Kebocoran Data 1
Kasus kebocoran data pribadi warga negara Indonesia semakin sering terjadi. Tahun lalu 279 juta data peserta BPJS Kesehatan bobol. Yang paling tragis, data pribadi Presiden Joko Widodo juga diretas dan beredar luas.
Kebocoran data pribadi warga negara Indonesia terulang lagi. Kali ini pada 1,3 miliar data pribadi hasil registrasi ulang kartu SIM telepon seluler berbagai operator jaringan: Telkomsel, Indosat, XL, Tri, Smartfren. Data diunggah akun Bjorka di forum breahed.to.
Sebelumnya, kebocoran data pribadi juga menimpa PT Jasa Marga (Persero) Tbk yang diunggah akun Desorden, juga melalui forum breached.to. Menyusul kemudian, sekitar 26,7 juta data pelanggan Indihome.
Kasus kebocoran data pribadi warga negara Indonesia semakin sering terjadi. Tahun lalu kasus yang sama menimpa 279 juta data peserta BPJS Kesehatan. Yang paling tragis, bahkan data pribadi Presiden Joko Widodo juga pernah dibobol.
Data pribadi Presiden, berupa nomor induk kependudukan (NIK) dan data pribadi lainnya, beredar luas di media sosial. Data milik Kementerian Kesehatan ini dibobol oleh akun yang menyebut dirinya @huhbosan melalui aplikasi Peduli Lindungi.
Ada apa dengan sistem pengamanan data siber nasional Indonesia? Begitu mudahnya data pribadi berpindah tangan, dibobol, diretas, diperjualbelikan.
Data pribadi warga negara Indonesia seolah berada di rimba belantara kejahatan siber. Ironisnya, undang-undang tentang pelindungan data pribadi tak kunjung diselesaikan oleh DPR-pemerintah. Sepertinya, tidak ada sense of crisis untuk mengatasi masalah ini.
Data pribadi warga negara Indonesia bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, termasuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Dengan berulangnya kasus pencurian dan pembobolan data pribadi ini, ada kelemahan, bahkan kerapuhan, pengamanan data pribadi warga negara. Dengan demikian, Kemenkominfo tak cukup hanya mengimbau dan menyarankan kepada masyarakat agar sering mengganti password sistem digital yang digunakan.
Negara harus hadir memberikan pelindungan data pribadi warganya. Pencurian dan penguasaan data pribadi warga suatu negara bisa menjadi pintu masuk bagi penguasaan kedaulatan oleh negara lain, baik dalam bidang ekonomi, pertahanan, keamanan, sumber daya alam, maupun sumber daya manusia.
Budi Sartono SoetiardjoCilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung
Kebocoran Data 2
Warga memanfatkan gawainya untuk bertransaksi elektronik maupun kebutuhan lainnya di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (11/9/2022). Data pribadi menjadi instrumen penting dalam semua lingkup dunia digital. Namun, sayangnya hingga kini sudah tidak terhitung jumlah data pribadi warga yang bocor dan diperjualbelikan. Mulai dari 297 juta kebocoran data peserta BPJS Kesehatan, 26,7 juta data pengguna IndiHome, 1,3 miliar data proses registrasi kartu sim ponsel, hingga 105 juta data pemilih dari Komisi Pemilihan Umum. Kompas/Hendra A Setyawan (HAS)
Kompas (13/9/2022) September 2022 mengangkat artikel ”Kebocoran Data Jadi Atensi Presiden”. Disebutkan Presiden mengelar rapat tertutup membahas keamanan data dari serangan siber. Di antaranya hadir Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan. Rapat terkait ulah akun Bjorka yang meretas data BUMN dan pemerintah.
Sebagai pembaca Kompas, saya merasa familiar dengan Bapak Budi Gunawan, yang sering mengisi artikel di halaman utama Kompas. Saat pandemi Covid-19, beliau menulis seputar vaksinasi. Ketika krisis minyak goreng, menulis minyak goreng. Opini terkini Pak Budi Gunawan tentang subsidi dan kenaikan harga BBM (Kompas, 12/9/2022).
Di akun Builder ID di Youtube, ada Ade Bagus Kusuma bercerita tentang kegiatan intelijen Israel yang sangat rahasia dalam ”Unit 8200 Israel, Hacker & Cyber Army Paling Mengerikan di Dunia, Bagaimana Sistem Pelatihannya?"
Orang baru tahu ketika terjadi bencana akibat serangan siber unit 8.200 di negara musuh Israel. Itu pun orang hanya menduga-duga karena tidak ada pernyataan resmi.
Saya berharap Pak Budi Gunawan menulis tentang serangan siber dari akun Bjorka ataupun radikalisme dan intoleransi di Indonesia, yang lebih relevan dengan instansi intelijen yang beliau pimpin.
