Krisis kali ini akan memperbaiki persaingan ketat dalam perekrutan dengan tawaran uang besar. Perkembangan terbaru juga akan membuat investor lebih rasional, tidak memburu saham-saham hingga di luar nalar.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
LUDOVIC MARIN / AFP
Orang mengabadikan rekannya dengan kamera telepon seluler, berlatar tulisan besar Google, di ajang APEC, di Bangkok, Thailand, 18 November 2022.
Setelah booming bertahun-tahun, perusahaan teknologi terkena krisis. Terjadi penurunan pendapatan dan pemutusan hubungan kerja.
”Setiap orang telah mengingatkan dalam dua dekade terakhir bahwa ini pasti berakhir. ... Akhirya pertumbuhan tahun demi tahun berakhir juga,” kata Marc Weil (35), Manajer Teknisi Stripe, yang juga kehilangan pekerjaan (The Washington Post, 14 September). Mendadak berubah kejayaan perusahaan teknologi yang pernah meraih kinerja akbar.
Microsoft dan Google adalah dua perusahaan teknologi dengan valuasi tertinggi ke-3 dan ke-4 di dunia setelah Apple dan Saudi Aramco. Pada tahun 2020 industri teknologi menyumbang sekitar 10,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) AS. Kenaikan harga-harga saham Amazon, Google, Microsoft, Facebook, Netflix, Tesla, Salesforce, dan lainnya telah mengisi rekening dana pensiun jutaan orang Amerika. Perusahaan teknologi berkontribusi hampir 30 persen terhadap total kapitalisasi S&P 500 pada Maret 2022.
GREG BAKER
Tulisan Alibaba, nama perusahaan teknologi asal China, di luar kantor perusahaan itu, di Beijing, China, April 2021.
Situasi kini berbalik. Indeks Nasdaq, berisikan perusahaan teknologi, telah anjlok 30 persen sejak Januari 2022. Rentetan pemutusan hubungan kerja melanda Meta (Facebook), Twitter, Stripe, Coinbase, Shopify, Netflix, Microsoft, Snap, Robinhood, Lyft, Chime, dan WATCH. Lebih dari 35.000 karyawan di-PHK sejauh ini di Amerika Serikat.
Hal itu juga melanda perusahaan serupa di dunia walau belum separah AS. ”Situasinya mirip krisis dotcom di era 2000,” kata Lise Buyer, seorang analis. Era perekrutan dengan gaji tinggi, minimal 200.000 dollar AS per tahun, untuk lulusan terbaru universitas telah berakhir.
JUSTIN SULLIVAN / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / AFP
Mobil baru Tesla diparkir di pabrik Tesla, Fremont, California, AS, 19 November 2022.
Masalah bagi perusahaan teknologi tergolong bukan menjadi gambaran umum perekonomian AS. Perusahaan teknologi terpukul setelah pandemi Covid-19 mulai mereda. Saat pandemi, perusahaan-perusahaan tergiur berekspansi karena mendadak warga beralih ke dunia daring. Pejabat keuangan (CFO) Zoom Video Communications Inc, Kelly Steckelberg, menuturkan, warga mengurangi pertemuan daring. Akan tetapi, perusahaan-perusahaan telanjur menghabiskan uang untuk investasi termasuk metaverse. ”Saya salah perkiraan,” kata Mark Zuckerberg (Associated Press, 10 November).
Lalu, ada kenaikan suku bunga AS. Pada era suku bunga rendah, sangat mudah mendapat uang, tetapi kini berubah. Bayangan resesi membuat penerimaan iklan menurun. ”Banyak perusahaan akan lenyap,” kata pemimpin Credit Suisse, Axel Lehmann.
”Namun, ada nilai positif. Perusahaan teknologi akan dipaksa fokus pada perolehan keuntungan ketimbang mengejar pertumbuhan bisnis,” kata Andrew Challenger, Wakil Presiden Senior Challenger, Gray & Christmas.
Semil Shah, salah satu mitra di Haystack, melihat krisis kali ini akan memperbaiki persaingan ketat dalam perekrutan dengan tawaran uang besar. Perkembangan terbaru juga akan membuat investor lebih rasional, tidak memburu saham-saham hingga di luar nalar. Perusahaan teknologi juga akan tersadar betapa impian yang terlalu tinggi memiliki batas.