Setiap rumah tangga sebaiknya menguatkan fondasi keuangan masing-masing. Caranya dengan mempersiapkan posisi dana kas yang cukup
Oleh
PRITA HAPSARI GHOZIE
·4 menit baca
”Mbak Prita, apa yang harus dilakukan untuk menghadapi isu resesi tahun 2023?”. Ratusan pertanyaan sejenis itu saya terima dalam waktu dua pekan terakhir. Banyak pakar ekonomi yang mengatakan bahwa kondisi Indonesia dalam posisi baik, tetapi faktanya banyak masyarakat yang khawatir akan masa depan keuangannya. Mengapa demikian?
Saya menilai wajar saja apabila masyarakat merasa khawatir, mengingat dampak pandemi sejak tahun 2020 belum sepenuhnya pulih. Trauma di keuangan rumah tangga, misalnya akibat PHK mendadak, bisnis yang lesu, hingga tagihan bertumpuk, tentu menimbulkan rasa cemas bagi sebagian orang.
Namun, saya ingin mengajak pembaca Kompas yang budiman untuk tetap tenang, waspada, dan tetap menyusun rencana. Ada beberapa langkah secara finansial yang dapat dilakukan untuk membantu keuangan semakin kuat dan kesehatan mental menjadi lebih baik.
Setiap rumah tangga sebaiknya menguatkan fondasi keuangan masing-masing. Caranya dengan mempersiapkan posisi dana kas yang cukup. Hal ini sesuai dengan hasil riset Profesor Jon Jachimowicz dari Harvard Business School yang mana mengungkapkan bahwa dana tunai memiliki keutamaan yaitu membantu seseorang menangani masalah kehidupan sehari-hari.
Sederhananya, bilamana terjadi PHK mendadak, maka dana tunai dapat menambah “napas” keuangan rumah tangga. Bila ada pengeluaran tak terduga, dana tunai bisa digunakan untuk membayar. Meski demikan, dana tunai yang dimaksud bukan berarti uang tunai yang disimpan di brankas. Dana tunai merupakan aset likuid yang relatif aman dan dapat dicarikan dalam waktu cepat.
Dana tunai ini dapat dikategorikan sebagai dana darurat. Membangun dana darurat di masa pandemi ini sebaiknya berjumlah hingga 12 kali pengeluaran rutin bulanan. Apabila saat ini biaya hidup sejumlah Rp 5 juta, maka perlu diupayakan dana darurat bisa mencapai Rp 60 juta dalam bentuk tabungan.
Cara termudah tentu saja dengan melepas barang atau aset yang tidak ditujukan untuk investasi.
Kemudian, untuk mengantisipasi kemungkinan naiknya tingkat suku bunga acuan seperti yang kerap diberitakan di media terkait potensi resesi, maka sangat disarankan untuk setiap rumah tangga berusaha mengurangi porsi utang konsumtif.
Mengapa demikian? Apabila tingkat suku bunga acuan meningkat, dampak akan terasa pada rumah tangga yang memiliki kewajiban kredit dengan perhitungan suku bunga floating atau mengambang.
Kekuatan finansial sebuah rumah tangga terancam jika mereka yang memiliki terlalu banyak utang.
Prinsipnya, kekuatan finansial sebuah rumah tangga terancam jika mereka yang memiliki terlalu banyak utang. Hal yang umum terjadi adalah saat pencari nafkah atau bisnis yang menjadi sumber penghasilan jatuh dalam kesulitan, biasanya kemampuan untuk membayar cicilan utang bekal bermasalah.
Di masa bergejolak, rumah tangga sebaiknya menggunakan metode bertahan yaitu membatasi saldo utang tidak lebih dari 35 persen hingga 40 persen dari total nilai aset (tidak termasuk nilai furnitur dan kendaraan bermotor).
Terakhir, setiap rumah tangga sangat dianjurkan untuk mengubah kebiasaan dalam berbelanja yang berlebihan. Meskipun penghasilan dinilai masih memadai, tidak ada salahnya untuk berhati-hati dalam melakukan pengeluaran. Konsumsi tidak perlu dihilangkan secara total, tetapi diatur agar lebih efisien dan sesuai kemampuan finansial.
Setelah tiga langkah finansial untuk menguatkan keuangan dilakukan, setiap rumah tangga disarankan tetap berinvestasi demi masa depan. Berikut ini adalah hal-hal yang sebaiknya diperhatikan saat memilih investasi di masa penuh ketidakpastian.
Pertama, pahami profil risiko sebagai investor. Pemilihan aset sebaiknya didasarkan pada kemampuan tolerasi penurunan aset investasi hingga sekian persen. Reaksi investor saat nilai investasi turun hingga 10 persen misalnya, akan memengaruhi psikologis dalam pengambilan keputusan.
Kedua, pemilihan investasi sebaiknya didasarkan pada potensi imbal hasil terhadap durasi investasi. Sebagai contoh, apabila dana investasi kemungkinan akan digunakan dalam 2 tahun ke depan, maka investor sebaiknya memahami bahwa potensi imbal hasil yang dapat diharapkan hanya setara dengan tingkat inflasi tahunan saat ini.
Pemilihan investasi sebaiknya didasarkan pada potensi imbal hasil terhadap durasi investasi.
Ketiga, pahami modal investasi yang dimiliki saat ini. Selain kemampuan untuk menyisihkan penghasilan, investor juga perlu mengevaluasi komposisi aset yang dimiliki.
Secara umum, aset pribadi dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu aset kas likuid, aset investasi dan aset konsumsi. Contoh aset kas likuid adalah tabungan, deposito, dan juga reksa dana pasar uang. Adapun, aset investasi adalah aset yang memiliki potensi hasil lebih tinggi tetapi disertai risiko lebih besar juga, seperti emas, obligasi, reksa dana jenis lainnya, saham, dan aset-aset lainnya.
Aset kas likuid dan aset investasi adalah pembentuk fondasi keuangan serta "bensin" yang membuat kekayaan rumah tangga terus meningkat. Idealnya, komposisi aset rumah tangga didominasi oleh penjumlahan aset kas likuid dan aset investasi. Sudah tidak perlu panik untuk hadapi isu resesi, bukan?