Jangan sampai jalan raya menjadi ”rimba belantara” tanpa aturan main. Jangan sampai jalan raya dikuasai mereka yang nekat, mereka yang tak memiliki etika berkendara.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Keputusan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo untuk mengoptimalkan tilang elektronik patut dihargai. Hal itu selaras dengan perkembangan zaman.
Di era digital terdapat kecenderungan untuk meminimalkan campur tangan manusia, selain tentunya berusaha meningkatkan transparansi. Salah satu upaya itu ialah tilang elektronik (electronic traffic law enforcement/ETLE) yang melampirkan bukti-bukti visual pelanggaran.
Per 23 Oktober 2022, Polda Metro Jaya meniadakan penindakan pelanggaran lalu lintas secara manual. Persoalannya, perangkat ETLE masih terbilang terbatas. Lokasi penempatan ETLE juga belum menyebar.
Dalam paparan ”Seberapa Efektif ETLE Pasca-penghapusan Tilang Mandiri”, Minggu (13/11), Kepala Seksi Kecelakaan Lalu Lintas Ditlantas Polda Metro Jaya Komisaris Edy Purwanto menginformasikan, ”Sejak tak diberlakukan tilang manual, pengguna jalan berani melanggar walau ada petugas (Kompas, 14/11/2022).”
Pelanggaran juga terlihat kian nyata. Di pertigaan Duren Tiga, Jakarta Selatan, pengendara sepeda motor dari Pancoran berbelok ke kanan meski ada larangan. Di Jalan Pos Pengumben, pelintas melaju di lajur berlawanan meski bertaruh nyawa. Sayangnya, tak ada perangkat ETLE di titik-titik itu.
Secara umum, pelanggaran di beberapa tempat terus terjadi akibat keterbatasan jumlah ETLE. Pada September 2023, Polda Metro Jaya menginformasikan rencana penambahan ETLE di 70 titik. Pertanyaannya, apakah penambahan ETLE memadai? Kita baru bicara Jakarta. Bagaimana dengan kota-kota lain?
Evaluasi jelas dibutuhkan. Apakah dapat dialokasikan anggaran khusus untuk menambah jumlah ETLE secara radikal? Jika memungkinkan, hal itu ideal karena sejalan dengan langkah Polri yang sedang berbenah. Denda yang didapat dari penerapan ETLE pun masuk ke kas negara.
Apakah juga memungkinkan untuk mengombinasikan tilang manual dengan aparat yang dilengkapi kamera di tubuh (body cam). Jika memungkinkan, hal ini ideal sehingga polisi dapat menjalankan tugas menindak pelanggar atau memeriksa pelintas yang diduga membawa muatan ilegal.
Penempatan ETLE pun dievaluasi. Dengan keterbatasan jumlah, apakah lebih baik menaruh ETLE di Jalan Asia Afrika, Jakarta, atau di Jalan Senopati, yang lebih rawan pelanggaran parkir liar? Upaya ”menyebarkan” ETLE penting guna memastikan kepatuhan terhadap aturan lalu lintas merata di penjuru kota.
Evaluasi mendalam layak diterapkan pada penggunaan ETLE demi memastikan tak ada kemunduran dalam penegakan hukum di jalan raya. Selain itu, pastikan perilaku kita di jalan raya tidak lebih mundur daripada perilaku saudara kita di negara-negara maju.
Jangan sampai jalan raya menjadi ”rimba belantara” tanpa aturan main. Jangan sampai jalan raya kita dikuasai mereka yang nekat, mereka yang didorong oleh euforia massa tanpa etika berkendara yang menjamin keselamatan bersama.