Kita sudah kecolongan banyak. Dari penggunaan uang sedekah ACT untuk kegiatan teroris, operasi pemberantasan KKB di Papua, atau pelarangan rumah ibadah di Cilegon, tetapi tidak untuk diskotek dan tempat karaoke.
Djoko Madurianto SunartoPugeran Barat, Yogyakarta
Legalisasi Ganja
Barang butki ganja kering.
Polemik melegalkan ganja untuk kepentingan kesehatan masih berkepanjangan. Tidak jelas apakah akan berakhir baik atau terus jadi wacana.
Dalam undang-undang jelas tercantum bahwa siapa saja yang menanam, menyimpan, menggunakan, dan bertransaksi jual beli ganja akan berurusan dengan penegak hukum. Semua itu termasuk kejahatan berat dengan hukuman berat, bisa hukuman mati.
Dalam Undang-Undang Narkotika di Indonesia yang sudah dua kali berubah, selalu ada ruang untuk tanaman ganja agar bisa dimanfaatkan dalam riset kesehatan.
Hal itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Dalam Pasal 9 Ayat 1 tertulis: ”Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan diawasi ketat Menteri Kesehatan”.
Tanaman ganja dan 25 senyawa kimia lain termasuk dalam narkotik golongan I. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Narkotika, pada Pasal 8 Ayat 1 tertulis: ”Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan”.
Sementara pada Pasal 8 Ayat 2: ”Dalam jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta untuk reagensia diagnostik dan laboratorium setelah disetujui Menteri Kesehatan atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan”.
Kalau kita membuat studi banding, beberapa negara sebenarnya sudah cukup maju dengan mulai melonggarkan peraturan terkait pemanfaatan ganja. Salah satu yang paling terkenal adalah Belanda, di mana konsumsi ganja ditoleransi, tetapi tetap tidak dinyatakan legal. Denmark pun demikian, mengizinkan pemakaian ganja di tempat-tempat yang terbatas.
Di Spanyol, menanam pohon ganja di properti milik pribadi diperbolehkan, tetapi tidak boleh dikomersialkan. Inggris mengizinkan dokter membuat resep obat yang mengandung ganja.
Otoritas kesehatan di Australia memiliki program pengobatan menggunakan ganja. Demikian pula di Jerman, Norwegia, dan Brasil.
Saat ini di seluruh dunia sudah 30 negara yang mengizinkan orang sakit menggunakan terapi medis berbasis ganja/mariyuana.
Beberapa negara membatasi penggunaan ganja medis hanya untuk orang sakit yang sudah parah, tidak bisa disembuhkan, dengan tujuan untuk mengurangi penderitaan. Hanya Amerika Serikat, entah dengan pertimbangan apa, belum mengizinkan ganja untuk kepentingan medis.
Terbaru, Thailand awal Juni 2022 sudah melegalkan penggunaan ganja untuk kesehatan dan kesenangan. Thailand adalah negara pertama di Asia yang berani membuat terobosan. Sejak Desember 2018, Pemerintah Thailand sebenarnya sudah menyetujui penggunaan ganja untuk medis dan penelitian. Namun, perlu waktu hampir empat tahun, sampai akhirnya Thailand melegalkan penggunaan ganja.
Di Indonesia, desakan untuk melegalisasi ganja guna kepentingan kesehatan sudah lama muncul. Bahkan kurang lebih dua tahun lalu, pegiat legalisasi ganja pernah mengajukan gugatan judicial review atas Undang-Undang Narkotika ke Mahkamah Konstitusi. Namun, gugatan kandas di tangan hakim konstitusi.
Akhir Juni 2022, ibu bernama Santi Warastuti, salah satu penggugat dalam judicial review, mengajak putrinya unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia. Ia meminta pemerintah bertanggung jawab karena putrinya mengidap cerebral palsy (gangguan tumbuh kembang) dan perlu terapi minyak biji ganja.
Kasus pada putri Santi hanya puncak gunung es karena sebenarnya banyak sekali kasus serupa di Indonesia. Bahkan ada sebagian yang harus berurusan dengan penegak hukum karena sembunyi-sembunyi menggunakan, bahkan menanam, ganja untuk keperluan pengobatan.
Semua pendapat, baik yang mendukung maupun menolak, seharusnya bisa diakomodasi pemerintah untuk menyiapkan formula kebijakan yang paling tepat. Presiden sebaiknya turun tangan, agar undang-undang mengenai legalisasi ganja untuk medis yang sangat bermanfaat untuk masyarakat segera direalisasikan.
Samesto NitisastroPraktisi SDM, Pesona Khayangan, Depok 16411