Momentum yang sudah dicapai dalam KTT G20 perlu diteruskan. Ada begitu banyak jendela kesempatan yang terbuka. Kerja keras dan konsistensi merupakan kunci melanjutkan transformasi yang sudah dimulai.
Oleh
A Prasetyantoko
·5 menit baca
AFP/SAUL LOEB
(Kiri ke kanan) Presiden Joko Widodo, Presiden AS Joe Biden , dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam pertemuan Partnership for Global Infrastructure and Investment pada rangkaian KTT G20 di Nusa Dua, Bali, 15 November 15, 2022. (Photo by SAUL LOEB / AFP)
Keberhasilan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali pada 15-16 November lalu bukanlah soal keberuntungan. Melainkan buah kerja keras, bukan hanya dalam penyelenggaraan acara, tetapi juga ketekunan melakukan transformasi ekonomi selama ini.
Dalam hal penyelenggaraan, konsistensi dan kelenturan menjadi penentu disepakatinya Deklarasi Bali (G20 Bali Leaders’ Declaration). Presiden Joko Widodo adalah satu-satunya pemimpin yang bertemu langsung Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden China Xi Jinping, dan kemudian Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk melenturkan ketegangan geopolitik global.
Banyak pihak, bahkan pemerintah sendiri, sebelumnya pesimis KTT G20 akan menghasilkan kesepakatan. Sejak Feberuari 2022, pertemuan tingkat menteri, baik di jalur keuangan (finance track) maupun serpa (sherpa track), selalu gagal menghasilkan komunike. Sejak invasi Rusia ke Ukraina, kelompok negara G20 sudah tidak akur, bahkan banyak pihak memprediksi bubar. Namun KTT Bali membuktikan lain.
Banyak pihak, bahkan pemerintah sendiri, sebelumnya pesimis KTT G20 akan menghasilkan kesepakatan.
Deklarasi sepanjang 52 paragraf ini merangkum kesepakatan cukup luas. Dalam hal penanganan pandemi, disepakati terbentuknya Pandemic Fund dengan komitmen awal senilai 1,5 miliar dollar Amerika Serikat. Guna menambah kemampuan Dana Moneter Internasional membantu negara yang terdampak krisis disepakati Resilience and Sustainability Trust dengan komitmen awal sebesar 81,6 miliar dollar AS. Selain itu, disepakati juga terbentuknya Just Energy Transition Partnership untuk Indonesia senilai 20 juta dollar AS.
Para pemimpun G20 berpose pada penanaman pohon di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Mangrove Forest, dalam rangkaian KTT G20 di Bali, 16 November 2022. (Photo by Alex Brandon / POOL / AFP)
Masa Depan Indonesia
Majalah The Economist (19/11/2022) mengangkat tema utama mengenai Indonesia dengan menurunkan tiga artikel panjang sekaligus dalam satu edisi. Salah satunya berjudul "Why Indonesia Matters". Pertemuan G20 membuat Indonesia kembali menjadi sorotan dunia, begitu menurut The Economist. Indonesia terakhir kali menjadi perhatian dunia saat krisis Asia 1998 di mana kita adalah bagian dari episentrum persoalan. Sekarang ceritanya sama sekali berbeda.
Bersama dengan India, Indonesia dianggap sebagai raksasa Asia yang mendapatkan momentum dari pergeseran geopolitik dengan titik sentral Amerika Serikat dan China. Meski begitu, diperhitungkannya Indonesia dalam konstalasi geopolitik global juga bukan tanpa usaha.
Salah satu alasan mengapa kita diperhitungkan adalah karena kinerja ekonomi yang menyakinkan. Perekonomian kita menarik perhatian investor, selain karena potensinya, juga karena transformasi yang sudah dijalankan. Mulai dari pembangunan infrastruktur, pembenahan perusahaan negara (BUMN), meningkatkan kualitas pendidikan, peraturan berburuhan, hingga relaksasi aturan investasi.
