Melihat dunia dengan kerapuhan negara-negara maju, China berpotensi melejit sendirian. Ini buah kebijakan domestik dan internasional berbasis ”wangdao”.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Jika Presiden Xi Jinping mengatakan keadaan sedang sulit, itu pastilah situasi perekonomian dunia yang terancam resesi. Masalah lain adalah surutnya kolaborasi internasional, ketegangan geopolitik, termasuk China yang terus menghadapi gempuran Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden. Terbaru, AS melarang perusahaan teknologi informasi AS memasok komponen ke China atau melarang penggunaan komponen China oleh AS.
Namun, China memiliki daya tahan besar. Renminbi, misalnya, tidak ikut runtuh pada krisis moneter Asia pada 1997. China malah menjadi penolong ekonomi dunia saat krisis mendera AS pada 2008. Tentu China tak akan aman dari krisis global yang berpotensi terjadi pada 2023. China adalah negara dengan kekuatan devisa 3 triliun dollar AS lebih dan tabungan domestik 16 triliun dollar AS. Ekonomi China tidak terjebak inflasi tinggi dan tumpukan utang yang mendera AS serta Eropa dan Jepang.
Kekuatan keuangan Pemerintah China melebihi kekuatan keuangan Inggris, AS, dan negara Eropa lainnya. Penduduknya mulai menua, tetapi belum setua AS dan Barat. Perekonomian ditata saksama agar tidak memasuki jebakan kelas menengah. Perekonomian China memasuki basis jasa dengan kekuatan teknologi informasi. AS tak akan bisa mencegat China meraih keunggulan teknologi.
China, seperti ucapan Xi, sekuat baja dan meminta warganya bersemangat baja untuk mewujudkan independensi teknologi AS dan meraih keunggulan di segala bidang. Edmund Phelps, ekonom AS peraih hadiah Nobel Ekonomi 2006, melihat sendiri antusiasme China tentang inovasi.
Untuk relasi internasional, China memilih prinsip wangdao. Profesor Yan Xuetong, pakar hubungan internasional China dari Universitas Tsinghua, menjadi penemu fondasi kebijakan internasional berbasis persahabatan dan keramahan pada dunia. China ingin terus merambah kemajuan, termasuk dengan kolaborasi internasional berbasis wangdao.
Secara ekonomi, China tumbuh pada kuartal ketiga setelah kebijakan zero-covid, menurut Zhao Chenxin, Wakil Direktur National Development and Reform Commission (NDRC), Senin (17/10/2022). Badan itu juga telah menyusun rencana perekonomian ke depan untuk memasuki negara jasa.
Upayanya mengikis kemiskinan akan menambah jumlah kelas menengah, yang pada 2018 lalu berjumlah 707 juta jiwa. Ekonomi China berpotensi melejit lebih tinggi lagi. Tentu tak diragukan pula upaya China mewujudkan kekuatan blue navy karena kekuatan ekonomi menjadi pilar untuk meraih itu. ”China telah menjadi basis perekonomian utama dunia,” kata Graham Allison dari Harvard, 17 Februari 2022. Begitu dahsyatnya China, hingga The Economist edisi Mei 2020 menuliskan esai dengan judul, ”Apa Lagi yang Dicari China”.