”Divabilitas” dalam Difabel
Para difabel dapat mengoptimalkan potensi terbaik jika lingkungan mendukung. Dengan meningkatkan aksesibilitas dan kesetaraan kaum difabel, negara dapat menjadi mediator bagi lahirnya para diva dari kaum difabel.
Pergelaran Piala Dunia 2022 Qatar yang sedang berlangsung saat ini menarik perhatian miliaran pasang mata. Pertandingansepak bola terbesar di dunia empat tahunan tersebut menyuguhkan tontonan yang menghibur sejak awal pembukaan.
Ada yang unik dan menyedot perhatian penonton pada saat upacara pembukaan Piala Dunia 2022 di Doha, yaitu ditampilkannya seorang difabel, Ghanim al-Muftah, pemuda Qatar berusia 20 tahun yang terlahir dengan kondisi bawaan langka yang disebut caudal regression syndrome. Ini adalah kelainan bawaan pada masa janin bagian tubuh bawah, khususnya tulang punggung, saraf korda spinal, dan alat gerak bawah, tidak berkembang hingga anak terlahir dengan deformitas ”separuh badan”.
Meskipun dengan kondisi demikian, Ghanim tampak percaya diri berjalan menggunakan lengannya dan kemudian menjawab aktor kawakan Hollywood, Morgan Freeman, yang bertanya ”Bagaimana bisa sangat banyak negara, bahasa, dan budaya datang bersama jika hanya satu cara yang diterima?”
Kemudian Ghanim spontan membacakan Surat Al Hujarat ayat 13 dari kitab suci Al Quran dengan lantunan tartil dan tajwid yang sempurna, lalu mengartikan ke bahasa Inggris yang bermakna, ”Kami percaya bahwa manusia tersebar di bumi ini dengan berbagai suku dan bangsa sehingga kami mampu belajar dari satu sama lain.”
”Dengan toleransi dan menghargai, kita dapat hidup rukun bersama dalam satu dunia yang besar,” katanya menambahkan dengan bahasa Inggris yang lancar tanpa terbata-bata di hadapan lebih dari 65.000 penonton yang memenuhi Stadion Al Bayt dan ratusan juta viewers (penonton) di media streaming (pengaliran).
Baca juga : Pesan Persatuan di Balik Pembukaan Piala Dunia 2022 yang Bernuansa Religius
Ghanim adalah seorang youtuber dengan konten terutama berisikan video pengalaman hidup dan motivasi. Dilansir langsung dari halaman profil Yotube, Ghanim memiliki sekitar 970.000 subscriber dengan video memiliki ratusan ribu hingga jutaan views. Tentu dengan jumlah views dan subscriber (pelanggan) tersebut, Ghanim mampu menghasilkan setidaknya ratusan ribu dollar AS (senilai miliaran rupiah) dari pendapatan iklan Youtube.
Tidak hanya itu, jiwa kewirausahaan Ghanim disalurkan dengan menjalankan bisnis es krim (Gharissa Ice Cream) dengan enam cabang dan mempekerjakan 60 karyawan yang tersebar di Qatar. Ghanim juga menjalani pendidikan di fakultas ilmu politik di universitas negeri di Qatar. Ia menyampaikan, mengapa memilih ilmu politik, karena ia memiliki cita-cita menjadi Perdana Menteri Qatar. Luar biasa.
Tentu Ghanim al-Muftah bukan satu-satunya difabel yang memiliki kisah extraordinary yang membawa mereka pada capaian karier sangat tinggi, yang belum tentu seorang secara fisik sehat mampu mencapainya. Dalam media sosial kita sudah sering menjumpai sosok motivator Vujicic yang terlahir dengan kondisi tetra-amelia syndrome, yang mengakibatkan dia lahir tanpa lengan dan tungkai. Vujicic juga merupakan motivator dan enterpreneur yang sangat terkenal di dunia.
Di Indonesia, kita telah mengenal Handry Satriago, profesional yang sekarang adalah CEO dari GE Indonesia, bagian dari salah satu perusahaan tertua di dunia, General Electric (GE) Company. Handry, sejak usia 17 tahun, akibat metastasis tulang dari kanker getah bening yang dideritanya, harus menggunakan kursi roda karena kelemahan permanen pada kedua tungkainya.
Dengan segala keterbatasan, Handry menyelesaikan S-2 dual degree di Monash University, Australia, dan menyelesaikan pendidikan doktoral (S-3) di Universitas Indonesia. Menjalani karier sejak 1997 di GE Indonesia sebagai manajer business development, kemudian berbagai posisi manajemen penting lainnya, ia menjadi CEO sejak 2011.
Walaupun sedikit menghilangkan referensi jender dalam penggunaannya, ’divabilitas’ secara fonemik dekat dengan kata ’difabel’.
