Fenomena Jaring Laba-Laba
Tekanan inflasi yang berbeda-beda terjadi karena interaksi yang berbeda antara sisi permintaan dan produksi, yang dinamikanya secara grafis dapat digambarkan dengan diagram yang mirip jaring laba-laba (Cobweb).
Read in English: Cobweb Phenomenon
Inflasi tahunan di AS menurun signifikan dari ke 8,5 dan 8,2 persen di bulan Agustus dan September ke 7,7 persen di bulan Oktober. Sementara itu inflasi di zona Euro belum ada tanda-tanda mereda. Inflasi bulan Oktober tercatat 10.7 persen, lebih tinggi dari 9,9 persen pada bulan sebelumnya.
Sementara inflasi di Inggris pada September mencapai 10,1 persen, yang tertinggi dalam 40 tahun terakhir, naik dari 9,9 persen pada bulan sebelumnya. Tekanan inflasi yang berbeda-beda ini terjadi karena interaksi yang berbeda antara sisi permintaan dan produksi, yang dinamikanya secara grafis dapat digambarkan dengan diagram yang mirip jaring laba-laba (Cobweb).
Model Cobweb
Model Cobweb diperkenalkan pertamakalinya oleh Kaldor (1934) untuk sektor pertanian. Model ini kemudian berkembang terus dengan memasukan unsur ekspektasi ke dalamnya (Kaldor [1958] dan Pashigian [2008]). Sebelumnya model ini dianggap kuno karena mengasumsikan pembentukan ekspektasi yang adaptatif atau melihat ke belakang dan bukan ke depan (forward looking).
Namun merosotnya kesejahteraan masyarakat di negara-negara industri barat sebagai akibat inflasi yang tinggi membuat perhatian terhadap model yang sudah ketinggalan jaman muncul kembali (Martin dan Schuman [1997]). Stein (1992) memasukan ekspektasi rasional dan melihat ke depan sehingga model ini menjadi lebih relevan untuk situasi terkini. Terutama untuk menjelaskan inflasi global yang bersumber pada krisis pangan dan energi sebagai konsekuensi dari konflik Rusia-Ukraina.
Inflasi yang tinggi membuat kelas menengah di AS, bahkan yang mempunyai pendapatan 6 digit hidup dari paycheck yang satu ke yang lainnya (Cheng [2021]). Sementara itu di Inggris, survei yang dilakukan Office of National Statistic menemukan, 83 persen dari rumah tangga mengalami kenaikan biaya hidup. Dari jumlah tersebut 34 persen menyatakan mengurang konsumsi energi listrik dan gas. Sementara 31 persen mengurangi anggaran untuk makanan.
Baca juga: Zaman Volatilitas Besar
Prediksi dari model Cobweb adalah jika ekspektasi inflasi merupakan insentif bagi kenaikan produksi karena harga sisi permintaan yang lebih tinggi maka tekanan inflasi akan mereda. Sebaliknya jika inflasi meningkatkan biaya produksi lebih cepat dan kenaikan harga sisi permintaan lebih lambat dari kenaikan biaya produksi maka sebagai akibatnya inflasi akan semakin tinggi dan eksplosif bahkan mungkin sekali menjadi hiperinflasi jika tidak ditangani dengan baik.
Dalam bahasa matematikanya, inflasi akan turun kembali ke laju alamiahnya jika koefisien penyesuaian antara ekspektasi inflasi dan inflasi nyata besarnya antara nol dan satu. Tekanan inflasi akan menjadi persisten bahkan eksplosif jika nilai dari koefisien penyesuaian sama atau lebih besar dari satu.
Interaksi sisi pemintaan dan produksi
Dalam perekonomian, karena proses produksi terjadi mulai dari penyediaan barang mentah dan tenaga kerja sampai penjualan maka sisi produksi juga terpengaruh oleh berbagai ekspektasi seperti harga jual produk, biaya bahan mentah dan tenaga kerja serta biaya bunga untuk modal kerja. Kenaikan suku acuan oleh bank sentral AS (the FEDS) mempengaruhi sisi produksi yang terlihat dari penurunan indeks pembelian manajer pengadaan sektor manufaktur (PMI), dari 50,9 di bulan September ke 50,2 di bulan Oktober. Kedua angka tersebut masih di atas 50 yang merupakan batas antara ekspansi dan kontraksi produksi.
