Fungsi Pengawasan DPR dan Soliditas TNI
Kompleksitas masalah pertahanan Indonesia dan pentingnya soliditas harus benar-benar dihayati para petinggi TNI serta jadi bahan pertimbangan /tinjauan utama Komisi I dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap Kemhan.
Pernyataan anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon soal soliditas TNI baru-baru ini viral dalam pemberitaan media arus utama dan medsos.
Simbolon, dalam pernyataan pada Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR dengan Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan TNI tersebut, telah berbicara keras tentang ketidakharmonisan di tubuh TNI hingga keluar kata TNI seperti gerombolan.
Pernyataan ini direspons dengan keras pula oleh para prajurit TNI yang merasa tersinggung. Ketegangan di rapat dengar pendapat (RDP) seperti ini telah terjadi berulang kali. Sebelumnya RDP Komisi VII dengan Dirut PT Krakatau Steel, Komisi III dengan Komnas Perempuan, dan Komisi VIII dengan Kementerian Sosial juga berlangsung tegang, bahkan diakhiri dengan pengusiran.
RDP adalah salah satu wahana untuk menjalankan fungsi pengawasan DPR. Karenanya, sangat penting dalam rangka menggulirkan proses pemerintahan negara dan bagian dari mekanisme check and balance. Seharusnya, RDP diselenggarakan dengan prinsip kesetaraan serta sikap saling menghargai dan menghormati antara komisi yang mengundang dan lembaga pemerintah atau siapa pun yang diundangnya.
Maka, seharusnya RDP diselenggarakan dengan dijiwai semangat tadi, menjunjung tinggi etika ketimuran sesuai nilai dan budaya yang kita anut.
Sistem kenegaraan/pemerintahan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 tak sepenuhnya mengadopsi trias politikanya Montesquieu, yang memisahkan secara mutlak antara eksekutif, legislatif dan yudikatif, melainkan mengatur pelaksanaan fungsi ketiga lembaga itu dengan mengedepankan semangat gotong-royong, kekeluargaan, dan kebersamaan. UU pun dibuat secara bersama oleh legislatif dan eksekutif.
Maka, seharusnya RDP diselenggarakan dengan dijiwai semangat tadi, menjunjung tinggi etika ketimuran sesuai nilai dan budaya yang kita anut. Bukan dengan satu pihak menguasai/mengatasi pihak lain, apalagi dengan bahasa sarkastis seolah sedang mengadili terpidana.
Soliditas TNI
Pengawasan DPR/Komisi I terhadap Kemhan/TNI pada hakikatnya merupakan implementasi dari pengawasan rakyat, dilakukan agar pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Kemhan/TNI untuk menjaga kedaulatan negara dan keselamatan bangsa berjalan dengan efektif-efisien serta sesuai ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Tugas pertahanan negara yang diemban militer di setiap negara merupakan tugas yang amat berat, terlebih bagi Kemhan/TNI yang dihadapkan pada kenyataan tentang kondisi lingkungan strategis Indonesia yang secara geografis negara kepulauan amat luas, letaknya sangat strategis, dan kaya SDA.
Secara demografis memiliki jumlah penduduk besar (keempat terbesar dunia) serta kemajemukan yang luas multidimensi (suku/ras, budaya, adat istiadat, bahasa, dan agama). Konsekuensinya, besar potensi konflik bahkan ancaman militer yang di hadapi Kemhan/TNI.
Karenanya, Kemhan, khususnya TNI, selain harus memiliki kekuatan dan kemampuan memadai, juga dituntut memiliki soliditas organisasi serta solidaritas, kerja sama, dan disiplin tinggi. Dalam konteks ini relevan dicermati apa yang dikatakan Charlie Rose dalam "Democratic Control of the Armed Forces: A Parliamentary Role in the Partnership for Peace" (NATO Review 42, Oktober 1994).
Ketergantungan semacam ini menuntut soliditas dan loyalitas kuat dengan kohesi dan koherensi tinggi.
Militer di setiap negara merepresentasikan kelompok terorganisasi dan sangat disiplin, disatukan oleh tradisi, kebiasaan, lingkungan kerja, terutama oleh kebutuhannya untuk bekerja sama dan saling membantu satu sama lain di masa konflik dan krisis. Suatu ketergantungan yang secara literal berarti perbedaan antara hidup dan mati. Ketergantungan semacam ini menuntut soliditas dan loyalitas kuat dengan kohesi dan koherensi tinggi.
Kompleksitas masalah pertahanan Indonesia dan pentingnya soliditas harus benar-benar dihayati oleh para petinggi TNI serta jadi bahan pertimbangan /tinjauan utama Komisi I dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap Kemhan/TNI.
Meritokrasi dan politisasi
Untuk mewujudkan TNI yang kuat dengan soliditas dan disiplin tinggi, ada dua hal yang harus jadi perhatian Kemhan/TNI serta Komisi I. Pertama, tegaknya meritokrasi di lingkungan TNI. Pengertian sederhananya, berlangsungnya pemberian kesempatan kepada prajurit TNI dalam hal mutasi, promosi yang didasarkan atas kemampuan atau prestasi dan ketentuan administrasi. Tak dikotori kepentingan politik, transaksional, dan sponsorship tak bertanggung jawab. Dilakukan berkesinambungan sejak perekrutan, pendidikan, dan penugasan di lapangan.
Kedua, menjaga agar proses pembinaan di lingkungan TNI tak diracuni kepentingan ”politik praktis”. Dilanggarnya dua hal tadi niscaya akan merusak disiplin dan melonggarkan soli- ditas. Lebih jauh secara derivatif akan mengakibatkan TNI jadi rapuh, kekuatan yang dimiliki hanya bersifat semu, sehingga tak ada gunanya memiliki doktrin yang modern/aktual serta alutsista canggih.
Karena itu, baik DPR/parpol maupun TNI harus jujur bahwa di masa lalu dan masih berlang- sung hingga kini, justru sikap saling memanfaatkan antara oknum TNI dan politisi untuk kepentingan kelompok dan pribadi sering terjadi. Demikian pula dengan meritokrasi dalam organisasi TNI yang membias kian lebar. Keadaan ini harus segera diakhiri karena akan membuat demokrasi kita jadi tak sehat dan sangat merugikan TNI secara organisasi.
Seharusnya orientasi para politisi, apalagi anggota TNI, adalah ”pengabdian” untuk kepentingan bangsa dan negara semata.
Kini selain TNI masih harus terus menyempurnakan reformasinya, DPR dan parpol pun sangat urgen melakukan reformasi. Sederhananya, berusaha untuk memurnikan fungsi-fungsi DPR/parpol secara konsisten dan taat asas. Seharusnya orientasi para politisi, apalagi anggota TNI, adalah ”pengabdian” untuk kepentingan bangsa dan negara semata.
Setelah 77 tahun RI merdeka, kita masih jauh dari cita-cita kemerdekaan untuk jadi bangsa-negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Penyebab utamanya karena kata pengabdian kian lama kian dijauhi oleh para penyelenggara negara/pemerintahan. Betapa pentingnya memelihara dan menumbuhsuburkan semangat pengabdian ini guna mewujudkan Indonesia Emas di 2045.
( Kiki Syahnakri, Purnawirawan TNI AD )