 24/11/2022) membantu kita memahami mulianya pemisahan kekuasaan ini.
Menurut Bivitri, pilar-pilar hukum sedang goyah belakangan ini. DPR mengganti Hakim Konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah, sebelumnya Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi. Penggantian jadi kontroversi karena prosesnya melanggar undang-undang. Kata anggota DPR, seorang hakim diberhentikan karena putusannya dianggap melawan kehendak pembuat undang-undang. Begitu ada hakim yang dicopot karena putusannya tidak disukai, sesungguhnya pilar negara hukum runtuh.
Berikutnya kita membaca pendapat pengajar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Zaenal Arifin Mochtar, bahwa langkah Presiden menerbitkan keppres berpotensi melanggar UUD 1945. Sembilan mantan hakim konstitusi, termasuk tiga mantan ketua MK, menyatakan tindakan DPR melanggar konstitusi dan Undang-Undang MK.
MK menegaskan, pemberhentian hakim konstitusi di luar ketentuan Pasal 23 Undang-Undang MK adalah inkonstitusional. Presiden pun diimbau tidak melantik. Namun, pelantikan Guntur tetap berlangsung. Di sini warna penggunaan kekuasaan terlihat jiwanya dalam menghayati makna demokrasi.
Survei Kompas dapat menjadi masukan, juga pendapat para pakar. Saya pernah menulis di rubrik ini, ”Saatnya Mendengar”. Apakah demokrasi kita baik-baik saja?
Jajak pendapat Litbang Kompas menunjukkan penurunan citra DPR. Menurut survei 4-6 Oktober 2022, citra lembaga perwakilan rakyat itu 44,4 persen. Berdasarkan survei Kompas pada 24 Oktober 2022 tentang kepemimpinan nasional, kepuasan dan keyakinan pada pemerintah juga turun. Bidang penegakan hukum, Juni 57,5 persen dan Oktober menjadi 51,5 persen.
Gunnar Myrdal mengajukan istilah negara lembek (soft state), di mana terjadi pelemahan kemampuan negara untuk menerapkan hukum. Dampak lanjutannya adalah rangkaian kesulitan seperti yang kita saksikan di Indonesia. Korupsi, kemerosotan akhlak, dan kekerasan jadi berita tiap hari.
Mampu mewariskan masyarakat yang berakhlak mulia serta sadar hukum adalah jejak yang akan dicatat tinta emas dalam sejarah bangsa ini. Pengalaman buruk selama Orde Lama dan Orde Baru jangan diulangi lagi.
Hadisudjono Sastrosatomo Anggota Tim Pengarah Pusat Etika Bisnis dan Organisasi SS-PEBOSS-STM PPM Menteng Raya, Jakarta