Ibu adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan sosok Sawitri Supardi Sadarjoen, psikolog klinis dan ilmuwan psikologi yang meninggal pada 31 Oktober 2022. Pribadinya hangat dan peran profesionalnya jadi rujukan.
Oleh
AULIA ISKANDARSYAH
·6 menit baca
Wajah ceria, senyum tulus, sikap riang gembira, sapaan hangat, dan penghormatan tanpa syarat kepada semua orang menjadi ciri khas Prof Dr Sawitri Supardi Sadarjoen, psikolog klinis yang oleh orang-orang di sekitarnya disapa dengan sebutan Ibu. Ya betul, kata ibu adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan sosok Sawitri, sebagaimana disampaikan oleh Kahlil Gibran, “Mother: the most beautiful word on the lips of mankind”. Mulai dari pikiran, perasaan, dan tindakan mencerminkan bagaimana sosok Ibu Sawitri menjadi ibu bagi para mahasiswa, para junior, para psikolog, para mitra, bahkan para kliennya.
Di sela-sela diskusi yang mendalam dan pengetikan naskah diktat mata kuliah psikologi konseling di ruang kerja beliau yang dipenuhi dengan buku-buku di rak-rak yang menjulang hampir menyentuh langit-langit ruangan, Ibu bertanya kepada saya, “Kamu betul memilih menjadi dosen di Unpad?”
Saya menjawab pendek, “Betul Bu, saya ingin seperti ibu bisa menyampaikan ilmu ke para mahasiswa dan menerapkan ilmu psikologi untuk bantu orang banyak di praktik ibu.”
Beliau tersenyum lebar dengan mengeluarkan suara terkekeh khas beliau, seraya meyakinkan saya akan pilihan profesi yang akan saya tekuni. Beliau menuturkan bahwa niat beliau untuk menjadi dosen terinspirasi dari ayahanda beliau, Prof Dr Sadarjoen Siswomartojo yang merupakan rektor pertama Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung (1954-1961). Hal ini yang membuat beliau bisa menjawab dengan yakin ketika Prof Dr R Mar’at, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran saat itu, menawari beliau untuk menjadi dosen di Fakultas Psikologi. Beliau menjadi dosen Unpad semenjak 1974 hingga masa purna bhakti.
Pesan beliau kepada saya dan mungkin juga untuk para junior lainnya, “Jadilah pendidik dan ilmuan psikologi yang baik, harus serius, ikhlas, dan berani untuk menyampaikan kebenaran. Ibu doakan kamu maju dan sukses.”
Menjadi rujukan
Peran profesional Ibu Sawitri di kalangan para psikolog sangat diakui, dan kepakaran beliau sebagai psikolog klinis yang memiliki keahlian bidang psikoterapi dan konseling, khususnya menangani permasalahan keluarga dan pasangan, menjadi rujukan di Indonesia.
Sebagai psikolog, beliau merupakan akademisi dan praktisi yang produktif dan telah menghasilkan banyak karya tulis. Di bidang akademik beliau telah menulis materi ajar dengan judul Kesejahteraan dan Kesehatan Mental KeluargaDitinjau dari Aspek Psikologi Perkembangan, Perspektif Eklektik dalam Psikoterapi dan Konseling, Bimbingan Konseling Perilaku Sosial dan Seksual untuk Remaja, dan Paradigma Psikopatologi: Upaya Terapan pada Kasus Psikologi Klinis di Indonesia yang menjadi rujukan perkuliahan di fakultas-fakultas psikologi di Indonesia.
Buku-buku psikologi popular beliau yang renyah dan mudah dibaca di antaranya SMS dan Perselingkuhan (2003), Pendampingku tak Seperti Dulu Lagi (2005), Pernak-pernik Hubungan Orang Tua-Remaja, Anak Bertingkah Orang Tua Mengekang (2005), dan Jiwa yang Rentan, Pernak-pernik Permasalahan Kepribadian, Kejiwaan, dan Stres (2005), Konflik Marital, Pemahaman Konseptual, Aktual, dan Alternatif Solusinya dan Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual (2005), dan Merawat Perkawinan Menyikapi Badai Rumah Tangga (2021). Selain itu, beliau pun banyak menulis artikel ilmiah populer yang diterbitkan di majalah Mangle, Tiara, Gatra, serta menjadi pengisi tetap rubrik konsultasi psikologi di harian Kompas sejak 1997. Atas kiprah dan peran beliau, pada 2017, dalam rangka ulang tahun ke-52 harian Kompas, beliau mendapatkan anugerah Cendekiawan Berdedikasi Kompas.
Seperti halnya pohon beringin yang berdiri tegap dan menjadi pelindung serta peneduh, kiprah beliau di bidang pendidikan memiliki akar yang kuat, batang yang kokoh, dan daun-daun yang rindang. Di Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, sebagai tempat utama beliau bernaung, beliau berperan sebagai dosen dan pernah memegang posisi manajerial, di antaranya sebagai Kepala Jurusan Psikologi Klinis, Pembantu Dekan Bidang Akademik, dan Ketua Pusat Kajian dan Pelatihan Profesi Psikologi (PKP3) yang banyak meninggalkan kesan kuat bagi para mahasiswa, sejawat dosen, dan tenaga kependidikan.
