Ketiga regulasi emisi karbon mengisyaratkan penyusunan peta jalan (roadmap) sebelum aksi dan implementasi di lapangan. Peta jalan adalah panduan dalam mengarahkan pelaksanaan suatu program.
Peta jalan yang dimaksud, antara lain, pajak karbon; pasar karbon; kontribusi nasional yang sudah ditentukan (nationally determined contribution/NDC); dan perdagangan karbon. Peta jalan NDC disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama kementerian dan lembaga lain terkait.
Peta jalan mencakup penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor energi, di sektor kehutanan, di sektor pertanian, di sektor limbah, di sektor proses industri dan penggunaan produk (IPPU), dan seterusnya.
Akankah peta jalan krisis iklim ini benar-benar menjadi panduan pelaksanaan? Faktanya, seiring dengan berjalannya waktu, peta jalan yang telah disusun baik selalu berubah, khususnya target yang ingin dicapai dan tata waktu pelaksanaannya.
Target NDC Indonesia dalam COP 21 di Paris adalah penurunan emisi GRK 2030, yaitu 29 persen CMI melalui upaya sendiri dan 41 persen CMI melalui bantuan internasional. Dalam COP 27 di Sharm El-Sheikh, Mesir (2022), target penurunan emisi GRK 2030 menjadi 31,89 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen menjadi 43,2 persen dengan bantuan asing.
Namun, implementasi pajak karbon yang menjadi tumpuan dalam mendanai pengendalian krisis iklim ternyata ditunda sampai tiga kali. Dari 1 April 2022, 1 Juli 2022, dan terakhir ditunda hingga tahun 2025. Apakah komitmen Indonesia dalam NDC seperti ini dapat menghindari ancaman perubahan iklim?
Pramono Dwi SusetyoPensiunan KLHK, Villa Bogor Indah, Ciparigi, Bogor
Banjir DKI Jakarta

Sebuah truk menembus banjir yang memutus arus lalu lintas di Jalan Raya Warung Buncit, Pejaten, Jakarta Selatan dengan melintasi trotoar, Sabtu (20/2/2021). Curah hujan yang tinggi sejak Jumat (19/2/2021) menyebabkan sejumlah sungai meluap dan menyebabkan banjir yang melanda sebagian wilayah di Jakarta, Bekasi dan Tangerang. Kompas/Riza Fathoni (RZF) 20-02-2021
Banjir besar awal Januari 2013 masih menyisakan banyak masalah bagi kami warga Jakarta. Ketika itu air masuk ke dalam rumah kami hampir 2 meter, merendam belasan hari. Tidak ada yang terselamatkan karena saya sedang opname di rumah sakit.
Perabot, ranjang, kulkas, kursi, meja hancur. Semua dibuang. Dua mobil kami turut terendam, terlihat antenanya saja. Dihargai senilai sepeda motor. Kami bangkrut.
Apabila benar ada siklus banjir besar setiap 10 tahun, Pemprov DKI Jakarta harus bersiap siaga. Apalagi kini baru hujan sebentar, banjir sudah ke mana-mana.
Jonathan R DaudPensiunan Bank BUMN, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara
Masalah Kesehatan

Infografik Perkembangan Kasus Gangguan Ginjal Akut Anak di Indonesia
Meskipun bukan dokter, saya selalu tertarik mengikuti berita-berita kesehatan. Menurut saya, masalah kesehatan perlu menjadi perhatian utama, selain pendidikan, karena kedua hal ini fondasi untuk membangun bangsa.
Sayangnya, sekarang sulit mencari berita terkini yang tepercaya meski akses internet semakin mudah. Misalnya, kasus gangguan ginjal akut (GGA) pada anak. Jumlah kasusnya ratusan dan lebih dari separuhnya meninggal. Semua korbannya adalah bayi dan anak. Mengapa jumlah korban begitu banyak dalam waktu begitu singkat?
Namun, hanya dalam hitungan hari, berita kasus GGA menurun intensitasnya, bahkan nyaris tidak ada. Ini terjadi sejak Menteri Kesehatan mengumumkan bahwa pemerintah telah mendatangkan fomepizole sebagai obat pasien GGA.
Fomepizole dipilih sebagai antidotum, karena kebanyakan pasien GGA memiliki riwayat mengonsumsi obat sirop yang tercemar etilen glikol dan dietilen glikol.
Menurut Menkes, setelah pemberian fomepizole, jumlah pasien GGA menurun drastis. Usaha ini patut diapresiasi. Namun, di sisi lain belum menjawab semua pertanyaan. Apa penyebab GGA pada pasien yang tidak pernah minum obat sirop? Apakah ada hubungan antara munculnya kasus GGA dan riwayat terinfeksi Covid-19?
Sungguh mengecewakan. Berita GGA kalah dengan berita Ferdy Sambo dan kampanye politik. Padahal, kami sebagai awam ingin tahu tentang masalah kesehatan, termasuk kasus GGA.
Ada kesan kasus sudah selesai dan tidak perlu dibicarakan lagi. Seolah-olah, jika kasus GGA masih diberitakan, hanya akan menimbulkan kepanikan masyarakat.
Pemerintah bertanggung jawab mengedukasi rakyat, bukan memandang pemberitaan kasus sebagai upaya menakut-nakuti mereka!
Trinita SBKaranganyar, RT 005 RW 047, Wedomartani,Ngemplak, Sleman, DIY
Pelari Depan
Di antara sekian banyak aspiran RI-1 ada tiga orang yang bisa kita sebut front runner.
Di blantika percapresan Indonesia belum ada istilah baku sebagai padanan front runner ini. Mari kita terjemahkan saja front runner menjadi ”pelari depan”.
Sampai sekarang yang pantas disebut pelari depan ialah ARB, PS, dan GP. Kita, sesama pembaca Surat Kepada Redaksi, tentu tahu bahwa ARB itu bukan Ical. Kita juga tahu, siapa PS dan GP.
L WilardjoKlaseman, Salatiga