Kiat Mesir Atasi Dampak Perang Ukraina-Rusia
Krisis ekonomi pascaperang Ukraina-Rusia menyebabkan perekonomian Mesir langsung oleng. Pemerintah Mesir harus memutar otak mencari jalan untuk keluar dari krisis ekonomi itu.

Seorang petani membawa kantong berisi gandum yang dipanen dari sebuah ladang di Provinsi Gharbia, Mesir, 14 Mei 2020.
Perang Ukraina-Rusia, yang meletus sejak Februari 2022, terus berkepanjangan sampai hari ini. Belum ada tanda-tanda yang mengarah perang tersebut segera berakhir.
Banyak negara mengalami kesulitan ekonomi akibat perang Rusia-Ukraina itu. Dua negara yang sedang berperang itu sudah dikenal sebagai lumbung pangan dunia.
Seperti diketahui, kawasan Laut Hitam selama tiga dekade terakhir ini merupakan pusat perdagangan biji-bijian yang menjadi bahan pokok kebutuhan pangan manusia, seperti gandum, kedelai, dan jagung. Rusia dan Ukraina adalah dua negara penting yang bertepi ke Laut Hitam. Banyak negara sangat tergantung pada Rusia dan Ukraina dalam pengadaan gandum.
Mesir adalah salah satu negara yang paling parah terdampak perang Ukraina-Rusia. Dampak parah yang menimpa Mesir itu tidak semata isu ekonomi, tetapi juga menyangkut isu sangat strategis, yakni keamanan pangan.
Baca Juga: Mesir dan Krisis Ukraina, dari Gandum hingga Air
Sekitar 80 persen kebutuhan gandum Mesir diimpor dari Ukraina dan Rusia. Gandum adalah bahan pokok roti yang menjadi makanan pokok rakyat Mesir yang kini berjumlah sekitar 104 juta jiwa. Dari 13 juta ton gandum yang diimpor Mesir pada 2020-2021, sebanyak 7,56 ton di antaranya diimpor dari Rusia dan 1,9 ton dari Ukraina.
Neraca perdagangan Mesir dengan Rusia dan Ukraina mencapai 4,4 miliar dollar AS pada 2021. Mesir memilih Rusia dan Ukraina sebagai sumber pasokan gandum karena harganya kompetitif, jarak geografis cukup dekat, dan jadwal pengapalan bahan pangan tersebut teratur.

Sebuah kapal kargo berlayar melewati kota Ismailia, Mesir, 30 Maret 2021.
Selain isu strategis bahan pangan, Mesir juga mendapat dampak sektor pariwisata yang cukup signifikan. Hampir 30 persen wisatawan yang datang ke Mesir berasal dari Rusia dan Ukraina.
Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber utama devisa bagi Mesir. Pada 2010, Mesir mendapat kunjungan sebanyak 14,7 juta wisatawan dengan pendapatan devisa sebanyak 12,5 miliar dollar AS.
Baca Juga: Dampak Perang Ukraina terhadap Dunia Arab
Pada saat pandemi Covid-19 tahun 2020, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Mesir anjlok sampai 70 persen. Pendapatan devisa dari pariwisata pun hanya 4 miliar dollar AS.
Karena itu, perekonomian Mesir langsung oleng akibat perang Rusia-Ukraina. Nilai mata uang lokal, pound Mesir, langsung anjlok. Dalam waktu kurang dari satu tahun, Mesir terpaksa dua kali mendevaluasi mata uangnya dalam upaya mengatasi krisis ekonomi akibat perang Ukraina-Rusia. Inflasi di Mesir menembus hampir 30 persen.
Perekonomian Mesir langsung oleng akibat perang Ukraina-Rusia.
Pemerintah Mesir pun harus putar otak untuk mengatasi krisis ekonomi akibat perang Ukraina-Rusia. Ada beberapa langkah yang dilakukan Pemerintah Mesir dalam upaya bisa segera keluar dari krisis ekonomi itu.
Pertama, Pemerintah Mesir menggelar konferensi penyalamatan ekonomi pada akhir Oktober 2022 yang dihadiri perwakilan dari semua elemen masyarakat di Mesir. Pemerintah Mesir tampaknya ingin berbagi tanggung jawab dengan berbagai elemen masyarakat untuk memikul dan sekaligus mencari solusi krisis ekonomi di negara itu.
Kedua, Pemerintah Mesir terpaksa berunding lagi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mendapatkan pinjaman dana baru. Perundingannya alot dan tidak mudah. Mesir akhirnya mendapatkan pinjaman baru dari IMF sebanyak 3 miliar dollar AS pada awal November lalu.
Mesir sebenarnya meminta pinjaman sebanyak 5 miliar dollar AS ke IMF. Namun, baru dikabulkan 3 miliar dollar AS. Mesir dikabarkan masih mengejar pinjaman tambahan 2 miliar dollar AS dari IMF sesuai permintaan awalnya.