Selain di Unpad, beliau pun menyebarkan ilmu dan kepakarannya di fakultas-fakultas psikologi lainnya, yaitu sebagai dosen di Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung, sebagai dosen dan pernah menjabat sebagai dekan di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha dan Fakultas Psikologi Universitas Yarsi Jakarta.
Nuansa pembelajaran yang lebih mendorong serta menggugah para mahasiswa untuk berani mengekspresikan ide dan gagasan serta mengungkapkan kemampuannya memiliki kesan yang mendalam bagi para mahasiswa. Beliau selalu menggugah dengan mengawali kalimat “Anakku, coba terangkan…”. Bahkan ketika mahasiswa salah pun, beliau selalu berespon dengan ekspresi wajah yang teduh, seraya mengungkapkan, “Anakku, mungkin yang kamu maksud adalah…”. Itulah gaya dialog antara ibu dan anaknya dengan penuh kasih sayang.
"Visioner"
Sebagai akademisi, beliau adalah seorang yang visioner. Ibu Sawitri memiliki niat luhur untuk mengembangkan keilmuan bidang “Medical Psychology” dari semenjak istilah itu masih asing dan belum menjadi perhatian masyarakat, bahkan banyak yang mempertanyakannya. Beliau pernah menjadi Kepala Bagian Psikologi Medis Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (1974-1981), Kepala Bagian Psikologi Medis Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara Bandung (1981-1987), Kepala Bagian Psikologi Medis Rumah Sakit Imanuel Bandung (1987-1997).
Namun keyakinan beliau tidak pernah pudar, bahkan beliau tanamkan dengan lebih kuat bahwa bidang ini akan dibutuhkan di masa depan. Di suatu malam, di ruangan pertemuan menghadap halaman belakang yang berisi meja bundar dengan sederet kursi kayu tempat biasa beliau diskusi dengan para mahasiswanya, ketika itu saya pamit kepada beliau bahwa saya akan berangkat ke Belanda menempuh studi S3 bidang Psikologi Medis.
Beliau memandang dengan serius dan bertutur, “Saya tidak akan pernah menyangsikan kamu, saya yakin kamu akan menjadi psikolog medis pertama di Indonesia. Ini ibu bekali dua hal, satu rice cooker untuk mengisi perut kamu dan satu laptop untuk mengisi kepala kamu.”
Di depan beliau saya hanya mengangguk, namun di dalam hati saya menangis bahagia bahwa ada sosok ibu selain ibu kandung saya yang percaya dan selalu mendukung saya dengan sepenuh hati, sosok inilah yang tidak akan pernah saya kecewakan.
Beberapa mahasiswa yang kesulitan menulis skripsi atau tesis, yang sudah kehilangan kepercayaan diri dan hendak menyerah, beliau minta untuk tinggal dan mengerjakan skripsi/tesisnya di rumah beliau.
Hal ini tidak hanya beliau lakukan kepada saya, namun kepada banyak mahasiswanya yang beliau bekali kepercayaan, sehingga beberapa mahasiswa yang kesulitan menulis skripsi atau tesis, yang sudah kehilangan kepercayaan diri dan hendak menyerah, beliau minta untuk tinggal dan mengerjakan skripsi/tesisnya di rumah beliau dengan fasilitas bisa berdiskusi langsung jika diperlukan, ditambah dengan makanan gratis yang selalu beliau sajikan dengan senang hati. Suatu ekspresi kecintaan seorang ibu kepada anak-anaknya, ekspresi sayang yang tulus dan tanpa syarat, sebagaimana matahari yang selalu menyinari dunia tanpa mengharap ada timbal balik.
Selain di bidang akademik, sosok Ibu Sawitri memiliki peran dan memberikan nuansa keibuan yang menenangkan serta menyenangkan dalam aktivitas sosial maupun organisasi kemasyarakatan. Beliau pernah menjadi Ketua Umum Yayasan SOS Desa Anak (SOS Children Village) Indonesia, Ketua Ikatan Psikologi Klinis Himpunan Psikologi Indonesia (2004-2010), Dewan Kehormatan Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia (sejak 2010). Demikian juga di dalam organisasi profesi, kehadiran beliau membawa ketenangan, kehangatan, dan nuansa yang apresiatif dalam berkarya. Selalu saja, semua orang merindukan sapaan khas beliau, “Hallo anakku, apa kabar? Hebat sekali anak ibu,” dan guyonan-guyonan khas beliau yang selalu menghangatkan suasana. Oleh karena itu, kami semua menyebutnya sebagai “Ibu Para Psikolog”.
Tanggal 31 Oktober 2022, Ibu Para Psikolog telah dipanggil oleh Allah SWT. Namun ini bukan akhir perjuangan beliau sebagai ilmuwan psikologi yang senantiasa berupaya untuk memperkokoh peran psikologi di Indonesia dan memperluas kebermanfaatan psikologi bagi masyarakat. Ini adalah awal, untuk para penerus dan para generasi muda untuk meneruskan karya dan perjuangan beliau sebagaimana ungkapan beliau yang berkali-kali beliau sampaikan, “Masa depan itu ada pada kalian, Ibu hanya mendorong kalian, kesuksesan tergantung pada kerja keras dan komitmen kalian semua.”
Selamat jalan Ibu Sawitri, selamat jalan Ibu Para Psikolog…. Semoga Ibu memperoleh tempat yang mulia di sisi Allah SWT. Amin YRA.
Aulia Iskandarsyah, Dosen Departemen Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran