Menulis adalah terapi atau pelecut daya hidup, menjadi sumber energi para penulis di atas. Ketika menulis, seluruh daya refleksi, analisis, wawasan, perasaan, keinginan, dan emosi menggelegak untuk dituangkan.
Oleh
P Citra Triwamwoto
·3 menit baca
ARSIP PUTU WIJAYA
Sastrawan Putu Wijaya (78) sedang menulis di telepon selular dengan hanya menggunakan jempol tangan kanan, Rabu (2/3/2022).
Ada berbagai motivasi yang melatarbelakangi orang dengan profesi apa pun, melakukan sesuatu. Yang paling umum tentu saja adalah demi uang. Sebenarnya ada banyak alasan untuk berbuat secara berkelanjutan.
Salah satu kegiatan dengan banyak tujuan adalah menulis. Bisa saja menjadi penulis sebagai profesi. Namun, semakin dewasa kepribadian seseorang dan semakin tinggi tingkat profesionalitasnya, muncul dorongan untuk memperjuangkan nilai-nilai yang lebih tinggi.
Inilah yang terjadi kepada para penulis senior: Putu Wijaya (78), Remy Sylado (79), Martin Aleida (78), dan Ahmad Tohari (74), seperti diwartakan Kompas (Minggu, 6/3/2022). Umur dan keterbatasan fisik bukan hambatan.
Putu Wijaya sejak sembilan tahun lalu praktis hanya menggunakan jempol kanan, mengetik di ponsel. Dengan segala keterbatasan itu, Putu Wijaya sudah menulis tujuh buku berisi 100-200 cerita pendek, lakon drama, monolog.
Remy Sylado yang terbaring lemah karena stroke terbantu oleh istri dan anaknya. Mereka yang menuliskan naskah teater dan novel yang ia diktekan.
Martin Aleida tidak punya kendala fisik menulis, hanya salah satu kakinya patah karena kecelakaan. Namun, ia tak menyerah. Martin masih pergi sendirian menumpang angkutan umum mendatangi penerbit. Martin saat ini sedang menggarap buku nonfiksi pasca-tragedi 1965.
Ahmad Tohari masih produktif menulis cerita pendek. Ia aktif mendorong literasi remaja dan menulis editorial di majalah lokal berbahasa Banyumasan.
Menulis adalah terapi atau pelecut daya hidup, menjadi sumber energi para penulis di atas. Ketika menulis, seluruh daya refleksi, analisis, wawasan, perasaan, keinginan, dan emosi menggelegak untuk dituangkan.
Mereka menuliskan hidupnya. Proses itu terus dirawat. Saya yang berumur 55 tahun tanpa keterbatasan fisik malu dengan beliau-beliau yang terus berkehendak menulis. Saya juga harus menulis demi hidup itu sendiri.
Aku menulis, maka aku ada. Scribo ergo sum.
P Citra TriwamwotoSrengseng Sawah, Jakarta 12640
Kelamaan Transit
Kesemrawutan arus lalu lintas di seputaran Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, perlu dibenahi manajemen PT Transjakarta.
Penyebab kesemrawutan adalah waktu transit bus dalam terminal yang terlalu lama. Timbul antrean bus untuk masuk terminal, baik dari Jl Otto Iskandar Dinata maupun Jl Jatinegara Timur.
Untuk bisa masuk terminal, tidak jarang bus terpaksa menunggu di kedua jalan raya yang ramai sehingga mengganggu arus lalu lintas.
Pergerakan keluar angkutan kota dari dalam terminal menjadi penyebab lain kesemrawutan. Gangguan juga akibat angkot ngetem seenaknya di bawah fly over depan terminal arah Jatinegara.
Usul saya, waktu transit bus Transjakarta dipersingkat. Misal, maksimal 3 menit untuk menurunkan dan menaikkan penumpang.
Perlu penertiban angkutan kota di bawah fly over, termasuk mengatur penyeberangan ke dan dari terminal.
A RistantoJatimakmur, Pondokgede, Kota Bekasi
Lagu untuk Tanah Air
Tanggal 17 Agustus 2022, pada peringatan Hari Kemerdekaan Ke-77 Republik Indonesia, kita mengibarkan Sang Saka Merah Putih, mengenang para pahlawan, serta menyanyikan lagu-lagu nasional dan daerah.
Saat istirahat, penyanyi cilik Farel Prayoga asal Banyuwangi membawakan lagu orang dewasa yang viral, ”Ojo Dibandingke”.
Beberapa waktu lalu Arsy, putri Anang Hermansyah dan Ashanty, mengikuti lomba menyanyi anak-anak di Amerika Serikat dan mendapat hadiah. Lagunya ”Sayang Opo Kowe Krungu”, juga lagu orang dewasa.
Bagaimana kalau pengarang lagu menulis tentang kekayaan alam kita, kejujuran, harga diri bangsa, pertanian, rasa tanggung jawab, dan sejenisnya. Mungkin kalau anak-anak senang mendengar lagu-lagu yang menjunjung Tanah Air, kejahatan orang dewasa bisa berkurang.