Hasil referendum oleh Rusia di empat wilayah di Ukraina sudah bisa ditebak. Disesalkan, situasinya mengarah konflik yang meruncing, pendulumnya menjauh dari dialog.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Seperti sudah diprediksi sebelumnya, referendum yang digelar Rusia di empat wilayah Ukraina (Donetsk, Luhansk, Zaporizhia, dan Kherson) pada 23-27 September 2022 menghasilkan persetujuan para pemilih untuk bergabung ke Rusia. Perlu dicatat terlebih dahulu, referendum itu bukan hanya unilateral, melainkan juga tidak diakui komunitas internasional. Referendum ini tentu berbeda, dan bahkan tidak bisa dibandingkan, dengan referendum di wilayah yang sekarang menjadi tetangga kita, Timor Leste, tahun 1999.
Proses dan hasil referendum di empat wilayah Ukraina saat ini mengingatkan kembali pada referendum di Semenanjung Crimea pada 2014. Waktu itu, referendum juga digelar di sana. Hasilnya, yang diumumkan Moskwa, mayoritas pemilih sepakat bergabung dengan Rusia. Hasil referendum ini ditolak kebanyakan komunitas internasional. Sebagian kalangan, terutama Barat, menyebut hal itu ”pencaplokan atau aneksasi”.
Moskwa mempunyai cara pandang sendiri soal itu. Dalam kasus Crimea, wilayah otonomi Ukraina kala referendum 16 Maret 2014 digelar, Rusia bersikukuh tidak menganeksasi Crimea dengan alasan mengacu hasil referendum itu. Dalam versi Moskwa, mayoritas penduduk Crimea sendiri yang memilih bergabung dengan Rusia. Terlepas dari soal itu, sampai hari ini isu Crimea terus membayangi konflik antara Ukraina dan Rusia.
Sejarah mungkin berulang. Referendum di empat wilayah di Ukraina kini juga berlangsung di tengah konflik Ukraina-Rusia. Konflik ini dalam lebih dari tujuh bulan terakhir memuncak pada perang, diawali invasi Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari 2022. Perang Eropa terbesar sejak Perang Dunia II. Nyaris tanpa tanda perang segera mereda.
Dalam posisi mempertahankan wilayah dari serangan Moskwa dan milisi pendukungnya, Ukraina meningkatkan serangan balik untuk merebut kembali wilayah yang diduduki Rusia. Hasilnya, pertengahan September, dengan bantuan persenjataan Amerika Serikat dan sekutunya, Ukraina merebut beberapa wilayah di Kharkiv dan Kherson dari Rusia.
Pada 21 September, dalam pidato di televisi, yang lantas dikutip kantor berita TASS, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan referendum di empat wilayah Ukraina timur-selatan yang diduduki pasukannya. Tak lama, ia mengumumkan mobilisasi sekitar 300.000 tentara cadangan ke Ukraina. Rangkaian peristiwa itu memperlihatkan tanda-tanda konflik yang terus meruncing dan memanas.
Dalam pidatonya pada sidang Majelis Umum PBB, New York, AS, Senin (26/9/2022), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memperingatkan ancaman perang besar dari situasi global saat ini. Ia menawarkan tatanan baru kolaborasi dengan paradigma ”menang-menang”, bukan ”menang-kalah”. Namun, harus diakui dengan pahit, situasi di Ukraina kini tidak menyediakan situasi kondusif bagi kolaborasi dengan paradigma baru itu. Adu kekuatan lebih mengemuka daripada dialog.