Fakta menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin sudah terjadi 4 kali sejak bulan Juni 2022. Efeknya memang menurunkan PMI namun tidak pernah sampai turun di bawah 50. Angka inflasi AS 7,7 persen menunjukkan dalam konteks model Cobweb, kenaikan inflasi masih tetap terjaga oleh ekspansi produksi sehingga inflasi dapat turun signifikan, walaupun masih jauh di atas besaran ideal yang diiinginkan the FEDS.
inflasi akan turun kembali ke laju alamiahnya jika koefisien penyesuaian antara ekspektasi inflasi dan inflasi nyata besarnya antara nol dan satu. Tekanan inflasi akan menjadi persisten bahkan eksplosif jika nilai dari koefisien penyesuaian sama atau lebih besar dari satu.
Konvergensi inflasi ke laju yang lebih rendah belum terlihat di Inggris maupun zona Euro. Angka inflasi di Inggris tetap meningkat walaupun Bank of England (BOE) menaikan suku bunga acuannya dengan besaran yang sama dengan the FEDS. Inflasi tercatat 10,1 persen di bulan September meningkat dari 9,9 persen di bulan sebelumnya. Malahan yang terjadi sisi produksi ikut terpukul dengan kenaikan bunga untuk kredit modal kerja. Besaran PMI pada bulan Oktober berada di zona kontraksi pada 48,8 sehingga output gap tetap terjadi yang membuat tekanan inflasi tetap meningkat. Dari segi pangan dan energi, Inggris dan zona Euro memang memiliki pilihan yang lebih terbatas dibandingkan AS.
Situasi di zona Euro tidak terlalu berbeda. Bank Sentral Eropa (ECB) mengikuti jejak the FEDS dengan peningkatan suku bunga acuan yang sama besarnya. Hasilnya, inflasi tetap meningkat dari 9,9 persen ke 10,7 persen di bulan Oktober. Peningkatan gap antara sisi permintaan dan produksi tetap terjadi. Sisi produksi terus menunjukan pelemahan dengan menurunnya besaran PMI dari 46,6 di bulan September ke 46,4.
Pelajaran yang dapat diambil
Situasi untuk Inggris dan zona Euro sesuai dengan prediksi dari Obstfeld (2022), mantan Chief Economist IMF, bahwa jika bank sentral lain mencoba mereplikasii besaran kenaikan suku bunga the FEDS secara point to point matchup, resikonya adalah overkill dengan potensi terjadinya stagflasi dunia.
Dari segi ekspektasi, interaksi sisi permintaan dan produksi di Indonesia terlihat dari perkembangan indeks keyakinan konsumen (IKK) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia serta PMI yang dipublikasikan oleh Tradingeconomics. Efek dari ketidakpastian global terekam dalam besaran IKK dan PMI. IKK bulan Oktober tercatat 51,8 menurun dari 53,7 pada bulan sebelumnya. Sementara IKK menurun signifikan dari 124,7 pada bulan Agustus ke 117,2 di bulan September. Meskipun demikian, kedua besaran ini masih berada dalam zona optimis-ekspansif. Dalam terminologi model Cobweb, ini memungkinkan berkurangnya gap permintaan dan produksi sehingga tekanan inflasi menurun dari 5,95 di bulan September ke 5,71 persen di bulan Oktober.
Baca juga : Prediksi IMF dan Kebijakan Adaptif-Seimbang
Walaupun mungkin masih terlalu dini karena data time seriesnya terlalu pendek, fenomena Cobweb juga terlihat pada tingkat mikro di mana beberapa komoditas seperti cabai merah, bawang merah dan daging ayam yang bulan sebelumnya menjadi penyumbang inflasi sekarang justru menjadi penyumbang deflasi. Tampaknya jaringan pasokannya merespon kenaikan harga yang dengan peningkatan pasokan.
Kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 50 poin bukanlah point to point matchup dengan the FEDS, namun lebih diarahkan untuk pengendalian ekspektasi inflasi dan tidak memberatkan pertumbuhan. Hal ini membuat sektor-sektor yang berbasis mobilitas seperti transportasi, akomodasi dan makan-minum, perdagangan dan manufaktur dapat turut mempunyai andil dalam proses pemulihan ekonomi. Secara umum, pertumbuhan tahunan 5,72 persen pada triwulan 3-2020 juga turut mendukung fenomena Cobweb dengan memperkecil output gap sehingga inflasi lebih rendah pada bulan Oktober.