Bersama dengan India, Indonesia dianggap sebagai raksasa Asia yang mendapatkan momentum dari pergeseran geopolitik dengan titik sentral Amerika Serikat dan China
Dalam beberapa tahun terakhir, terlihat upaya menjadikan Indonesia sebagai bagian penting dari rantai pasok mobil listrik. Indonesia adalah penghasil nikel terbesar dunia yang merupakan bahan utama baterei listrik. Pada 2021 total produksinya sudah mencapai 1 juta metrik ton atau sekitar 37 persen dari total produksi dunia. Selain itu, Indonesia juga memiliki cadangan kobalt ketiga terbesar di dunia setelah Kongo dan Australia.
Indonesia memang beruntung memiliki kekayaan alam luar biasa. Namun, tanpa usaha keras, kekayaan alam bisa berubah menjadi kutukan. Maka, kerja keras dalam melakukan transformasi industri pengolahan bahan baku menjadi salah satu kunci. Ke depan, diperlukan upaya bersamaan, yaitu melakukan industrialisasi yang ramah lingkungan.
President Joko Widodo menyerahkan secara simbolik kepemimpinan G20 pada Perdana Menteri India Narendra Damodardas Modi pada penutupan Working Session 3 KTT G20 di Nusa Dua, Bali, Rabu 16 November 2022. Indonesia G20 Media Center/Zabur Karuru/wsj/vn/22.
Komitmen pemerintah mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batubara cukup besar. Komitmen mencapai emisi nol person di sektor perlistrikan pada 2050 mendapat dukungan pendanaan sebesar 20 miliar dollar AS melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) yang ditandatangi dalam pertemuan KTT G-20.
Skema ini dimotori Amerika Serikat, Jepang dan beberapa negara Uni-Eropa serta pihak swasta senilai Rp 310 triliun yang akan disalurkan bertahap dalam 5 tahun ke depan.
Upaya melakukan transisi energi juga didukung berbagai skema pendanaan seperti Climate Investment Fund yang sudah mengantongi komitmen sekitar 500 juta dollar AS atau setara dengan sekitar Rp 7,7 triliun. Komitmen melakukan transisi energi ini juga didukung oleh lembaga multilateral seperti Asian Development Bank.
Dukungan swasta juga akan meningkat dalam waktu dekat melalui berbagai yayasan yang didanai pihak swasta seperti Blomberg Philanthropist, Bezos Earth Fund, Rockefeller Foundation, IKEA, High Tide dan masih banyak lagi. Ada pula inisiatif dari sektor keuangan yang tergabung dalam GFANZ (Glasgow Financial Alliance for Net Zero) yang didukung oleh Citi, Bank of America, Macquirie, MUFG dan lain-lain.
Di bidang enegi terbarukan. Indonesia berpotensi menjadi salah satu penghasil energi terbarukan terbesar di dunia
Momentum G-20 perlu ditindaklanjuti dengan kerja keras di berbagai bidang. Pertama, di bidang enegi terbarukan. Indonesia berpotensi menjadi salah satu penghasil energi terbarukan terbesar di dunia. Kedua, memanfaatkan bonus demografi yang melek teknologi. Indonesia adalah salah satu inkubator sektor teknologi yang ditopang tenaga muda yang kreatif dan inovatif.
Di bidang inovasi digital, Indonesia menunjukkan kepemimpinannya. Menjelang KTT G20, lima bank sentral ASEAN (Thailand, Malaysia, Singapura, Filiphina dan Indonesia) sepakat menggunakan sistem pembayaran terintegrasi berbasis digital atas inisiatif Bank Indonesia. Begitu pun di sektor swasta, kepemimpinan Indonesia di bidang digital juga diakui.
Hingga April 2022 ini, tercatat ada 2,354 unit usaha rintisan berbasis teknologi (start-up) di Indonesia atau terbanyak di Asia. Disusul Singapura dengan 1.013 unit usaha rintisan. Dengan dua perusahaan berstatus decacorn dan delapan unicorn, Indonesia menunjukkan potensi pengembangan sektor digital.
Kerja keras Indonesia selama ini tak mengkhianati hasil. Keberhasilan memimpin KTT G20 dengan banyak pujian hanyalah bagian dari upaya transformasi (ekonomi) Indonesia. Persoalan terbesar dari keberhasilan ini adalah mempertahankannya.
Momentum yang sudah dicapai dalam KTT G20 perlu diteruskan. Ada begitu banyak jendela kesempatan yang terbuka. Kerja keras dan konsistensi merupakan kunci melanjutkan transformasi yang sudah dimulai.