Penggunaan istilah ”antisemitisme” adalah sebuah kesalahkaprahan. Ini juga terjadi di dalam kamus-kamus bahasa di Eropa. Bagaimana dengan istilah ”antiyudaisme”?
Oleh
MARTINUS ARIYA SETA
·2 menit baca
AP PHOTO/ODED BALILTY
Kawasan Kota Tua Jerusalem dilihat dari sebuah pintu dengan ornamen berbentuk Bintang David, simbol identitas Yahudi, Selasa (25/7/2017).
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, antisemitisme didefinisikan sebagai ’paham yang dianut oleh orang-orang yang tidak suka pada segala sesuatu yang bersangkutan dengan bangsa Yahudi’. Secara harfiah, acuan dari istilah antisemitisme adalah bangsa Semit. Namun, acuan antisemitisme di dalam KBBI adalah bangsa Yahudi. Bangsa Semit tidak hanya terdiri dari bangsa Yahudi, tetapi juga bangsa Arab, Aram, Asyur, Babilonia, dan Persia.
Salah kaprah definisi antisemitisme juga terjadi di dalam kamus-kamus bahasa di Eropa. Yahudi menjadi acuan (referen) dari definisi istilah antisemitisme. Sebagai perbandingan, dapat dilihat definisi antisemitisme di dalam kamus bahasa Inggris, Jerman, dan Perancis.
Di dalam Oxford Dictionary daring, antisemitisme didefinisikan sebagai ’kebencian atau perlakuan tidak adil terhadap Yahudi’. Di dalam kamus bahasa Jerman Duden daring, antisemitisme didefinisikan sebagai ’ketidaksukaan atau permusuhan terhadap orang-orang Yahudi’. Adapun di dalam kamus bahasa Perancis Larousse daring, antisemitisme didefinisikan sebagai ’doktrin atau tindakan sistematis dari mereka yang memusuhi orang-orang Yahudi dan yang mendorong perlakuan diskriminatif terhadap orang-orang Yahudi’.
Di dalam kamus-kamus tersebut tidak disinggung sama sekali apakah Yahudi adalah kategori ras atau agama. Definisi kategori Yahudi secara spesifik dan detail bukanlah domain dari kamus bahasa, melainkan domain dari literatur-literatur ilmiah yang mengkaji persoalan antisemitisme.
REUTERS/BAZ RATNER
Warga penganut Yahudi, termasuk dua anggota polisi perbatasan Israel (tengah), berdoa di Tembok Ratapan, Kota Tua Jerusalem, 15 Maret 2010.
Salah kaprah penggunaan istilah antisemitisme memang sudah terjadi sejak awal mula penggunaan istilah ini. Istilah antisemitisme dipopulerkan Wilhelm Marr (1819-1904), seorang jurnalis Jerman yang menebarkan kebencian terhadap bangsa Yahudi.
Menurut sejarawan Johannes Heil (1997), penggunaan istilah antisemitisme menandai munculnya paradigma modern kebencian terhadap Yahudi. Paradigma ini tidak lagi dibangun atas dasar sentimen keagamaan, tetapi atas dasar ras.
Istilah ini mulai digunakan pada pertengahan awal abad ke-19 oleh para teolog untuk mendiskreditkan agama Yahudi dengan menggunakan dalil-dalil teks Kitab Suci.
Sifat baik dan jahat diyakini melekat secara hakiki pada kategori ras. Baik dan jahat tidak lagi ditentukan oleh kualitas tindakan manusia. Inilah yang disebut dengan antisemitisme modern atau sekuler.
Beberapa ahli mencoba untuk mendorong penggunaan istilah antiyudaisme untuk mendefinisikan sikap diskriminatif terhadap orang-orang Yahudi. Penggunaan istilah antiyudaisme bukannya tanpa persoalan.
TOBIAS SCHWARZ
Seorang anggota komunitas Yahudi terlihat sebelum upacara yang menandai peringatan 76 tahun pembebasan kamp kematian Auschwitz Nazi Jerman, pada Hari Peringatan Holokaus Internasional di Bundestag (majelis rendah parlemen) Berlin, Rabu (27/1/2021).
Istilah ini mulai digunakan pada pertengahan awal abad ke-19 oleh para teolog untuk mendiskreditkan agama Yahudi dengan menggunakan dalil-dalil teks Kitab Suci (Kampling, 2010). Motif religius melekat pada istilah antiyudaisme. Sementara itu, fenomena kebencian terhadap orang Yahudi di era modern tidak lagi dimonopoli oleh motif religius.
Di satu sisi, penggunaan istilah antisemitisme adalah sebuah kesalahkaprahan. Di sisi lain, ini adalah pilihan yang terbaik dari yang terburuk. Berdebat definisi tidak akan pernah ada ujungnya. Yang lebih penting adalah memahami bagaimana sebuah istilah tetap digunakan tanpa menutup mata terhadap keterbatasan istilah tersebut.
Martinus Ariya Seta, Pengajar di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta