Jaminan Kesehatan bagi Orang Kaya
Pemisahan skema JKN untuk orang kaya dan orang miskin berpotensi menghambat proses subsidi silang dalam jangka panjang karena ketidakseimbangan distribusi risiko finansial antara skema untuk orang miskin dan orang kaya.

ilustrasi
Menteri Kesehatan pada rapat kerja dengan Komisi IX DPR tanggal 24 November 2022 memaparkan konsep program Jaminan Kesehatan Nasional yang diperuntukkan bagi orang kaya.
Program ini mengintegrasikan keterlibatan asuransi kesehatan swasta dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan sehingga diharapkan orang kaya tidak lagi membebani negara dengan menggunakan cakupan manfaat dari program JKN.
Menteri Kesehatan menyinyalir, selama ini JKN lebih banyak dimanfaatkan orang kaya sehingga pemerintah justru memberikan subsidi bagi orang kaya.
JKN, asuransi kesehatan sosial
Layanan kesehatan merupakan hak asasi setiap penduduk yang dijamin oleh konstitusi, yang berarti bahwa setiap penduduk yang membutuhkan harus dapat menggunakan layanan kesehatan untuk menjaga derajat kesehatan seoptimal mungkin.
Hambatan terbesar dari penggunaan layanan kesehatan adalah biaya layanan kesehatan yang relatif mahal. Biaya layanan kesehatan secara umum tidak akan terjangkau oleh individu dengan pendapatan rata-rata. Apabila seseorang sakit dan membutuhkan layanan kesehatan, akan terjadi bencana finansial karena dua hal: (i) tingginya biaya layanan kesehatan, (ii) kebutuhan akan layanan kesehatan, yaitu kondisi sakit seseorang bersifat tidak pasti (uncertain) dan tidak bisa direncanakan.
Baca juga : Sistem Kesehatan, Fitur Penyangga Turbulensi
Untuk melindungi penduduk dari risiko bencana finansial akibat menggunakan layanan kesehatan, negara wajib mengembangkan sistem pembiayaan kesehatan di mana penggunaan layanan kesehatan didasarkan pada kebutuhan dan bukan pada kemampuan untuk membayar.
Secara umum ada dua bentuk sistem pembiayaan kesehatan yang diterapkan oleh sejumlah negara dengan prinsip dasar keadilan sosial, yaitu sistem pembiayaan berbasis pajak (general tax) dan asuransi kesehatan sosial (social health insurance). Kedua sistem memisahkan kontribusi finansial penduduk dengan kebutuhan penggunaan layanan kesehatan.
Kontribusi finansial dari penduduk berupa pajak atau premi asuransi kesehatan diterapkan secara progresif, artinya semakin kaya penduduk, maka kontribusi finansial semakin besar.
Sementara itu, penggunaan layanan kesehatan didasarkan pada kebutuhan sehingga mereka yang miskin tetap bisa menggunakan layanan kesehatan yang dibutuhkannya meskipun ia tidak mampu membayar. Hal ini mencerminkan solidaritas sosial dalam masyarakat, yang ditunjukkan oleh ”yang kaya membantu yang miskin dan yang sehat membantu yang sakit”, atau di Indonesia dikenal sebagai prinsip gotong royong.
JKN merupakan sebuah bentuk asuransi kesehatan sosial yang dipilih dan dikembangkan oleh Indonesia sebagai sistem pembiayaan kesehatan.

