RUU Kesehatan Omnibus Law pada dasarnya akan memperbaiki berbagai tumpang tindih, ketidakharmonisan, dan kekurangan berbagai perundang-undangan dalam bidang kedokteran dan kesehatan. Tidak perlu terburu-buru menolak RUU.
Oleh
JUDILLHERRY JUSTAM
·5 menit baca
Tulisan ini merupakan sebuah respons atas opini Sukman Tulus Putra berjudul ”Polemik RUU Kesehatan Sapu Jagat” yang dimuat di harian Kompas, 28 November 2022.
Ada beberapa isu yang perlu dikritisi. Pertama, opini tersebut menyebutkan bahwa salah satu alasan penolakan Rancangan Undang-Undang Kesehatan ”Sapu Jagat” ini adalah karena penyusunannya tidak partisipatif dan tidak transparan. Tidak satu pun organisasi profesi sebagai pemangku kepentingan (stakeholders) dan masyarakat yang dilibatkan.
Apakah memang benar pemangku kepentingan bidang kesehatan tak pernah dilibatkan sebelumnya? Ternyata tidak.
Pada webinar Forum Komunikasi Ikatan Dokter Indonesia (Forkom IDI) yang berlangsung 27 November 2022 terungkap pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahwa pada bulan Mei 2022 pihaknya sudah memberi tahu Ketua Umum Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi tentang perlunya RUU ini. Hal ini diperkuat pula oleh salah seorang narasumber dalam webinar tersebut, Dr M Nasser, bahwa memang Ketua Umum PB IDI telah tahu ada RUU tersebut sejak Mei 2022.
M Nasser justru mempertanyakan mengapa isu mengenai RUU Kesehatan Omnibus Law ini baru muncul bulan Agustus 2022 dan dibiarkan berlalu begitu saja. Mengapa dalam masa itu IDI tidak melakukan advokasi dan pendekatan pada fraksi-fraksi di DPR? Yang terjadi, justru pada akhir November para dokter melakukan aksi turun ke jalan.
Draf RUU tak jelas asal-usulnya
Saat ini sudah beredar draf RUU Kesehatan Omnibus Law yang tidak jelas asal-usulnya. Draf RUU yang tidak resmi inilah yang ramai dibicarakan dan dipermasalahkan oleh sementara pihak.
Bahkan, ada sejumlah pemangku kepentingan yang diundang untuk hadir dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) oleh Badan Legislasi DPR, yang menyebutkan tentang adanya pasal-pasal tertentu dari draf RUU Kesehatan Omnibus Law yang tak resmi ini.
RUU Kesehatan Omnibus Law ini disahkan dalam perubahan Prolegnas 2022 pada 21 September 2022 sebagai RUU Inisiatif DPR. Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, Badan Legislasi DPR belum mempunyai draf naskah akademis dan RUU Kesehatan Omnibus Law ini.
Saat ini proses penyusunan RUU baru pada tahap melakukan berbagai RDPU yang justru dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari seluruh pemangku kepentingan. Dari tahap ini akan masuk ke penyusunan naskah akademis dan RUU Kesehatan Omnibus Law.
Dalam tahap RDPU ini IDI dan berbagai organisasi profesi diundang. Dengan demikian, tidak tepat jika dikatakan organisasi profesi tidak dilibatkan dan tidak diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyusunan RUU Kesehatan Omnibus Law.
Kedua, terkait sinyalemen upaya penghilangan pengakuan IDI sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter dengan merujuk pada peran sebuah organisasi dokter internasional. Disebutkan dalam opini Sukman Tulus Putra bahwa IDI adalah satu-satunya organisasi dokter di Indonesia yang telah diakui dalam organisasi dokter sedunia, World Medical Association (WMA).
Fakta sebenarnya adalah WMA menerima IDI sebagai satu-satunya wakil organisasi dokter dari Indonesia karena memang WMA hanya menerima satu organisasi dokter dari satu negara.
Dengan demikian, tidak tepat jika dikatakan organisasi profesi tidak dilibatkan dan tidak diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyusunan RUU Kesehatan Omnibus Law.
Lalu apakah WMA berwenang mengatur organisasi profesi di Indonesia dengan cara mengakui bahwa hanya boleh ada satu organisasi profesi dokter? Ini jelas tak logis. WMA adalah organisasi swasta yang tak mempunyai kewenangan mengikat untuk mengakui hanya satu organisasi profesi di suatu negara.
Pada laman resminya, WMA bahkan menyadari bahwa organisasi dokter di suatu negara bisa lebih dari satu. Jadi, ada perbedaan antara kata diakui dan diterima sebagai anggota yang memang harus satu dari setiap negara. Dalam hal ini, tidak tepat untuk mengaburkan arti diakui untuk menolak RUU Kesehatan Omnibus Law.
Ketiga, mengenai surat tanda registrasi (STR) dokter. Sukman Tulus Putra menyebutkan, di Amerika Serikat, STR harus diperbarui setiap dua tahun. Di Malaysia dan Singapura, STR berlaku hanya satu tahun dan di Filipina tiga tahun. Faktanya tak demikian. Rupanya Sukman Tulus Putra rancu menjelaskan tentang STR dan izin praktik.
Penulis melakukan komunikasi dengan dokter-dokter yang menjalankan praktik di berbagai negara dan mereka menjelaskan untuk izin praktik memang betul tidak ada yang berlaku seumur hidup, tetapi umumnya STR itu berlaku seumur hidup.
Ilustrasi
Registrasi dokter di Malaysian Medical Council hanya sekali, tetapi izin praktik (practice license) memang harus diperbarui setiap tahun. Di Singapura STR berlaku seumur hidup, tetapi izin praktik harus diperbarui setiap dua tahun. Di Jerman ijazah dokter sekaligus sudah dianggap sebagai STR.
Di AS hanya dikenal izin praktik (medical license) yang harus diperbarui setiap tahun, tidak ada yang lainnya lagi. Pemantauan dan penjagaan kompetensi dan keterampilan dokter dievaluasi pada saat perpanjangan izin praktik.
Memperbaiki tumpang tindih
RUU Kesehatan Omnibus Law ini pada dasarnya justru akan memperbaiki berbagai tumpang tindih, ketidakharmonisan, dan kekurangan berbagai perundang-undangan dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Sebagai warga negara yang baik, harapannya tidak perlu terburu-buru untuk menolak sebelum membaca draf naskah akademis dan RUU Kesehatan Omnibus Law yang sedang dipersiapkan oleh Badan Legislasi DPR.
Isi RUU Kesehatan Omnibus Law nantinya juga tak hanya mengenai organisasi profesi, tetapi juga isu-isu kebijakan lainnya, seperti rumah sakit, obat, alat kesehatan, sampai kesehatan jiwa.
Sebagai warga negara yang baik, harapannya tidak perlu terburu-buru untuk menolak sebelum membaca draf naskah akademis dan RUU Kesehatan Omnibus Law yang sedang dipersiapkan oleh Badan Legislasi DPR. Apabila nanti ada hal-hal yang tidak atau kurang disetujui, masih ada waktu untuk memberikan pendapat dan masukan.
Judillherry JustamWakil Ketua Dewan Penasihat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (2012-2015), Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan