Pengakuan seorang ayah di Bantul, Yogyakarta, perlu dicermati. Anaknya (7 bulan) meninggal karena gangguan ginjal akut. Anak itu belum pernah minum obat jenis sirop.
Berita tentang gangguan ginjal akut misterius pada anak usia 6 bulan hingga 18 tahun tengah mengkhawatirkan masyarakat. Sampai 18 Oktober 2022, tercatat sudah 189 anak meninggal. Pemerintah untuk sementara menghentikan peredaran 29 jenis obat sirop anak.
Eskalasi kasus gangguan ginjal akut pada anak dalam beberapa pekan terakhir meningkat. Walaupun Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Efendi, menyebut gangguan ginjal akut anak belum merupakan kejadian luar biasa, pemerintah tak bisa menganggap remeh kasus ini. Puluhan tahun obat anak jenis sirop digunakan, tak ada tragedi ini. Ada apa?
Pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus bertindak cepat, memastikan penyebab utama gangguan ginjal akut pada anak. Apakah semata karena mengonsumsi obat sirop atau ada penyebab lain yang lebih signifikan?
Orangtua umumnya terbiasa menggunakan obat jenis sirop untuk anak-anak mereka karena lebih mudah dikonsumsi dibanding jenis puyer, tablet, atau pil. Bahkan, obat anak jenis sirop dibuat dengan berbagai varian rasa sehingga menjadi daya tarik anak minum obat.
Pemerintah sangat reaktif dengan serta-merta menghentikan peredaran obat anak jenis sirop, tidak mempertimbangkan aspek lain ketika obat sirop tak boleh digunakan. Betapa repotnya orangtua jika perlu mengobati anaknya dengan obat noncair,
Puluhan tahun obat anak jenis sirop beredar dan dikonsumsi, tetapi tak ada keluhan. Bagaimana pula dengan obat-obat lain jenis sirup yang dikonsumsi oleh orang dewasa? Apakah juga bermasalah?
Hal ini mengingatkan saya pada kasus bhispenol A (BPA) yang mencemari air mineral kemasan galon yang juga sempat heboh. Kejadiannya mirip. Berita muncul, masyarakat heboh, setelah itu tak ada berita lagi.
Budi Sartono Soetiardjo Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung
Pemadam Kebakaran
Infografik Kasus Gangguan Ginjal Akut pada Anak di Indonesia
Semboyan pasukan pemadam kebakaran ”pantang pulang sebelum api padam” sangat mulia. Namun, jika tidak ada kebakaran, mereka ”menunggu panggilan”.
Analogi ini mirip ”perilaku” birokrat Indonesia. Pada kasus gangguan ginjal akut pada anak, misalnya, yang diduga kuat sebagai salah satu penyebab adalah sirop pelarut obat. Sirop ini mengandung bahan tertentu yang melebihi ambang batas dan dengan segera disebutkan merek obat yang dicurigai dan sementara tidak boleh beredar.
Pertanyaannya: ada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang punya otoritas mengontrol kualitas obat, mengapa ada obat dengan cemaran bahan kimia berbahaya? Seberapa sering BPOM melakukan ”sampling” uji kualitas obat yang beredar?
Saya yakin BPOM punya prosedur standar operasi (SOP) dalam mengawasi kualitas obat di Indonesia.
Hal lain tentang Stadion Kanjuruhan. Musibah tidak akan terjadi apabila PSSI mau menjalankan SOP, termasuk dalam hal mengadakan pertandingan. Prosedur harus dijalankan konsisten dan jujur.
Atasi dulu dua masalah di atas. Jika ada korban, sembuhkan dan cari sebabnya. Persis yang dilakukan pasukan pemadam kebakaran.
Kerugian akibat tidak taat SOP sangat besar. Tidak heran Presiden sampai turun tangan. Apa enggak malu?
Antonius Sidik OmarPengawas Koperasi Kredit Cemara Lestari Depok
Kesatria
Sekelompok orang mengatasnamakan Persatuan Batak Bersatu datang bergerombol dengan seragam serba merah ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengawal keadilan bagi Brigadi J dalam sidang pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy Sambo pada Senin (17/10/2022).
Belakangan banyak peristiwa suram, mulai dari pembunuhan Yosua, Stadion Kanjuruhan, hingga gangguan ginjal akut pada anak-anak.
Pada kasus Yosua, aktor utamanya Ferdy Sambo. Saya berharap di persidangan Ferdy Sambo mengakui perbuatannya. ”Saya bertanggung jawab. Berilah hukuman setimpal!”
Saya berharap sikap itu dimiliki penyandang bintang di TNI-Polri. Bukankah ditegaskan agar bersikap kesatria?
Demikian pula halnya kasus Kanjuruhan. Ketua PSSI juga bisa menyatakan mengundurkan diri karena merasa bertanggung jawab.
Sikap yang sama perlu ditunjukkan penanggung jawab gangguan ginjal pada anak.
Baharuddin AritonangBendungan Hilir, Jakarta