JKN dikembangkan dengan konsep pembayar tunggal (single payer) dan skema tunggal (single scheme) yang diwujudkan dengan penggabungan skema asuransi kesehatan sosial yang ada sebelumnya (Askes untuk PNS, Asabri untuk TNI, serta Jamsostek Kesehatan, dan Askeskin), dan penggabungan badan pengelola setiap skema itu menjadi BPJS Kesehatan.
Konsep skema tunggal memungkinkan seluruh kontribusi masyarakat dari berbagai strata ekonomi dikumpulkan dalam satu kolam (single pooling) sehingga terjadi redistribusi risiko finansial secara merata kepada seluruh masyarakat, sebagai aplikasi dari prinsip gotong royong.
Selain itu, skema tunggal akan meningkatkan keberlanjutan sistem pembiayaan karena kontribusi dari penduduk kaya yang lebih besar akan menyubsidi kontribusi yang lebih kecil dari penduduk miskin. Selain itu, secara umum penduduk kaya mempunyai status kesehatan yang lebih baik (lebih jarang sakit) sehingga akan lebih sedikit menggunakan layanan kesehatan dibandingkan dengan penduduk miskin.
Bukti empirik dari sejumlah negara menunjukkan, orang kaya memiliki kondisi kesehatan yang lebih baik dan lebih sedikit menggunakan layanan kesehatan.
Skema JKN khusus orang kaya
Munculnya konsep JKN khusus bagi orang kaya didasarkan pada sinyalemen bahwa banyak orang kaya yang menggunakan JKN untuk membiayai layanan kesehatan, terutama layanan kesehatan yang sangat mahal (cuci darah, kemoterapi kanker, kateterisasi jantung).
Hal ini mengakibatkan dana kesehatan yang terkumpul lebih banyak dimanfaatkan oleh orang kaya dan terjadi alokasi subsidi yang tidak tepat serta potensi defisit pembiayaan dari JKN.
Secara prinsip apa yang dilakukan oleh orang kaya ini tidak bisa dikatakan sebagai salah ataupun tidak etis (moral hazard). Asuransi kesehatan sosial memberikan manfaat kepada seluruh peserta, baik kaya maupun miskin, ketika mereka membutuhkan dan sepanjang kontribusi finansial sesuai dengan kemampuan telah ditunaikan.
Secara legal, kepesertaan JKN bersifat wajib bagi seluruh penduduk Indonesia sehingga siapa pun yang telah jadi peserta berhak mendapatkan layanan kesehatan sesuai cakupan manfaat dari JKN. Permasalahan penggunaan layanan kesehatan yang didominasi oleh orang kaya tak cukup kuat menjadi justifikasi untuk dibentuknya skema JKN baru yang dikhususkan untuk orang kaya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F02%2F14%2F20210214-Opini-7_web_1613312010_jpg.jpg)
ilustrasi
Skema JKN khusus orang kaya berpotensi mengancam keberlanjutan dari program JKN yang sudah ada karena akan memperburuk distribusi risiko finansial pada kolam pendapatan tunggal (single pool revenue) yang telah ada.
Bukti empirik dari sejumlah negara menunjukkan, orang kaya memiliki kondisi kesehatan yang lebih baik dan lebih sedikit menggunakan layanan kesehatan. Secara finansial dengan sistem progresif, kontribusi orang kaya sebagai sumber pembiayaan JKN akan sangat bermakna. Bukti empirik juga menunjukkan, orang miskin mempunyai derajat kesehatan lebih buruk dan berpotensi menggunakan layanan kesehatan lebih banyak (the poorest is the sickest).
Pemisahan skema JKN untuk orang kaya dan orang miskin berpotensi menghambat proses subsidi silang dalam jangka panjang karena ketidakseimbangan distribusi risiko finansial antara skema untuk orang miskin dan orang kaya. Pemisahan skema JKN juga tidak merefleksikan nilai gotong royong menjadi asas utama dari penyelenggaraan JKN sebagai asuransi kesehatan sosial.
Secara finansial dengan sistem progresif, kontribusi orang kaya sebagai sumber pembiayaan JKN akan sangat bermakna.
Perbaikan skema JKN
JKN dengan jumlah peserta 241,8 juta jiwa (per Juni 2022) atau sekitar 87,8 persen dari populasi Indonesia merupakan asuransi kesehatan sosial terbesar di dunia. Permasalahan defisit pembiayaan dan potensi kesalahan alokasi subsidi harus ditelaah dengan saksama.
Penggunaan layanan kesehatan oleh orang kaya yang lebih banyak jika diban- dingkan dengan orang miskin tak merefleksikan kebutuhan layanan kesehatan riil dari kelompok itu. Status peserta JKN yang menghilangkan hambatan finansial untuk menggunakan layanan kesehatan tak serta-merta mendorong penggunaan layanan kesehatan yang sama antara orang kaya dan orang miskin.
Ketersediaan layanan kesehatan, terutama layanan kesehatan lanjut, masih tak merata dan umumnya hanya terdapat di daerah perkotaan sehingga menguntungkan bagi orang kaya karena lebih bisa mengakses layanan tersebut.
Literasi kesehatan yang lebih tinggi juga membuat layanan kesehatan lanjut yang berbiaya mahal lebih banyak dimanfaatkan oleh orang kaya. Potensi defisit pembiayaan lebih disebabkan oleh belum optimalnya pengumpulan kontribusi iuran JKN yang dilakukan karena: (i) formulasi iuran belum seragam (ada yang berbentuk persentase ada yang dalam bentuk nominal), (ii) cakupan program JKN untuk kelompok yang sangat kaya masih rendah.

ilustrasi
Untuk itu, pemerintah perlu melakukan pemerataan ketersediaan dan keterjangkauan layanan kesehatan secara geografis sehingga masyarakat miskin tak mengalami hambatan nonfinansial ketika membutuhkan untuk menggunakan layanan kesehatan tersebut. Hal ini akan membantu mengurangi kesenjangan penggunaan layanan kesehatan antara kelompok kaya dan miskin, dan merefleksikan kebutuhan layanan kesehatan yang riil di masyarakat.
Perlu penyeragaman formulasi iuran JKN dengan berbasis pada persentase penghasilan sehingga lebih merefleksikan prinsip gotong royong sekaligus meningkatkan jumlah iuran yang dikumpulkan. Upaya penetrasi kepesertaan JKN untuk kelompok masyarakat yang sangat kaya dengan menggunakan prinsip kontribusi finansial progresif perlu terus dioptimalkan.
Program kelas standar untuk menggantikan kelas perawatan yang saat ini sedang dirintis perlu diteruskan untuk meningkatkan efisiensi pembiayaan sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Asuransi kesehatan swasta bisa berperan sebagai asuransi pelengkap/tambahan (supplementary insurance) yang ditujukan bagi segmen kelompok kaya yang ingin fasilitas kenyamanan lebih, misal kamar tidur yang lebih privasi.
Peran asuransi kesehatan swasta ini hendaknya diserahkan pada mekanisme pasar dan tidak perlu menjadikan asuransi kesehatan swasta tambahan ini sebagai skema JKN khusus yang baru.
Joko Mulyanto Dosen FK Universitas Jenderal Soedirman, Peneliti Tamu Amsterdam University Medical Center Belanda.

Joko Mulyanto