Pemerintah harus memprioritaskan ”yang harus” bukan ”yang ingin”. Kita berhadapan dengan dunia yang cemas, situasi serba salah. Ironisnya, situasi memang boleh serba salah, tetapi kebijakan tidak boleh salah.
Oleh
Hadisudjono Sastrosatomo
·3 menit baca
Sebagai awam, saya berpendapat bahwa pandangan seorang Chatib Basri, pakar ekonomi makro, patut diperhatikan dalam suasana tidak menentu (uncertainty) global.
Artikelnya di Kompas (Rabu, 12/10/2022) berjudul ”Resesi Global dan Pilihan Kebijakan” dibuka dengan paragraf: Ini mungkin sebuah risalah tentang situasi serba salah. Serba salah, karena kita dipaksa memilih di antara yang pahit (choose the lesser of two evils). Kita berhadapan dengan dunia yang waswas. Badai akan datang.
Kemudian dalam penutup tulisannya tercantum: Pemerintah harus memberikan prioritas pada ”mana yang harus” dan bukan ”mana yang ingin”.
Kita memang berhadapan dengan dunia yang cemas, situasi serba salah. Ironisnya, situasi memang boleh serba salah, tetapi kebijakan tak boleh salah.
Artikel lengkapnya dipersilakan sidang pembaca menelaahnya. Mengingatkan kepada nasihat ibu saya yang sederhana dalam bahasa Sunda: Ulah ngarawu ku siku. Jangan serakah hingga tidak memperhitungkan kemampuan. Juga kepada pesan Bung Karno: Ambeg paramarta. Mengutamakan yang penting untuk didahulukan.
Pada masa kiwari kita mengenal kepemimpinan yang menerapkan VUCA2.0. Visionary, Understanding, Courage, Adaptability. Pandangan Chatib, jika digabungkan dengan pengingat ini, akan berujung pada hal yang mendasar: keberpihakan pada kepentingan kemaslahatan bagi rakyat banyak.
Semoga menghadapi masa yang sulit ini kebijakan yang dilaksanakan benar-benar memprioritaskan yang harus sehingga menjadi warisan jejak yang menyelamatkan bangsa tercinta dari keterpurukan.
Hadisudjono SastrosatomoAnggota Tim Pengarah Pusat Etika Bisnis dan Organisasi SS-PEBOSS–STM PPM Menteng Raya, Jakarta
Mengenal Pahlawan
Patut disyukuri setiap bulan November selalu ada penganugerahan gelar pahlawan kepada putra/putri terbaik bangsa. Namun, penghargaan ini perlu ditindaklanjuti dengan memasyarakatkan para pahlawan tersebut agar lebih dikenal masyarakat.
Mengenal perjuangan para pahlawan berarti belajar meneladani sikap hidup mereka sekaligus menumbuhkan semangat kebangsaan.
Salah satu pahlawan kelahiran Cilacap, Jawa Tengah, adalah Raden Sukarjo Wiryopranoto (5 Juni 1903–23 Oktober 1962). Namun, ia belum dikenal masyarakat di tanah kelahirannya. Sekadar penghargaan sebagai nama jalan atau nama ruang publik pun tidak ada.
Padahal, jasanya besar bagi negara. Sebagai ahli hukum, dia mendirikan kantor pengacara untuk membantu rakyat yang lemah. Dia anggota Jong Java, Ketua Cabang Malang Budi Utomo, anggota BPUPKI, dan setelah Indonesia merdeka menjadi duta besar di beberapa negara, sebelum akhirnya menjadi Wakil Tetap RI di PBB.
Menjelang Hari Pahlawan, menjadi kesempatan yang baik untuk mengenalkan para pahlawan kepada masyarakat.
Thomas SutasmanSMP Pius Cilacap, Jl A Yani 38 Cilacap 53212
Masih Ada Pungli
Saya kaget ketika mengurus sendiri mutasi kendaraan bermotor roda dua milik anak saya, dari Kota Bekasi ke Kabupaten Bogor.
Butuh waktu dua bulan memprosesnya. Sepanjang itu, saya harus melalui sejumlah pintu dan menyetor uang tanpa ada tanda terima.
Samsat Kota Bekasi memproses pencabutan berkas untuk dipindahkan ke Kabupaten Bogor sejak Kamis, 1 September 2022 hingga Kamis, 20 Oktober 2022. Para petugas Samsat dari pintu ke pintu meminta pembayaran hingga total mencapai Rp 1.650.000. Semua tanpa tanda terima.
Yang disertai tanda terima hanya pajak kendaraan bermotor roda dua Rp 265.000. Sayangnya, ternyata saya diharuskan membayar pajak di dua tempat, baik di Kantor Pelayanan Samsat Kota Bekasi maupun Kantor Pelayanan Samsat Kabupaten Bogor.
Setelah berkas kendaraan roda dua milik anak saya selesai dicabut dari Samsat Kota Bekasi dan diserahkan ke Samsat Kabupaten Bogor, saya diharuskan menyetor uang Rp 250.000 dan uang fotokopi Rp 10.000. ”Satu minggu lagi berkas selesai. Siapkan uang pajak kendaraan dan lain-lain, Rp 900.000,” kata petugas Samsat Kabupaten Bogor.
Berarti saya membayar dua kali karena ketika pencabutan berkas di Samsat Bekasi, saya sudah membayar Rp 900.000.