Peran Petani Milenial dalam Mewujudkan Pangan Berkelanjutan
Petani milenial merupakan penentu kemajuan pertanian masa depan. Para petani generasi Indonesia Emas 2045 ini berperan penting mewujudkan pangan berkelanjutan melalui kompetensi yang sejalan dengan Revolusi Industri 4.0.
Indonesia memiliki 84,4 juta penduduk yang merupakan anak-anak di bawah umur 18 tahun (generasi muda). Dari jumlah itu, 20-30 persen diharapkan menjadi petani generasi Indonesia Emas 2045 atau saat 100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia berusia di bawah 40 tahun.
Mereka juga akan menjadi sumber daya manusia (SDM) unggul, maju, dan berdaya saing serta produktif sebagai bonus demografi Indonesia (2012-2035). Kontribusi para petani milenial ini mencapai 50 persen peningkatan produktivitas jika mampu mengimplementasikan inovasi, sarana, dan prasarana dengan baik dan benar serta mampu mengusulkan kebijakan peraturan perundang-undangan yang mendukung pertanian berkelanjutan.
Dalam konteks pembangunan negara agraris seperti Indonesia, diperlukan kemampuan ketersediaan dan kesiapan pangan ataupun kedaulatan pangan berkelanjutan yang didukung pengembangan sumber daya manusia petani kreatif-inovatif dan berkarakter serta berjiwa nasionalisme. Untuk ini, diperlukan pendidikan dan penguatan kelembagaan melalui sekolah tani milenial, sekolah vokasi desa, dan korporasi desa (revitalisasi BUMDes).
Baca juga : Krisis Regenerasi Petani Muda
Secara garis besar, generasi Indonesia Emas 2045 (termasuk di sektor pertanian pangan) akan tercapai melalui pembangunan SDM secara sistematis dan komprehensif yang dicirikan oleh (1) kecerdasan komprehensif yang produktif dan inovatif, (2) damai dalam interaksi sosial dan berkarakter kuat, (3) sehat dan menyehatkan dalam berinteraksi dengan alam, serta (4) berperadaban unggul.
Dalam konteks ini, petani milenial merupakan penentu kemajuan pertanian masa depan. Regenerasi tenaga kerja serta kreativitas inovasi, kemampuan berkomunikasi dan media, serta pemanfaatan teknologi digital akan melahirkan pertanian modern mandiri berbasis kewirausahaan, produktif, dan berkelanjutan.
Hal tersebut dapat dicapai melalui pendekatan zona kawasan atau sektor komoditas, seperti tanaman pangan, hortikultura, perternakan, dan perkebunan dari hulu hingga ke hilir, mengingat kebutuhan pangan di masa depan akan meningkat drastis seiring laju pertumbuhan penduduk. Akan tetapi, pada kenyataannya pekerja di dunia pertanian malah mengalami penurunan dan masih diisi oleh petani senior (usia 45-64 tahun). Karena itu, mengenalkan dan menggerakkan petani generasi Indonesia Emas 2045 menjadi pilihan yang tepat untuk regenerasi dan meningkatkan produktivitas pertanian dalam rangka mewujudkan gerakan Let’s be Young Agripreneur dalam konteks smart farming pada fase on farm dan off farm.
Menjawab isu strategis akan petani generasi Indonesia Emas 2045 menjadi suatu peluang perubahan positif dalam menciptakan inovasi bertani, maka diperlukan peta jalan atau road map (target output dan strategi) dalam jangka pendek (2023-2027), jangka menengah (2027-2032), dan jangka panjang (hingga 2045). Peta jalan ini berbasis keunggulan komparatif saat ini dan/atau membangun keunggulan kompetitif di masa depan melalui transformasi kelembagaan pertanian secara menyeluruh dan terpadu di tingkat pemerintahan, pendidikan, dunia kerja, dunia bisnis, dan komunitas yang nanti berimplikasi pada produktivitas dan penciptaan nilai tambah di bidang pangan berkelanjutan.
Oleh karena itu, masalah pangan merupakan salah satu isu strategis yang harus dijawab oleh negara karena stabilitas nasional dan kemaslahatan rakyat yang sangat rentan oleh perubahan-perubahan. Sebaliknya, isu strategis juga dapat mengandung suatu ancaman jika tidak direspons dengan tepat akibat terlena dengan kesuksesan dalam program swasembada pangan yang mengabaikan isu strategis tentang pasar yang mulai melirik komoditas substitusi yang murah, mudah diperoleh, kandungan gizi dan mutu memadai, dan aksesibilitas terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.
Untuk mewujudkan petani generasi Indonesia Emas 2045 diperlukan hubungan kemitraan ( pentahelix) antar-pemangku kepentingan, seperti pemerintah, sektor swasta (dunia usaha dan media), akademisi, dan masyarakat.
Hubungan kemitraan
Untuk mewujudkan petani generasi Indonesia Emas 2045 diperlukan hubungan kemitraan (pentahelix) antarpemangku kepentingan, seperti pemerintah, sektor swasta (dunia usaha dan media), akademisi, dan masyarakat untuk menjalankan proses pembangunan pertanian dalam arti luas, terutama bidang pangan berkelanjutan. Ini dilakukan melalui, pertama, kesiapan pemimpin pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah, para pemilik dan profesional dunia usaha dalam menghadapi pesatnya perkembangan dan perubahan akibat globalisasi dan teknologi digital. Kedua, keberadaan riset strategis dan/atau inovatif yang mampu menciptakan nilai tambah melalui pendanaan riset berkesinambungan. Ketiga, jaminan keberlangsungan pendanaan pendidikan bagi generasi petani milenial dan zenial melalui pengelolaan dana abadi pendidikan.
