Saat ini informasi yang beredar masih simpang siur dan cenderung menyesatkan, terutama di media sosial. Banyak komentar yang membuat situasi menjadi tidak kondusif. Semoga tidak ada yang memolitisasi tragedi ini.
Oleh
Samesto Nitisastro
·2 menit baca
Tragedi di Stadion Kanjuruhan merupakan catatan hitam dalam sejarah sepak bola Indonesia sekaligus memicu duka yang mendalam bagi para keluarga korban. Tragedi kemanusiaan yang semoga tidak terulang.
Sekarang bukan saat yang tepat untuk saling tuding, menyalahkan satu sama lain, bahkan mencari kambing hitam. Paling penting yang harus segera dilakukan adalah semua pihak yang berkepentingan mengoreksi diri dan mengevaluasi tragedi ini.
Penyelidikan harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan terbuka, tidak boleh ada yang ditutupi. Masyarakat Indonesia berhak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Saat ini informasi yang beredar masih simpang siur dan cenderung menyesatkan, terutama di media sosial. Banyak komentar yang membuat situasi menjadi tidak kondusif. Ditambah lagi beberapa stasiun televisi mengundang narasumber yang tidak kredibel. Semoga tidak ada yang menjadikan tragedi tersebut sebagai komoditas politik.
Pihak-pihak yang terbukti bersalah harus siap bertanggung jawab dan menerima sanksi secara hukum. Penegak hukum juga harus mencari oknum-oknum yang memulai provokasi untuk membuat kerusuhan. Tidak mungkin massa dalam jumlah yang sangat besar bisa bergerak tanpa ada yang memberi komando.
Sebagai saran, ada baiknya seluruh keluarga korban bersatu dan melakukan tuntutan hukum (class action) kepada pihak yang paling bertanggung jawab, baik secara pidana maupun perdata. Tujuan utama bukan mengejar ganti rugi material, melainkan lebih sebagai pembelajaran kepada semua pihak yang terkait. Harap diingat, tanpa penonton, tidak ada pertandingan sepak bola.
Doa kami bagi semua korban dan keluarganya.
Samesto NitisastroPesona Khayangan, Depok 16411
Cara Berjalan
Mengamati cara orang berjalan di tempat umum di Indonesia sepertinya tidak ada petunjuk posisi berjalan. Sering kita lihat orang ”simpang siur” dalam satu lajur.
Bandingannya mungkin dengan cara berjalan di Central Park, New York. Bayangkan jika orang sebanyak itu berjalan tanpa aturan.
”Merge left”, tulisan ini kerap ditemui saat menaiki tangga berjalan di Brisbane, Australia. Posisi yang berbeda akan ditemui di beberapa bahnhof atau stasiun kereta api di Bern, Swiss.
Saat ini Jakarta dibuat mirip dengan kota-kota besar dunia. Pusat perbelanjaan bersatu dengan hotel, stasiun kereta, bus, bahkan sekolah.
Tentu baik jika melalui Kompas, kita bisa menggugah masyarakat dan otoritas untuk membuat aturan yang bisa mengatur sendiri (self regulatory) dengan sinyal.