Pemberian Nobel Perdamaian 2022 seperti menegaskan kepada dunia bahwa Perang Ukraina-Rusia belum berakhir. Kekejaman dan pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi, apa pun alasan perang itu.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pemberian Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini mengingatkan kita bahwa perang yang merongrong martabat manusia masih berkecamuk.
Nobel Perdamaian pada 2022 dianugerahkan kepada seorang aktivis dan dua lembaga pembela hak asasi manusia (Kompas, 10/10/2022). Mereka ialah Ales Bialiatski, pegiat HAM dari Belarus; lalu Memorial, lembaga HAM asal Rusia; dan Pusat Kebebasan Sipil Ukraina (CCL). Pemberian ini seperti menegaskan kepada dunia bahwa Perang Ukraina-Rusia belum berakhir. Kekejaman dan pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi, apa pun alasan perang itu.
Bialiatski, Memorial, dan CCL disebut dalam judul berita Kompas tak ubahnya suar atau penerang. Di tengah ”kegelapan” akibat perang, mereka menghadirkan cahaya, harapan bahwa suatu saat nanti kegelapan akibat perang itu akan berakhir.
Mereka dinilai sebagai suar karena aktivitas yang dilakukan ketiganya. Tentu saja bukan kebetulan mereka berasal dari negara-negara yang terlibat dalam Perang Ukraina-Rusia. Dalam prahara ini, Ukraina menjadi medan perang, Rusia tak lain asal pasukan penyerang, dan Belarus mendukung penuh pergerakan pasukan tersebut. Berit Reiss-Andersen, Ketua Komite Nobel Norwegia, menyatakan bahwa Bialiatski, Memorial, dan CCL membuat upaya luar biasa untuk mendokumentasikan kejahatan perang, pelanggaran hak asasi manusia, dan penyalahgunaan kekuasaan.
Ketiganya sungguh-sungguh perwujudan masyarakat sipil. Mereka bukan representasi kekuatan negara dengan sumber daya raksasa, bukan pula kelompok rakyat tidak terorganisasi, ”tidak berkesadaran”. Sebaliknya, ketiganya memiliki pengetahuan, kesadaran, organisasi, dan sumber daya (meski tak seberapa) guna membantu masyarakat menghadapi kekerasan negara. Itulah peran mereka: mengingatkan masyarakat, membantu warga untuk tidak menyerah terhadap kekerasan negara, terhadap manipulasi terencana oleh aparat.
Demokrasi dibangun oleh kekuatan-kekuatan masyarakat sipil seperti itu. Mereka gigih menuntut negara untuk menjamin kebebasan berpendapat, berekspresi, sembari pada saat yang sama mengajak rakyat kebanyakan untuk tidak ragu-ragu bersuara lantang menyuarakan tuntutan/kesulitan. Bialiatski, Memorial, dan CCL ingin memastikan kekuasaan negara dijalankan transparan dan tidak semena-mena, lewat kegigihan ketiganya mencatat pelanggaran-pelanggaran HAM.
Demokrasi yang dibela ketiganya jelas tidak menjamin kesempurnaan, tetapi mampu memastikan semuanya terbuka, transparan, dan dapat dikoreksi bersama. Demokrasi tentu juga tak menjamin dunia bebas dari perang, tetapi membantu memastikan perang tak akan menjadi brutal, berlangsung tanpa kendali, dan hanya menuruti nafsu penguasa.
Para penerima Hadiah Nobel Perdamaian memberi harapan bahwa selalu ada terang meski kegelapan perang begitu mencekam.