Mimpi manis itu hidup menepi di kota kecil dengan fasilitas publik lengkap. Mimpi itu sejalan tren dunia dengan kota-kota kecil yang bersemi. Kelak, sabuk penyelamat dunia ada di rangkaian kota-kota itu.
Oleh
NELI TRIANA
·5 menit baca
”Kalau bisa memilih, enak hidup di kota lebih kecil. Enggak sibuk, enggak macet, enggak bikin pusing. Tapi, internet kenceng, airnya bagus, ada bioskop, mal boleh juga, tetapi jangan banyak-banyak. Ada kereta atau bus, jadi mudah kalau mau jalan ke luar kota. Terus, dekat gunung atau pantai. Wah, itu asik banget.”
Kalimat-kalimat itu sering dilontarkan dalam percakapan ringan antarteman yang hidup di kota-kota besar, seperti Jakarta.
Gayung bersambut. Seiring perkembangan zaman dan arus informasi yang tak terbendung, tren gaya hidup kota besar cepat menular ke berbagai daerah. Kota-kota kecil eksisting berbenah. Bermunculan pula kawasan urban baru berkat pemekaran berbagai wilayah sampai tumbuhnya kawasan-kawasan industri sebagai pusat kegiatan ekonomi baru.
Tren itu tergambarkan dalam Laporan Kota-kota Dunia 2022 dari UN Habitat. Laporan itu memaparkan bahwa populasi kota global meningkat dua kali lipat dari 25 persen pada 1950 menjadi sekitar 50 persen pada 2020. Diproyeksikan perlahan meningkat menjadi 58 persen selama 50 tahun ke depan.
Pada 2020-2070, jumlah kota di negara berpenghasilan rendah akan meningkat hingga 76 persen. Persentase jauh lebih kecil, yaitu 6-20 persen terjadi di negara berpenghasilan menengah dan tinggi.
Diproyeksikan selama lima dekade ke depan pertumbuhan luas lahan perkotaan sebagian besar akan terjadi di negara berpenghasilan rendah, yaitu sampai 141 persen. Kota-kota kecil mencakup hampir separuh area urban di negara-negara berpenghasilan rendah. Separuh sisanya terdiri dari kota sedang, kota besar, kota sangat besar, termasuk metropolitan, dan megapolitan.
Indonesia yang kini masuk negara berpenghasilan rendah merasakan langsung tumbuh dan bermekarannya kota-kota kecil ataupun sedang tersebut. Data Kementerian Dalam Negeri tahun 2021 menyebutkan, di Indonesia ada 416 kabupaten dan 98 kota. Fakta di lapangan, dari 416 kabupaten setidaknya memiliki satu wilayah yang masuk kategori kawasan perkotaan, yaitu di ibu kota kabupaten.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perkotaan adalah wilayah yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian. Wilayah perkotaan biasanya memiliki susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi.
Kawasan urban dengan jumlah penduduk kurang dari 100.000 jiwa tergolong kota kecil. Kota sedang berpenduduk hingga 500.000 jiwa dan kota besar menyentuh 1 juta warga. Disebut metropolitan jika dihuni 5 juta orang dan megapolitan di atas itu. Tren saat ini, megapolitan mengarah pada kota superbesar dengan penduduk hingga di atas 10 juta jiwa.
Di negara maju dengan pemenuhan kebutuhan dasar publik yang lebih baik, kota kecil sampai megapolitannya menawarkan pesona yang berbeda. Mereka yang senang dengan keramaian, adopsi teknologi terkini, karier yang lebih menantang, dan kehidupan hedonis bakal menyukai kota besar, metropolitan, dan megapolitan. Bagi yang senang hidup tenang, relatif sepi, dan tidak terburu-buru, kota-kota kecil dan sedang menjadi pilihan.
Ketersediaan transportasi publik, air bersih, fasilitas kesehatan, pengelolaan sampah kota, dan pelayanan publik lain tak terlalu berbeda jauh antara kota besar dan kota kecil di negara kaya.
Masalah-masalah krusial, seperti hunian tak layak, kawasan kumuh, hingga penyediaan air perpipaan telah menjadi endemik dan sulit terurai di kota besar, dapat diatasi lebih tuntas di kota kecil.
Namun, di negara berpenghasilan rendah, seperti Indonesia, kota kecil yang lebih nyaman sering kali hanya ada dalam impian. Beberapa kota kecil, sedang, dan area urban baru bahkan seakan ikut meng-copy paste berbagai masalah kota besar di daerahnya. Bahkan, ibu kota negara menjadi acuan kemajuan dan keberhasilan di daerah.
Meskipun demikian, kota-kota sedang dan kecil dinilai akan lebih mudah untuk sadar diri dan mengganti strategi dengan mengadopsi percepatan pembangunan kawasan urban berkelanjutan di daerahnya sesuai tuntutan saat ini. Pembangunan berkelanjutan sesuai rekomendasi UN Habitat adalah kota kompak terintegrasi. Ini adalah kota yang lebih fleksibel dan adaptif untuk menanggapi pandemi di masa depan juga berbagai bencana lain.
Masalah-masalah krusial, seperti hunian tak layak, kawasan kumuh, pengelolaan limbah perkotaan, hingga penyediaan air perpipaan yang telah menjadi endemik dan sulit terurai di kota besar, dapat diatasi lebih tuntas di kota kecil.
Di kota sedang, kecil, dan area urban baru dengan luasan lahan terbatas serta tumpukan masalah yang masih sedikit, cakupannya tidak terlalu luas, atau bahkan belum ada. Mendandaninya menjadi kota kompak terintegrasi bakal lebih cepat dan murah. Tentu ini mensyaratkan kepemimpinan dan tim yang memahami kosep dan cara menerapkannya.
Kota kompak berorientasi pada angkutan umum, pejalan kaki, dan kendaraan ramah lingkungan. Penataan ruang dengan memperhitungkan perencanaan pertambahan penduduk serta peningkatan fungsi kota di masa yang akan datang. Alokasi lahan untuk hunian, tempat usaha, dan fungsi lain dapat terencana sejak awal untuk 20-30 tahun ke depan. Ini sesuai rencana pembangunan jangka panjang sehingga dapat menekan potensi urban sprawl atau pengembangan kota tak terkendali seperti yang terjadi di Jabodetabek.
Rangkaian kota-kota kecil, sedang, dan urban baru yang kompak itu kelak menjadi sabuk penyelamat. Warga kota-kota maha besar sarat masalah akan melirik kota-kota yang lebih mungil, tetapi ideal. Persebaran penduduk dimungkinkan terjadi secara alami dan masalah-masalah klasik metropolitan ikut terurai dengan sendirinya.
Kuncinya, sekali lagi, segera sadar diri akan kondisi kota kecil kita dan cepat ubah strategi pembangunan menuju kota layak huni masa depan. Dan, jika itu semua terjadi, menepi di kota kecil yang membahagiakan, sebagaimana materi percakapan antarteman yang tinggal di kota-kota besar, kelak bukan lagi sekadar mimpi kosong.