Untuk menindaklanjuti kesiapan tersebut, diperlukan program-program yang dapat direvitalisasi atau dikembangkan dengan peran aktif komunitas melalui (1) program magang bagi petani pemula pada tani center yang didukung inkubator bisnis yang terdapat di perguruan tinggi atau kampus pertanian merdeka; (2) program kemitraan lokal; (3) program pendirian badan jasa layanan informasi pertanian berkelanjutan atau badan pusat nasional untuk teknologi tepat guna pertanian dalam struktur organisasi kementerian teknis, seperti Kementan, Kementerian Kominfo, dan Kementerian Koperasi dan UKM; dan (4) program bantuan permodalan khusus melalui penguatan koperasi bagi petani pemula untuk pertanian pangan berkelanjutan berbasis komoditas unggulan melalui skema insentif untuk petani pemula (khususnya generasi milenial) yang ingin melakukan investasi pertanian melalui cost sharing antara komunitas dan Kementan ataupun kementerian lain.
Hal berikutnya, memberikan pendampingan kepada pengelola BUMDesa dalam menuju korporasi desa melalui seminar dan pelatihan serta melakukan focus droup discussion (FGD) untuk menganalisis potensi lokal sebagai bisnis yang layak, menguntungkan, dan berkelanjutan serta melaksanakan perhitungan kelayakan bisnis agar menghasilkan bisnis prospektif dan layak untuk dikembangkan sesuai standar laporan keuangan/akuntasi yang baik dan benar.
Pencapaian pangan berkelanjutan melalui petani generasi Indonesia Emas 2045 dapat dilakukan melalui empat tahapan. Pertama, pemetaan terhadap pelaku yang bergerak di sektor pertanian dalam arti luas, yaitu bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Hal ini untuk menentukan rumusan dan arah bidang yang diprioritaskan/unggulan beserta fokus pembinaan dan pengembangan yang dilakukan secara terencana, terarah, dan teratur dengan jaringan perguruan tinggi/lembaga penelitian dan perusahaan.
Kedua, memfasilitasi pelaku, khususnya petani milenial yang bergerak di sektor pertanian pangan melalui pembentukan corporate farming system sebagai upaya memperluas kepemilikan lahan bersama (manajemen area). Ini dilakukan dengan cara mengelola bersama dalam suatu wadah kerja sama produksi sebagai upaya menekan biaya produksi tinggi di lahan sempit, dan juga memudahkan intensifikasi (peningkatan produktivitas) pertanian dengan alat dan mesin pertanian
Ketiga, mendirikan Agriculture Development Centre atau Agrotechno Park yang sesuai potensi dan kapasitas dari beberapa daerah pelaku yang dominan bergerak di bidang pertanian pangan bekerja sama dengan dinas pertanian, dinas perdagangan dan koperasi, serta perguruan tinggi, atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) BRIN menurut kapasitas masing-masing. Keberadaan lembaga ini dapat dijadikan pusat pelatihan (peningkatan mutu SDM petani dan produk yang dihasilkan), serta area produksi percontohan, pusat promosi dan informasi agrobisnis, serta teknologi pangan.
Baca juga: Masa Depan Petani Indonesia di Era Teknologi 4.0
Keempat, merintis pembentukan misi/bantuan teknik pertanian pangan untuk daerah yang dominan bergerak di bidang pertanian pangan melalui proyek percontohan usaha bersumber dari lahan bekas tebangan Hutan Tanaman Industri (HTI), lahan BUMN/Persero Terbatas Perkebunan (PTP), dan perkebunan swasta besar. Upaya ini diikuti dengan pembiayaan dan penjaminan melalui perbankan (konvensional dan syariah) maupun lembaga keuangan non perbankan.
Cita-cita mewujudkan petani generasi Indonesia Emas 2045 sebagai grand plan perlu disikapi dengan serius dan bijak, serta membutuhkan persiapan yang baik dan waktu yang panjang, agar dapat memberikan kontribusi positif kepada pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di Indonesia. Dalam hal ini dibutuhkan kompetensi utama petani yang sejalan dengan Revolusi Industri 4.0, yaitu memiliki talenta digital dan jiwa kepemimpinan digital. Keterampilan lain yang diperlukan adalah teknologi seperti artificial intelligence (AI) dan otomatisasi.
Dengan demikian, peran petani generasi Indonesia Emas 2045 dalam mewujudkan pangan berkelanjutan memerlukan lompatan pengetahuan serta keterampilan berbasis teknologi dan industri yang terus-menerus ditingkatkan untuk mendorong daya saing Indonesia dalam perekonomian global. Untuk itu, peningkatan mutu pendidikan SDM petani dalam arti umum maupun khusus harus disesuaikan dengan tingkatan dan stratanya agar berdampak kepada hasil (outcome) dari petani sendiri sebagai orang yang lebih kompeten, memiliki peran lebih baik, pemanfaatan SDM yang lebih baik, bekerja secara tim lebih efektif, ada sinergi antar petani secara positif, meningkatnya kepuasan dan komitmen kerja.
Musa Hubeis, Ketua PS IKM SPs dan Guru Besar Ilmu Manajemen Industri FEM IPB University