Siapapun juga harus mulai tegas membudayakan keselamatan di jalan raya.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Seorang pemimpin lembaga non-pemerintah, beberapa tahun lalu tepergok Kompas naik angkutan umum di Stockholm, Swedia. Dia mengakui beberapa kali gagal ujian mengemudi.
Tes mengemudi di Swedia ternyata tidak hanya teori atau praktek ekstra singkat tetapi praktek langsung di jalan perkotaan maupun desa. Peserta ujian dapat diuji saat berhenti di tanjakan, melaju di jalan dengan terpaan angin cukup kuat atau bahkan jalan yang bersalju.
Sambil bersenda gurau, dia mengatakan, mungkin dirinya tidak terlalu pandai sehingga berulangkali gagal ujian. Alhasil, meski mampu membeli mobil, dia terpaksa tetap naik angkutan umum. Dia pun terkejut mendengar Kompas lulus hanya dalam satu kali ujian saat masih studi di sekolah menengah.
Padahal di Indonesia, lulus dalam ujian mengemudi tidaklah mengagumkan. Biasa saja. Dalam keseharian, ada begitu banyak warga yang bahkan mengemudi di jalan raya tanpa mengantongi SIM. Penegakan hukum begitu longgar. Di sisi lain, keselamatan belum membudaya di warga.
Perjumpaan di Stockholm itu teringat kembali, ketika beberapa minggu terakhir terjadi beberapa kecelakaan yang cukup fatal. Sabtu (24/9/2022), lima tewas akibat kecelakaan di tol Semarang Solo, Jawa Tengah. Hari Selasa (20/9/2022) malam, lima tewas dalam kecelakaan di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Korban kecelakaan dapat terjadi pada siapa saja. Sejumlah siswa SDN Kota Baru II dan III, Bekasi, Jawa Barat misalnya, jadi korban usai ditabrak truk pengangkut besok beton, Rabu (31/8/2022). Total 10 orang tewas dalam insiden itu. Beberapa hari sebelumnya, Sabtu (20/8/2022), tokoh infrastruktur Achmad Hermanto Dardak yang justru berpulang akibat kecelakaan di Jalan Tol Batang-Pemalang, Jawa Tengah.
Lokasi kecelakaan begitu beragam. Tidak hanya di ruas-ruas jalan tol namun juga juga non-tol. Tidak hanya di Jawa tapi juga luar Jawa. Bila peliputan lebih banyak terjadi pada kecelakaan di jalan tol, itu karena mekanisme pelaporan yang jelas sehingga media terinfokan. Namun, tentu ada lebih banyak lagi kecelakaan di ruas-ruas jalan non-tol yang tidak terliput.
Meski ketidaksempurnaan infrastruktur jalan dapat memicu kecelakaan, namun di banyak kejadian, tidak masuk akal bila menyalahkan infrastruktur. Konstruksi jalan tol yang lurus dan tidak bergelombang jelas tidak dapat disalahkan karena menyebabkan pengemudi mengantuk. Bila ngantuk hanya ada satu solusi: sang pengemudi harus beristirahat.
Dengan banyaknya kecelakaan di Indonesia yang disebabkan oleh kelalaian manusia maka menjadi mendesak untuk membudayakan keselamatan berkendara. Keselamatan berkendara idealnya diinternalisasi sejak usia dini bahkan sejak anak-anak mengayuh sepeda roda tiga. Pendidik juga harus sering menanamkan soal keselamatan terhadap para pelajar.
Terobosan baru juga harus dilakukan sambil menunggu tegaknya hukum. Di Kota Bandung misalnya, terdapat Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani Nasution. Di taman itu, anak-anak dapat mempelajari rambu-rambu lalu lintas saat bersepeda. Taman serupa kiranya dapat dibangun di kota-kota lain.
Siapapun juga harus mulai tegas membudayakan keselamatan di jalan raya. Kita harus berani mempertanyakan bila melihat ada anak dibawah umur yang sudah mengendarai kendaraan bermotor di jalan umum. Kita juga harus tegas melarang anggota keluarga yang terlihat kurang sehat namun memaksakan diri untuk berkendara.
Sebaliknya, kita juga harus jujur terhadap diri sendiri untuk tidak berkendara saat tidak fit atau dalam kondisi emosi kurang stabil. Membudayakan keselamatan berkendara memang tidak mudah. Lebih tidak mudah lagi karena siapapun harus tegas memulainya dari diri sendiri.