Seorang pegawai menghitung mata uang dollar AS di sebuah kios pertukaran uang asing di Kairo, Mesir, 20 Maret 2019.
Ketiga, Mesir terpaksa melakukan diversifikasi sumber gandum. Hal ini karena sumber gandum di Rusia dan Ukraina tertutup akibat perang dua negara itu. Diversifikasi sumber gandum terpaksa dilakukan meskipun harus membayar harga lebih mahal.
Pada Juni lalu, Mesir untuk pertama kalinya mendapat pasokan gandum dari India. Harganya lebih mahal dibandingkan dengan harga gandum dari Rusia dan Ukraina.
Mesir juga mencoba mendapatkan pasokan gandum dari AS, Perancis, dan Romania untuk memenuhi kebutuhan gandumnya yang cukup besar. Bahkan, Mesir masih mencoba mendapatkan gandum dari Rusia dan Ukraina melalui pihak ketiga, seperti China.
Baca Juga: Perang Ukraina dan Tatanan Baru Timur Tengah
Mesir juga melakukan berbagai cara untuk mengamankan pengadaan gandum yang menjadi kebutuhan strategisnya. Di dalam negeri Mesir mulai diteriakkan suara agar pemerintah memberi segala fasilitas guna memperluas lahan pertanian untuk tanaman biji-bijian gandum agar dalam jangka menengah dan panjang bisa mengurangi ketergantungan Mesir atas impor gandum.
Saat ini, produksi biji-bijian gandum di Mesir hanya mampu memenuhi sekitar 20 persen kebutuhan gandumnya. Sejumlah pengamat ekonomi Mesir menyebut, gandum menjadi bagian dari keamanan nasional Mesir.
Keempat, dalam sektor pariwisata, Mesir juga berusaha mencari pengganti wisatawan dari Rusia dan Ukraina dengan membidik pasar wisatawan baru, seperti India, Pakistan, Aljazair, dan Maroko.

Pemandangan area resor Savoy di kawasan wisata Sharm el-Sheikh, tepi Laut Merah, Mesir, 24 Februari 2019.
Mesir membidik pula wisatawan dari Eropa Barat, seperti Inggris, Jerman, Perancis, dan Italia, dengan membangun destinasi wisata baru di berbagai wilayah di Mesir yang sesuai dengan selera wisatawan dari Eropa Barat.
Kelima, Mesir terus berusaha meningkatkan kapasitas sumber daya alamnya untuk ikut membantu mengatasi krisis ekonomi akibat perang Ukraina-Rusia. Di antara sumber alam yang sedang digarap secara maksimal saat ini adalah gas alam.
Mesir kini sedang gencar mempromosikan dirinya sebagai pusat gas regional ke masyarakat internasional. Mesir pun tidak menyia-nyiakan konferensi iklim COP27, yang digelar di kota Sharm el-Sheikh pada 6-18 November 2022, sebagai panggung promosi untuk memperkenalkan diri sebagai pusat energi hijau di kawasan Timur Tengah.
Baca Juga: Mesir, Sharm el-Sheikh, dan COP27
Menurut kantor berita Reuters, ekspor gas Mesir mencapai kenaikan hingga 98 persen dengan angka 3,892 miliar dollar AS pada empat bulan pertama tahun 2022. Mesir telah berhasil meningkatkan ekspor gasnya secara signifikan pada 2021 dengan meraih pendapatan hingga 3,959 dollar AS. Angka ini naik 768 persen dibandingkan tahun 2020 yang hanya meraih pendapatan 456 juta dollar AS.
Mesir dalam upaya menunjukkan perannya sebagai pamain utama di sektor gas telah berandil besar dalam pembentukan forum gas Mediterania Timur (The East Med) pada Januari 2019 dengan berkantor di Kairo. The East Med beranggotakan Mesir, Siprus, Yunani, Israel, Italia, Palestina, dan Jordania.
Itulah berbagai cara dan kiat yang dilakukan Mesir untuk menyehatkan kembali perekonomiannya setelah terdampak cukup serius dari perang Ukraina-Rusia yang berkepanjangan sampai saat ini.