Dengan latar belakang pendidikan, kerangka teori yang dikuasainya, dan pengalaman lapangan di beberapa negara Arab, Azyumardi Azra adalah cendekiawan langka salah satu kiblat dalam studi Arab dan Timur Tengah.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·5 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Azyumardi Azra
Prof Azyumardi Azra adalah salah seorang tokoh cendekiawan Indonesia yang memiliki kerangka teori cukup kuat dalam mengamati perkembangan Timur Tengah. Latar belakang pendidikan bidang sejarah dari universitas terkemuka kelas dunia, Universitas Columbia di New York, AS, yang diampu Azyumardi, mengantarkannya menjadi seorang cendekiawan langka di Indonesia yang sangat kuat kerangka teorinya dalam melihat perkembangan di Timur Tengah.
Disertasi doktornya di Universitas Columbia dengan judul ”Jaringan Ulama, Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII” turut memberikan justifikasi kepada Azyumardi untuk dinobatkan sebagai pengamat dunia Arab dan Timur Tengah kelas wahid di Indonesia yang lahir dari universitas terkemuka di AS.
Azyumardi pun benar-benar memahami secara mendalam dan detail tentang mata rantai jaringan intelektual dan keilmuan antara Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara lewat para ulama sejak abad XVII. Ia praktis berhasil mengisi kekosongan tempat yang ditinggal Prof Amien Rais setelah Amien Rais hijrah ke dunia politik saat Indonesia memasuki era reformasi pada tahun 1998.
Pada era tahun 1980-an dan 1990-an, adalah Amien Rais yang dikenal sebagai pengamat terkemuka Timur Tengah di Indonesia dengan kerangka teori yang sangat kuat berkat bekal latar belakang pendidikan bidang hubungan internasional dari universitas terkemuka kelas dunia juga, Universitas Chicago di AS.
Indonesia beruntung setelah hijrahnya Amien Rais ke dunia politik, muncul Azyumardi yang menggantikan tempatnya. Maka, pada era tahun 2000-an sebelumnya wafat pada 18 September 2022, adalah Azyumardi yang berkibar dan sekaligus menjadi salah satu kiblat dalam isu studi Arab dan Timur Tengah.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO (WAK)
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra (kiri) memberikan buku kepada Wakil Presiden Ma'ruf Amin (tengah) bersama Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla dalam acara tasyakuran dan peluncuran 8 buku Azyumardi Azra bertema Politik Global dengan Islam Wasathiyah, Mencegah Ekstremisme dan Terorisme di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (4/3/2020). Kegiatan tersebut bertepatan dengan ulang tahun ke-65 Azyumardi.
Itulah sebabnya, saat akan meluncurkan buku yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas (PBK), saya tanpa ragu meminta agar Azyumardi yang memberi kata pengantar pada buku Mengapa Bangsa Arab Terpuruk. Buku ini terbit pada Agustus 2022. PBK pun menyetujui permintaan tersebut. Mungkin buku ini merupakan buku terakhir yang diberi kata pengantar oleh Azyumardi sebelum wafat.
Sejumlah teman pun melalui pesan WA menyampaikan, ”Beruntung, buku Anda dapat pengantar dari Prof Azyumardi. Mungkin buku Anda adalah buku terakhir yang diberi kata pengantar oleh Prof Azyumardi.” Demikian isi pesan lewat WA dari beberapa teman setelah beredar berita wafatnya Azyumardi di Malaysia.
Tentu saya merasa sangat beruntung mendapat kata pengantar dari Azyumardi untuk buku yang baru terbit, Mengapa Bangsa Arab Terpuruk. Sebagai penulis kata pengantar, Azyumardi juga diminta menjadi salah satu pembedah buku dalam acara peluncuran secara daring pada 25 Agustus 2022.
Dalam acara tersebut, Azyumardi memberi elaborasi yang mengesankan tentang dunia Arab. Pemaparannya semakin menunjukkan kepakaran dan pengalaman lapangan beliau di beberapa negara Arab.
Sebelumnya, ada juga dua buku penulis yang diberi kata pengantar oleh Azyumardi. Dua buku tersebut adalah Dilema Israel, Antara Krisis Politik dan Perdamaian yang terbit tahun 2002 dan Iran Pasca Revolusi, Pertarungan Kubu Reformis dan Kubu Konservatif yang terbit tahun 2003.
Selain buku-buku tersebut, masih ada puluhan buku lainnya tentang isu dunia Islam dan Arab dari para sarjana Indonesia yang juga diberi kata pengantar oleh Azyumardi.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama (kanan) bersalaman dengan para penerima penghargaan Cendekiawan Berdedikasi 2015 (dari kiri ke kanan) Yudi Latif, A Prasetyantoko, Sri Moertiningsih Adioetomo, dan Azyumardi Azra di Jakarta, Kamis (25/6). Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi diberikan setiap tahun sekali sebagai rangkaian dari perayaan HUT Kompas.
Selain didukung oleh latar belakang pendidikan bidang sejarah dari universitas terkemuka AS, Azyumardi juga memiliki legitimasi sebagai pakar Timur Tengah. Ia pernah tinggal beberapa bulan di Kairo, Mekkah, dan Madinah pada awal tahun 1990-an ketika melakukan riset untuk disertasi doktornya di Universitas Columbia.
Azyumardi juga boleh dibilang seorang tokoh cendekiawan Indonesia yang paling sering berkunjung ke Mesir dan mungkin juga negara Arab lain.
Selama berada di Mesir, Azyumardi cukup sering diundang oleh Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia (PPMI) dan Kedutaan Besar RI (KBRI) Kairo untuk memberi ceramah tentang kiprah alumni Al Azhar di Indonesia serta hubungan Indonesia-Mesir. Terakhir, KBRI Kairo mengundang Azyumardi sebagai salah satu pembicara dalam seminar lewat zoom tentang ”Relasi Kairo dan Haji Dalam Jejaring Nasionalisme Indonesia” pada 31 Agustus 2020.
Tak bisa dibantah lagi, Azyumardi adalah seorang cendekiawan yang komplit, yakni mengetahui persis lapangan dan sekaligus memiliki kerangka teori ilmiah cukup kuat tentang Mesir dan dunia Arab.
Masyarakat Indonesia di Mesir, khususnya mahasiswa Indonesia di Universitas Al Azhar, pun sudah sangat familiar dengan nama dan figur Azyumardi. Mahasiswa Indonesia di Mesir angkatan akhir 1980-an atau awal 1990-an hampir dipastikan pernah berinteraksi langsung dengan Azyumardi. Jumlah mahasiswa Indonesia di Mesir saat itu masih belum terlalu banyak, mungkin sekitar 800-1.000 mahasiswa. Bandingkan dengan jumlah mahasiswa Indonesia di Mesir sekarang yang mencapai 13.000 orang.
DOKUMENTASI KBRI BERLIN
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra (kanan) memperkenalkan konsep Islam Nusantara Berkemajuan Indonesia kepada 26 imam dan pemimpin kelompok-kelompok agama Islam di Berlin, Jerman. Foto diterima pada Jumat (2/11/2018).
Saat itu saya termasuk yang beruntung sering berinteraksi dengan Azyumardi, baik dalam forum diskusi maupun pertemuan spontan di KBRI atau di rumah pegawai KBRI. Sewaktu di Kairo, Azyumardi terlihat sangat aktif dalam irama aktivitas mahasiswa. Ia sering pula nongkrong di perpustakaan PPMI.
Meskipun hanya beberapa bulan di Kairo, Azyumardi tampil sebagai figur yang sangat berpengaruh di kalangan mahasiswa Indonesia di Mesir, khususnya para aktivis mahasiswa saat itu. Hal itu barangkali lantaran Azyumardi sering tampil di forum diskusi baik yang digelar PPMI atau inisiatif kelompok mahasiswa tertentu atau juga atas inisiatif Prof Azyumardi.
Bisa disebut, suasana dan gairah ilmiah mahasiswa Al Azhar meningkat cukup signifikan saat keberadaan Azyumardi di Kairo saat itu. Suatu hal yang tak terlupakan dalam setiap forum diskusi atau pertemuan lainnya di Kairo adalah Azyumardi selalu mendorong agar mahasiswa Indonesia di Mesir rajin membaca dan menulis.
Azyumardi sekaligus juga sering mengkritik mahasiswa Indonesia di Mesir kurang punya tradisi menulis. Padahal, buku bacaan mereka dari berbagai disiplin ilmu di Kairo cukup melimpah. Saat itu pula Azyumardi membuka semacam pelatihan penulisan untuk sejumlah mahasiswa Indonesia.
Tidak berlebihan jika disebut bahwa Azyumardi turut berandil melahirkan banyak penulis dari kalangan mahasiswa Indonesia di Mesir. Setelah itu, lahir buletin mahasiswa cukup populer yang terus bertahan sampai sekarang, seperti buletin Terobosan dan Informatika.
Saya bersaksi, Prof Azyumardi berandil besar dalam membangkitkan gairah intelektualisme dan dunia tulis-menulis di kalangan mahasiswa Indonesia di Mesir pada era tahun 1990-an.