Masih banyak contoh lainnya yang mungkin tidak perlu penulis tampilkan satu per satu. Namun, dari kisah Ghanim dan lainnya, dapat ditarik satu pelajaran bahwa dalam diri seorang difabel terdapat juga kemampuan yang cukup, bahkan lebih, untuk mencapai karier atau kehidupan yang tinggi. Penulis menggambarkannya dengan kata ”divabilitas”, diambil dari kata ”diva”, julukan untuk perempuan yang hebat/superior khususnya di bidang industri hiburan.
Walaupun sedikit menghilangkan referensi jender dalam penggunaannya, ”divabilitas” secara fonemik dekat dengan kata ”difabel”. Maka, kata divabilitas ini mampu dijadikan penyemangat dan motivasi bagi semua difabel, khususnya di Indonesia, untuk mampu memberikan potensi terbaik yang dimiliki untuk mencapai karier atau penghidupan yang menyamai, bahkan melebihi, nondifabel.
Inklusivitas
Tentu dalam menunjang para difabel, pemerintah perlu menggalakkan aturan-aturan bersifat inklusif keseteraan yang sudah diamanatkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Institusi atau lembaga didorong untuk mengakomodasi inklusivitas pada kaum difabel, yaitu mereka tetap dapat mengakses pelayanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, mendapatkan nutrisi, perlindungan sosial, dan terpenuhi hak-hak lain sehingga difabel dapat mandiri, menjadi sumber daya manusia yang unggul, bahkan mampu berkontribusi untuk pembangunan bangsa dan negara.
Saat ini lebih dari 22 juta orang atau 8,56 persen penduduk Indonesia merupakan penyandang disabilitas/difabel. Hampir setengahnya menyandang disabilitas ganda. Sudah sepantasnya difabel tidak lagi mengalami hambatan dalam berinteraksi dan berpartisipasi dengan sekitarnya jika lingkungan mendukung.
Tentu dalam menunjang para difabel, pemerintah perlu menggalakkan aturan-aturan bersifat inklusif keseteraan yang sudah diamanatkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Kondisi sosio-ekonomi pascapandemi Covid-19 berpotensi menyebabkan masalah pada penerapan inkluvisitas difabel karena penyesuaian industri yang memberi penekanan pada efisiensi sumber daya manusia. Belum lagi ancaman resesi global pada tahun 2023. Namun, pembatasan sosial berskala global dari pandemi Covid-19 juga memberikan hikmah terbesarnya, yaitu meningkatnya pemanfaatan dan perkembangan teknologi. Internet of things, cloud data management, dan artificial intelligence dapat menjadi kendaraan bagi para difabel untuk menyalurkan ide, kreativitas, inovasi, dan bakat sehingga mereka terbantukan mencari dan mengelola kemampuan ”divabilitas“ yang mereka miliki.
Youtube merupakan salah satu platform yang dapat memberikan penghasilan hingga bernilai fantastis kepada content creator yang menyedot engagement (views, subscribe, and comments) dari para penonton di seluruh dunia. Terlebih, sejak 2 November 2022, Indonesia sudah meninggalkan TV analog (menggunakan UHF) dan mengonversi dengan penggunaan TV digital sehingga akses Youtube atau platform streaming lainnya akan semakin meluas. Tidak hanya terbatas kepada penonton di kota-kota besar, namun hingga ke pelosok desa yang sudah terjangkau dengan jaringan internet.
Platform ini dapat menjadi salah satu peluang bagi para difabel melebarkan upayanya dan menjadi viral (secara produktif) sehingga mereka dapat dikenal luas oleh masyarakat umum, kemudian menjadi inspirasi yang menular bagi para difabel lain yang menonton. Menularkan divabilitas secara meluas menjadi faktor potensi yang mendukung peningkatan kesejahteraan hidup para difabel lainnya.
Baca juga : Sekolah Inklusi, Menyemai Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas
Hari Penyandang Disabilitas Internasional 2022 pada 3 Desember 2022 membawa tema transformative solutions for inclusive development: the role of innovation in fuelling an accessible and equitable world yang diterjemahkan menjadi ’solusi transformatif untuk perkembangan inklusivitas: peranan inovasi dalam memberi energi dunia dengan aksesibilitas dan kesetaraan’.
Tema ini tentu memberikan gambaran bagaimana dunia, dan pemerintah tiap-tiap negara khususnya, perlu mengembangkan solusi yang memiliki sifat memberikan transformasi mendasar pada proses aspek sosial, ekonomi, dan politik kepada para penyandang disabilitas untuk mewujudkan perkembangan inklusivitas dunia, serta bagaimana pemerintah mengelola produk inovasi untuk menjadi perangkat utama dalam meningkatkan aksesibilitas dan kesetaraan kaum difabel. Dengan mengaplikasikan tema ini dalam aspek kehidupan bernegara, maka negara kemudian dapat menjadi mediator untuk lahirnya para diva dari kaum difabel.
Husnul Mubarak, Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
IG: drhusnul.rehab