Kepiawaian mengelola kompetisi, tantangan, dan perubahan harus menjadi indikator penilaian kualitas dan kapasitas seorang pemimpin. Kepemimpinan yang tangguh akan memajukan bangsa dan negara tanpa sekat primordialisme.
Oleh
MOELDOKO
·4 menit baca
HERYUNANTO
Ilustrasi
Jelang Pemilu 2024, diskursus pencarian sosok kepemimpinan nasional menjadi isu paling hangat di media massa. Bagaimana kita harus melihat kompetisi menuju kursi kepemimpinan nasional ini? Dari mana jiwa kepemimpinan muncul? Bagaimana transformasi jiwa kepemimpinan nasional terjadi?
Kompetisi atau persaingan dalam kehidupan manusia itu hal lumrah. Ada teori yang menerangkan, kehidupan manusia itu sepenuhnya berisi kompetisi, agar manusia bertahan hidup. Dalam kehidupan sosial manusia, kompetisi adalah kenyataan yang harus dijalani.
Bayangkan jika kehidupan manusia tanpa kompetisi. Hidup akan terasa datar dan hambar. Tanpa kompetisi manusia cenderung abai prestasi dan bersikap asal-asalan. Tak akan ada usaha maksimal dari seseorang untuk menjadi yang terbaik. Pendek kata, akan hilang kreativitas dan inovasi tanpa adanya kompetisi.
Dalam kehidupan sosial manusia, kompetisi adalah kenyataan yang harus dijalani.
Memimpin perubahan
Hidup ini sejatinya perubahan dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Perubahan dari suatu bentuk ke bentuk lain. Perubahan dalam kehidupan adalah niscaya. Tak ada yang tetap pada kehidupan.
Siapa anti perubahan berarti ia anti kehidupan.
Dalam pengelolaan pemerintahan, isu perubahan juga menjadi isu sentral. Setiap calon pemimpin selalu melontarkan ide perubahan. Tentu saja perubahan yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan yang kita inginkan harus membawa kebaikan bagi banyak orang.
Perubahan yang mewujudkan keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan bersama.
Tak ada perubahan yang bisa berjalan seratus persen lancar tanpa halangan. Karena itu butuh ketangguhan, kreativitas, inovasi, dan kolaborasi nyata. Betapa pentingnya keberanian pemimpin mewujudkan visi organisasi (baca: negara).
Disadari, menggulirkan perubahan dalam suatu organisasi, termasuk organisasi pemerintahan, bukan perkara mudah.
ilustrasi
Selalu ada tantangan menghadang. Tantangan kerap nyata. Namun, ada juga yang tak kasatmata. Tantangan terberat ialah kepalsuan yang tertanam di benak anggota dan mengakar dalam tubuh organisasi. Inilah tantangan bagi pemimpin.
Agar perubahan berjalan elegan, komunikasi menjadi bagian dari target perubahan. Dengan kerja sama yang baik, proses perubahan bisa berjalan efektif. Dalam memimpin perubahan, pemimpin harus menghapus ketakutannya.
Perlu visi perubahan yang jelas untuk mengembalikan atau memperkuat marwah organisasi. Memberikan apresiasi lebih besar kepada para anggota yang berprestasi juga penting dilakukan dalam perubahan.
Zoltsner (2001) mengusulkan perubahan di 1-2 faktor saja dalam organisasi, karena dalam organisasi semua faktor saling terkait. Mengubah satu faktor berakibat pada penyesuaian pada faktor lainnya. Ini rumitnya perubahan di level organisasi.
Namun, perubahan di level organisasi kadang tak bisa dihindari. Pemimpin harus berani membenahi atau bahkan mengganti komponen-komponen di dalamnya yang dinilai sudah tak layak dipertahankan.
Demikian halnya dengan tantangan. Dalam hidup, manusia berusaha mengatasi tantangan di hadapannya. Setiap manusia dibekali pemikiran untuk mengatasi tantangan hidup. Tantangan juga fitrah manusia.
Setiap manusia pasti punya tantangannya sendiri. Tantangan bisa menjadi media pendewasaan. Tantangan bisa berupa masalah atau hambatan yang membatasi seseorang dalam menjalani kehidupannya. Dengan kemampuan berpikirnya, manusia bisa mentransformasi masalah dan hambatan menjadi tantangan untuk ditaklukkan.
Peran pemimpin jadi sangat krusial dalam menghadapi tantangan dalam perubahan. Sebuah organisasi tak akan berubah kalau pemimpinnya anti perubahan. Karena itu, ketika masuk ke sebuah organisasi baru, penulis termasuk yang tak percaya organisasi itu sudah mapan dan sempurna. Pasti ada kelemahan yang perlu diperbaiki.
Kita selalu diajarkan untuk tak cepat merasa puas dengan kemapanan. Pemimpin harus berani memimpin perubahan ”bersenjatakan” tiga kemampuan dasar. Pertama, kemampuan untuk menumbuhkan sense of urgency, kesadaran akan bahaya yang menanti kalau mempertahankan kondisi yang ada.
Kedua, kemampuan untuk menunjukkan visi yang jelas ke seluruh anggota organisasi. Perubahan besar dalam organisasi mustahil terjadi kecuali melibatkan sebagian besar anggotanya. Visi pemimpin ibarat lampu mercusuar penuntun.
Kepemimpinan yang tangguh akan memajukan bangsa dan negara tanpa sekat primordialisme.
Ketiga, kemauan untuk menjadi teladan (role model) dalam perubahan. Percuma mulut berbusa-busa bicara perubahan kalau perilakunya sendiri anti perubahan. Action speaks louder than words, aksi nyata jauh melampaui ribuan kata-kata.
Kita perlu menempatkan kompetisi, tantangan, dan perubahan secara tepat. Kepiawaian mengelola aneka kompetisi, tantangan, dan perubahan harus menjadi indikator penilaian kualitas dan kapasitas seorang pemimpin. Kepemimpinan yang tangguh akan memajukan bangsa dan negara tanpa sekat primordialisme. Bangsa ini selalu butuh karakter kepemimpinan nasional semacam itu.
MoeldokoKepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia