Sesuatu yang indah di permukaan kadang kala menyembunyikan gejolak di bawahnya. Oleh karena itu, cermati segala sesuatu meski terlihat baik-baik saja.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Sejak pandemi Covid-19 pada Maret 2020, berita menyedihkan tentang ketenagakerjaan di Indonesia merebak. Per Agustus 2020, sebanyak 29,12 juta penduduk usia kerja terdampak pandemi.
Dua setengah tahun kemudian, pandemi mulai terkendali, kendati varian baru masih saja muncul dan persoalan vaksin masih menerpa negara-negara miskin. Pergerakan orang dan barang mulai meningkat, memacu roda ekonomi untuk berputar kian cepat. Namun, putarannya tidak mulus karena terhalang resesi global, yang disebabkan antara lain oleh inflasi, disrupsi sisi suplai, dan perang di Ukraina.
Di tengah proyeksi global yang suram, perekonomian Indonesia diyakini bertahan. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, perekonomian Indonesia tumbuh 5,3 persen pada 2022. Jauh di atas perekonomian dunia yang diproyeksikan tumbuh 3,2 persen. Bank Indonesia (BI) memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 4,5-5,3 persen.
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rapat berkala pada akhir Oktober 2022 menyebutkan, kinerja perekonomian global melambat dengan risiko ketidakpastian yang semakin tinggi. Di sisi lain, perbaikan ekonomi domestik terus berlanjut. Perbaikan ini didukung, antara lain, konsumsi yang masih kuat dan kinerja ekspor yang terjaga.
Tidak ada negara yang kebal terhadap dampak resesi global meskipun rambatannya akan dirasakan berbeda-beda oleh setiap negara. Hal ini dipengaruhi eksposur suatu negara terhadap perekonomian global, misalnya dalam perdagangan dan aliran modal. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, neraca perdagangan Indonesia per akhir September 2022 surplus 39,867 miliar dollar AS.
Dalam survei Bloomberg, Juli 2022, Indonesia disebut memiliki kemungkinan resesi 3 persen. Meski demikian, tak ada salahnya berjaga-jaga dan terus memantau situasi terkini. Pemberitaan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap puluhan ribu pekerja industri tekstil dan produk tekstil, misalnya, mesti dilihat secara menyeluruh. Sebab, industri berperan menyerap tenaga kerja. Meskipun di Indonesia, per Agustus 2022, dari 135,3 juta orang penduduk yang bekerja, sekitar 59,31 persen bekerja di sektor informal.
Persoalan di berbagai industri, tak hanya tekstil dan produk tekstil, bukan melulu dari kinerja domestik dan ekspor, melainkan juga dari kemungkinan serbuan produk impor.
Perekonomian Indonesia triwulan III-2022 yang tumbuh 5,72 persen secara tahunan mudah-mudahan bisa terefleksikan dalam berbagai hal, termasuk ketenagakerjaan. Hingga Agustus 2022 masih ada 4,15 juta orang penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19. Mereka menganggur, sementara tidak bekerja, dan berkurang jam kerjanya. Oleh karena itu, masalah sekecil apa pun—yang memengaruhi nasib tenaga kerja—mesti dicermati dan diantisipasi.