Masyarakat telah memiliki animo tinggi untuk beralih ke energi bersih dan meninggalkan energi fosil. Minat tinggi ini harus juga disertai dengan perbaikan strategi.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Jajak pendapat melalui telepon terhadap 502 responden yang tersebar acak di 34 provinsi oleh Litbang Kompas pada 16-19 September 2022 menunjukkan, sebanyak 59,9 persen responden tertarik beralih ke energi bersih dari energi berbasis bahan bakar minyak.
Publik juga sudah mengenal ragam sumber energi terbarukan. Responden yang mengetahui tenaga angin sebagai sumber energi terbarukan mencapai 65,5 persen, tenaga air (60,7 persen), dan bioenergi (60,7 persen).
Fenomena ini menggembirakan karena Indonesia sudah berkomitmen menurunkan emisi karbon 29 persen pada 2030 dan target emisi nol (net zero emission) pada 2060.
Selain Indonesia bisa berkontribusi besar dalam penyelamatan bumi dari pemanasan global, mulusnya transisi energi juga bakal menghemat pengeluaran masyarakat.
Temuan hasil jurnalisme data harian Kompas memastikan, pengguna sepeda motor listrik dapat banyak menghemat pengeluaran hingga jutaan rupiah dalam lima tahun dibandingkan dengan yang berbahan bakar minyak. Selain harganya terjangkau, operasional sepeda motor listrik juga rendah. Mobil listrik pun menghemat meski tidak sebesar penghematan motor listrik.
Partisipasi perusahaan menggunakan energi bersih juga terus meningkat. Data menunjukkan, setidaknya 233 pelanggan bisnis dan industri di Indonesia telah membeli daya listrik dari energi terbarukan, mencapai 1 terawatt jam.
Ketertarikan masyarakat dan korporasi beralih ke energi bersih ini merupakan sentimen positif dan perlu direspons dengan baik, dan strategi yang tepat oleh pemerintah. Tidak terlalu lambat, tidak juga terlalu cepat.
Apa yang terjadi di China bisa jadi pembelajaran. Di tengah upaya China menggenjot pemanfaatan energi hijau dengan menanamkan banyak investasi pada pemanfaatan sumber energi angin dan surya, kini China justru berencana mendongkrak produksi batubara hingga 2025 untuk menghindari insiden kekurangan listrik, seperti yang terjadi tahun lalu.
Kebijakan tersebut diambil karena sumber energi terbarukan belum bisa diandalkan karena masih bergantung pada kondisi cuaca. Musim panas menyebabkan waduk-waduk kering dan tak cukup menghasilkan energi listrik sehingga berdampak pemadaman listrik di sejumlah wilayah.
Perubahan geopolitik belakangan ini menyebabkan harga batubara acuan terus meningkat sejak awal tahun dan diduga situasi ini akan lama bertahan.
Strategi yang holistik, mulai dari proses transisi, regulasi, hingga skema insentif yang tepat untuk konsumen maupun industri itu, akan memastikan ekosistem terbangun dengan baik pula. Selain itu, menyebabkan transisi energi berjalan optimal dan pada akhirnya nanti energi baru terbarukan yang melimpah di negeri ini dapat berkembang cepat.